28 June 2009

Menikah Karena Cinta atau Mencintai Karena Pernikahan..?

Menikah dengan orang yang kau cintai (menikah karena cinta) ATAU Mencintai orang yang kau nikahi (mencintai karena pernikahan)...?


Menikah merupakan mitsaqon ghalidza, perjanjian yang kuat, maka dari itu, bagi para pria, hendaklah berhati-hati dalam menentukan pilihan, dengan siapa dia akan mengikat perjanjian. Demikian pula dengan pihak (wali) wanita, agar teliti, kepada lelaki seperti bagaimana akan menyerahkan anak perempuannya.

Dasar sebuah pernikahan yang kokoh adalah karena lillahi ta'ala, karena Allah semata, ditujukan untuk ibadah, mencontoh sunnah Rasulullah SAW. Pernikahan yang didasari oleh alasan-alasan yang bersifat materi akan rapuh dan mudah goyah.

Karena kekayaan, maka harta kepemilikan seseorang itu bisa habis, kondisi ekonominya yang di atas roda, bisa jadi akan berputar menjadi di bawah. Karena penampilan, ketampanan maupun kecantikan, maka pesona itupun akan memudar seiring perjalanan sang waktu. Gurat-gurat keriput, otot yang tidak lagi kencang, akan menjadi bagian yang tak terelakkan.


Lalu bagaimana dengan cinta..? Bolehkan..? Haruskah..? Pentingkah..?

Perasaan cinta, suka, tertarik, simpati kepada seorang lawan jenis adalah suatu hal yang wajar, dan manusiawi. Kalau diarahkan menuju pernikahan, maka hal itu menjadi suatu hal yang baik pula. Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Tidak ada yang boleh dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan” (HR. Ibnu Majah)

Maka berbahagialah orang-orang yang saling mencinta dan bisa berhimpun dalam ikatan pernikahan.

Namun apakah setiap pernikahan harus selalu terselip rasa cinta antara keduanya sebagai titik permulaan..?

Menurut saya, tidak harus selalu begitu juga. Menurut saya, rasa cinta itu bisa dibentuk, dibangun, diupayakan, dan diusahakan. Selain taken for granted, rasa itu bisa ditumbuh dan kembangkan dalam hati-hati kita. Titik awalannya adalah kemampuan kita dalam menerima kekurangan-kekurangan pasangan kita. Niatan yang tulus untuk mengharap keridhoan Allah melalui bingkai pernikahan. Disitulah bisa berawal rasa cinta.


Manakah yang lebih utama, menikah karena cinta (menikahi orang yang kau cintai) atau mencintai karena pernikahan (mencintai orang yang kau nikahi)..?

:hmmm:

Jawaban dari pertanyaan itu tergantung kondisinya.

Apakah mencintai karena pernikahan lebih utama dibandingkan menikah karena cinta..? Apakah orang yang saling mencinta lalu menikah lebih rendah kedudukannya dibandingkan orang yang menikah kemudian saling membangun cinta antara mereka..? Eits, belum tentu.

Ibnu Hazm di buku Thuq Al-Hamamah (Untaian Kalung Merpati) menuliskan bait berikut,

mereka yang tak mengenal cinta mencelamu
sungguh, cintamu padanya adalah kewajaran
mereka bilang, cinta telah membuatmu hina
padahal kau orang yang paling hapal agama

kukatakan pada mereka, mengapa mencelanya
karena ia mencintai dan dicintai sang kekasih

jangan berlagak suci, menyebut cinta sebagai dosa
bahkan Muhammad pun tak akan mencela pecinta
dia tak pernah menghina umatnya yang jatuh cinta

-hal 100, buku Untaian Kalung Merpati, Thuq Al-Hamamah, Ibnu Hazm Al Andalusi-

Yang terpenting adalah jangan hanya terpaku kepada rasa cinta saja untuk memulai perjalanan panjang pernikahan. Cinta memiliki sebab-sebab, dan dikhawatirkan jika sebab-sebab itu mulai kehilangan pesonanya, maka akan pudar pula rasa cinta dalam dada, dan pernikahan yang diharapkan bahagia dan berujung pada surga, berubah menjadi hambar.

Cinta pula yang menyebabkan seseorang kehilangan rasionalitas untuk dapat melihat sang kekasihnya secara obyektif. Dalam pernikahan (setiap hari bertemu/interaksi), seseorang itu akan terlihat jelas karakter/sifat/kepribadian aslinya. Jika hanya berpegang pada cinta, maka tidaklah mungkin akan ada kekecewaan, karena ternyata ada kekurangan-kekurangan (yang dulu tidak terlihat) pada dirinya yang tidak berkenan bagi kita.


Mencintai karena pernikahan..?

Apa tidak sebaiknya mencintai karena Allah saja. Karena telah (terlanjur) melafalkan perjanjian yang teguh dengan bapaknya (wali), untuk menjadi pendamping hidupnya, mencukupi segala kebutuhannya, menjadi pelindung dan pengayomnya untuk urusan dunia dan akhiratnya.

Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lupakan segala masa lalu, buka lembaran baru, bersama orang yang telah sah menjadi pasangan hidupmu, melalui ijab kabul yang disaksikan orang banyak, itulah pernyataan/deklarasi cinta yang sesungguhnya.


Entah anda memilih "menikahi orang yang dicinta" ataupun "mencintai orang yang dinikahi", keduanya tetaplah merupakan hal yang baik (menurut saya), jika diarahkan menuju pernikahan. Yang jadi persoalan adalah agar kita bisa menjaga agar proses yang terjadi sebelum pernikahan tetap berada dalam koridor yang Allah ridho-i, tidak melanggar laranganNya.


Tambahan: setelah ijab kabul.

Bagaimanapun juga cinta membutuhkan perjuangan, butuh komitmen dan kerja keras untuk dapat menjaganya. Menjalani usia pernikahan dalam nuansa cinta, bukanlah hal yang mudah. Ada godaan, ada cobaan, ada ujian, ada goncangan yang berselang-seling mengisinya. Penggabungan dua individu dengan karakter yang unik tentu bukanlah suatu hal yang mudah, ada perbedaan cara pandang, ada perbedaan selera, perbedaan penilaian, dst.

Menikah bukanlah akhir dari perjalanan, karenanya, entah kita menikah karena cinta atau mencinta karena pernikahan, perjalanan panjang baru saja dimulai. Disinilah bagian terpenting itu harusnya kita fokuskan, mencipta rumah tangga yang sakinah-mawadah-warahmah.

Semoga cinta kita di dunia, menjadi cinta yang sama pula yang mengumpulkan kita di surga (kelak). (amin)


*sotoydotcom*

27 June 2009

11 Poin Perjanjian Kerjasama Antara PKS dan Partai Demokrat

PKS dan Partai Demokrat telah menandatandatangani Piagam Kerjasama dan kesepakatan operasional koalisi. Kata kunci Piagam Kerjasama adalah kesepakatan memberikan respon dengan mengutamakan prinsip kepedulian dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat Indonesia. Untuk lingkup regional dan internasional mempelopori ketertiban dunia dan konsisten mendukung perjuangan bangsa-bangsa yang belum merdeka seperti Palestina dan negara lainnya.

11 Poin Target Kerja Koalisi:

1. Kepemimpinan Nasional: Mengusung pemimpin yang visioner, tegas, bersih dan loyal serta membangun sistem dan budaya yang kondusif bagi kepentingan negara dan bangsa.

2. Pemberantasan KKN: Penegakan hukum yang sungguh-sungguh dan konsisten tanpa pandang bulu.

3. Sistem Demokrasi yang Dinamis dan Stabil: Terciptanya pemerintahan yang kuat, memberikan keleluasaan diangkatnya alternatif dan solusi KEISLAMAN dan KEBHINEKAAN.

4. Reformasi Birokrasi: Membangun birokrasi bersih, peduli, profesional berbasis meritokrasi dan mengedepankan prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik.

5. Otonomi Daerah yang Efektif dan Efisien: Otonomi daerah ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah dalam bingkai NKRI.

6. Ekonomi yang Kuat dan Mandiri: Berpihak kepada EKONOMI KERAKYATAN dalam rangka kesetaraan dan keadilan.

7. Kedaulatan Pangan, Energi, dan Air: Kemandirian pangan, energi dan air melalui program ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi.

8. Mengentaskan Kemiskinan dan Pengangguran: Mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi serta peluang usaha, akses informasi pemasaran dan permodalan.

9. Membangun Martabat Bangsa: Penguatan moral bangsa dan penguatan budaya asli bangsa, relijius, gotong royong melalui gerakan kebudayaan.

10. Kesempatan Pendidikan: Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh rakyat untuk mendapatkan pendidikan.

11. Kesehatan Paripurna: Mewujudkan sehat paripurna melalui pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau.

Piagam Kerjasama di tandatangani tanggal 15 Mei 2009 oleh Presiden dan Sekjen PKS serta Ketua Umum dan Sekjen Partai Demokrat.


Sumber: www.PK-Sejahtera.org

25 June 2009

[Flash Fiction] Pembicaraan Ngga Penting!

"Aku mau menikah bulan depan!"

"Ow, ya sudah, selamat ya," diseruputnya moccacino hangat dalam cangkir bulat berwarna merah, masih terlihat ada sedikit uap panas keluar dari cangkir gembul tersebut.

"Arrgggh.., tapi ngga bisa!"

"Calonnya orang mana?"

"Kamu mau kan jadi istriku?"

"Hahahaha..." tawanya pecah, lesung pipinya merekah, "ngapain juga aku menikah sama orang macam kamu, ngga jelas masa depannya."

"Huuu, kamu kan pernah bilang nyaman kalo dekat saya?"

"Hanya sebagai teman, bukan sebagai suami," diambilnya netbook warna perak dari dalam tasnya. Dibuka, ditekan tombol power, garis kecil berwarna hijau berputar-putar,

sedang loading. Ada hotspot di tempat ini, lumayan asyik memang kalau buat menulis.

"Lalu sudah kau beritahukan orangtuamu, kalau kamu mau menikah bulan depan?"

"Pentingkah?"

"Jelas dunk, memang siapa yang nantinya akan mengantarkan, mengiringimu ke rumah calon istrimu -yang siapapun namanya itu. Masa jalan sendiri sih"

Hanya terdengar suara desah pelan.

"Kamu sendiri, memangnya ngga mau nikah?"

"Malas, pernikahan terlalu rumit untuk diriku"

"Dasar pemalas," ku aduk coklat hangat yang sudah mulai mendingin.

"Aku bukan pemalas, aku selalu bisa bangun lebih pagi dari kamu, dan aku selalu datang tepat waktu kan?"

"Ah, terserahlah"

"Lalu.., apakah kamu masih tetap terobsesi untuk bisa menikah bulan depan?"

"Pastinya dunk," aku menyeringai tak yakin.


---000---

Kota Tepian, 25 Juni 2009
-ipin4u-
*cuma latihan nulis ajah*ngikutindesipuspitasaridotcom* ^_^

23 June 2009

Fokus Ke Dalam Diri Sendiri

Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain. (HR. Ad-Dailami)


Sangat mudah, gampang, dan ringan sekali mulut kita membicarakan orang lain. Dan terkadang, memang begitulah hobi manusia dalam mengisi kesenggangan/kesenangan -disadari ataupun tidak- yaitu: ngomongin orang lain!

Lidah memang tidak bertulang, tapi lidah yang tanpa tulang ini, bisa menjadi jauh lebih tajam dan menyakitkan dari pada sebilah pedang.

Peringatan tentang hal ini telah disampaikan oleh suri teladan terbaik umat manusia, Rasulullah Muhammad SAW,

Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Dan bahkan ada ganjaran kebaikan yang besar bagi orang-orang yang mampu mengendalikan lisannya dari mengucap kejelekan,

Siapa yang memberi jaminan kepadaku untuk memelihara di antara rahangnya (mulut) dan di antara kedua pahanya (kemaluan) niscaya aku menjamin baginya surga. (HR. Bukhari)


Ngomongin Kebenaran Aja Kok (?)

"Ah, kita kan ngga nge-fitnah, cuma ngomongin fakta ajah", begitu alasan mereka.

Seandainya memang benar bahwa apa-apa yang dibicarakan itu merupakan kebenaran (fakta), namun tetap lebih utama bagi kita untuk menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal yang tidak baik dalam diri orang lain,

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tahukah kalian, apa itu ghibah." Mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: "Yaitu, engkau menceritakan saudaramu apa yang tidak ia suka." Ada yang bertanya: Bagaimana jika apa yang aku katakan benar-benar ada pada saudaraku?. Beliau menjawab: "Jika padanya memang ada apa yang engkau katakan, maka engkau telah mengumpatnya dan jika tidak ada, maka engkau telah membuat kebohongan atasnya." (HR. Muslim)


Koreksi Diri Sendiri

Dan sebagaimana hadits yang telah saya ungkap di awal tulisan,

Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain. (HR. Ad-Dailami)

Maka akan lebih baik bagi kita untuk lebih mencermati kekurangan, kejelekan, dan aib yang ada pada diri kita sendiri. Tentunya sebagai bagian dari koreksi diri, bahan evaluasi, perbaikan, dan juga permohonan taubat/ampunan.

Seandainya hal ini kita semua lakukan, tentu tidak akan pernah ada pepatah yang mengatakan “semut di ujung lautan, tampak; gajah di pelupuk mata, tidak nampak.” Beruntunglah orang-orang yang sibuk memperbaiki diri, berbahagialah mereka!



---000---

Samarinda, 23 Juni 2009
Syamsul Arifin

20 June 2009

Sepotong Kerinduan di Tanah Rantau

“Tidak sama antara orang yang hanya tinggal di negerinya, puas dengan apa pun yang diberikan iklim negerinya, dengan orang yang membagi usianya ke berbagai negeri, membagi hari-harinya di antara hentakan perjalanan hingga bisa menggali dan mengasah kekuatan yang tersembunyi pada dirinya.” (Petualang Islam terkenal, Ali Al-Mas’udi) -Majalah Tarbawi, halaman 5-


Tidak terasa sudah hampir satu tahun saya berada di tanah Borneo, Kalimantan, Kota Tepian, Samarinda dengan eksotisme Sungai Mahakam yang menawan. Nantinya bahkan akan ke Balikpapan, dan mungkin, Insya Allah akan menetap (lebih lama lagi) di sana.

Membaca Tarbawi edisi 205 berjudul “Bepergian dan Kualitas Kepribadian Kita” memberikan satu penghibur tersendiri bagi diri saya yang terpisah beribu kilometer dari keluarga, orangtua dan sanak kerabat serta teman-teman di Jakarta sana.

Tarbawi telah mengembalikan orientasi niat dalam hati, menyemangati jiwa, dan mencerahkan hari!


Kerinduan

Tempat kita mengawali kehidupan memiliki bagian tersendiri yang istimewa di dalam hati. Pasti ada kerinduan kepada tanah tempat dilahirkan, kepada udara tempat dibesarkan, kepada cinta yang dimiliki keluarga, kepada waktu dan kenangan yang dihabiskan bersama kawan sepermainan/seperjuangan.

Bilal bin Rabbah RA pun memiliki kerinduan kepada kota Mekkah sewaktu beliau berhijrah bersama kaum muslimin ke kota Madinah. Simaklah bait puisi beliau berikut,

O, angan,
Masihkah mungkin ‘kan kulalui malam
Pada lembah dan ada Izkhir mengitariku, juga Jalil
Masihkah mungkin kutandan gemericik air Mijannah
Atau Syamah menampak bagiku,
juga Thafil

Demikian pula dengan Rasulullah SAW. Suatu ketika beliau mendengarkan untaian sajak tentang Mekkah dari Ashil, dan tiba-tiba saja butir-butir air mata beliau bercucuran di celah pipinya. Kerinduan kepada Mekah tampak jelas di permukaan wajahnya. Kemudian beliau berucap, "Wahai Ashil biarkan hati ini tenteram."

Rasa rindu itu mungkin juga bisa tiba-tiba saja muncul dalam diri kita yang berada di tanah perantauan, menjadikan irama hidup kita menjadi sedikit melankolis.

Meski teknologi telah memudahkan komunikasi, perbincangan lewat telepon, SMS maupun chatting, tetap saja ada perasaan yang berbeda kalau tidak bisa bertemu orang-orang yang kita cintai itu.

Maka tidaklah mengherankan jika momen-momen tertentu seperti lebaran dijadikan ajang untuk kembali kepada tanah kelahiran, merajut silaturahim dan ukhuwah dengan orang-orang tercinta. Mengingat ulang jejak langkah pertama bermula.


Di mana pun Kamu Berada…

“Di mana pun kamu berada, itu adalah tanah Allah,” begitu kata pa Sugeng, seorang mekanik tempat saya pernah bekerja dulu.

Tidak jadi persoalan di negeri mana pun kita bermukim/menetap, selama kita masih menjadi seorang muslim, pribadi yang beriman, dan insan yang bertakwa. Tinggikan syiar Islam di mana pun kita menapaki langkah. Janganlah kamu bersedih dan merasa menjadi orang yang asing, karena sesungguhnya kamu sedang berdiri di atas tanah milik Allah juga.



---000---

Samarinda, 20 Juni 2009
Syamsul Arifin
Foto: Festival Erau Kerajaan Kutai, Desember 2008

14 June 2009

[cerpen] Bunuh Diri

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisaa': 29)


* * *


“NGGA MUNGKIN… teganya kamu memutusin aku..,” mata Dini berkaca-kaca. Di hadapannya ada sesosok pria.

“Maaf Din, tapi kayaknya kita udah ngga cocok lagi,” pria di hadapannya bersuara.

Dini menangis terisak-isak, hubungan mereka sudah berjalan hampir tiga tahun, sejak dari SMU kelas dua.

“Maafin saya ya, tapi sepertinya akan lebih baik seperti ini,” sela si pria, mencoba meraih tangan perempuan di depannya. Dini menapiknya. Masih larut dalam tangis dan keterkejutannya.

* * *

“Setelah semua yang aku korbanin buat dia.., ternyata ngga berarti apa-apa.”

Dini merenung dalam kamarnya yang khas perempuan, berwarna dominan merah muda, dengan dekorasi boneka-boneka di pojokan, foto-foto dia dan teman-teman perempuannya menempel di dinding kamar, tak ketinggalan sepotong foto berpigura milik Andre, pria yang saat ini kuliah di pulau yang berbeda dengan dirinya, tergeletak begitu saja di meja kecil samping tempat tidur, mantan pacarnya.

Dia memeluk bantal guling besar, tubuhnya masih berguncang-guncang, menangis.

Katanya perempuan itu sangat emosional, dominan dikuasain perasaan. Apalagi zaman sekarang, kebanyakan yang pendek pikirannya.

Dini menoleh pada sebotol racun serangga yang biasa dipergunakannya untuk menyemprot kamarnya agar terbebas dari nyamuk. Botol berwarna hijau yang terletak di kolong tempat tidur.

“Udah ngga ada yang berarti lagi, cintaku sudah berakhir, mungkin demikian juga seharusnya kehidupanku, biar dia tahu kalo aku sangat cinta sama dia,” hatinya berbisik.

Dia mengambil buku diary-nya, menuliskan surat wasiat, kata-kata perpisahan dengan dunia dan orang yang dia cinta. Dengan tangan bergetar, susunan kalimat mengalir lambat, mencapai akhir titik tulisan.

Terduduk di lantai, Dini menggenggam botol obat nyamuk. Matanya sembab, masih mengalirkan air mata. Bajunya basah, karena air mata.

Tok-tok-tok, tiba-tiba kamar diketuk.

“Dini, ini ada temanmu datang, mama suruh masuk kamarmu aja ya?” suara ibunya di balik pintu membuatnya terkejut.

“Bilang aja Dini lagi ngga ada,” suaranya mencoba dibuat-buat agar tidak ketahuan sedang menangis.

“Ehhhh, ini mba Sari, udah di depan pintu kamarmu nih, udah buka pintunya ya,” sahut sang ibu sambil beranjak dari pintu kamar anak bungsunya, “tunggu dulu ya mba Sari, biar nanti ngobrol aja langsung, ibu mau ngelanjutin masak lagi”

“Iya bu, makasih ya,” Sari tersenyum santun.

Mba Sari adalah mentornya di pengajian kampus yang baru saja dia ikuti. Mahasiswi berjilbab lebar yang sedang duduk di tingkat dua perkuliahan.

Dengan sangat terpaksa, ia menyeka air matanya, meletakkan kembali botol hijau itu ke kolong tempat tidur. Berjalan gontai.

Senyum cerah Sari menyambutnya ketika ia membuka pintu, dibalasinya dengan senyum yang setengah memaksa. Ekspresi wajah Sari berubah, dia mengetahui kalau anak didiknya sedang ada masalah. Masuk ke kamar.

Meski baru tingkat dua, Sari merupakan perempuan yang sangat dewasa, ia tahu ada sesuatu yang mengganjal di dalam dada Dini, salah satu di antara kedelapan peserta pengajian Islam non-formal yang ia bina.

“Dini kenapa..?” tanyanya sambil duduk di pinggir tempat tidur, “mau cerita sama mba..?” Dijaganya agar ekspresinya tetap tenang.

BRUK, Sari langsung dipeluk, melanjutkan tangisan. Mengalirlah cerita yang membuat dirinya berduka.

Ditungguinya gadis yang baru selesai masa ABG itu bercerita, cukup lama memang, sampai dirinya puas dan lega.

Setelah suasana mencair, Dini bercerita juga kalau dia berencana bunuh diri karena hal itu, sebuah hal yang sepele dan bodoh, yang akhirnya ia sadari sendiri.

Sari tertawa kecil dan mengingatkannya, “bunuh diri itu dilarang dalam agama kita, ancamannya besar lho dek. Suatu ketika Rasulullah SAW pernah bercerita dengan para sahabatnya, katanya:
 
"Sebelum kamu, pernah ada seorang laki-laki luka, kemudian marah sambil mengambil sebilah pisau dan di potongnya tangannya, darahnya terus mengalir sehingga dia mati. Maka berkatalah Allah: hambaku ini mau mendahulukan dirinya dari (takdir) Ku. Oleh karena itu Kuharamkan sorga atasnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Kalau orang tersebut terhalang masuk surga lantaran luka yang tidak seberapa sakitnya kemudian bunuh diri, maka bagaimana lagi orang yang bunuh diri lantaran mendapat kerugian sedikit atau banyak, atau lantaran tidak lulus ujian atau lantaran putus cinta? Bahkan Rasulullah SAW juga menceritakan ancaman menakutkan yang disediakan bagi orang-orang bunuh diri, kata beliau,

"Barangsiapa menjatuhkan diri dari atas gunung kemudian bunuh diri, maka dia berada di neraka, dia akan menjatuhkan diri ke dalam neraka untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa minum racun kemudian bunuh diri, maka racunnya itu berada di tangannya kemudian minum di neraka jahanam untuk selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan alat tajam, maka alat tajamnya itu di tangannya akan menusuk dia di neraka jahanam untuk selama-lamanya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)”

Tubuh Dini bergidik ngeri, “hiiii, Alhamdulillah ya mba, ngga sampe kejadian ke aku,” ujarnya menyesal.

“Iya, Alhamdulillah banget,” Sari tersenyum, “ingatlah dik, bahwa Allah itu amat sayang kepada hamba-hambaNya”



---000---

Samarinda, 14 Juni 2009
Syamsul Arifin

07 June 2009

[Flash Fiction] Cincin & Es Krim Coklat


"Hummmmm.., yummmy, enak ya mas es krimnya", wanita itu tersenyum sambil menahan dingin yang melumer di mulutnya. Manis, semanis es krim ultimate chocolate yang dipesannya.

Aku hanya bisa tersenyum.

Jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya, tangan kananku meraba kantong celana, ahhhh.., masih ada, kotak kecil yang tadi sore aku beli, bungkus dari sebuah cincin emas putih seberat 5 gram.

"Oh ya mas, aku akan menikah bulan depan," ujarnya santai.

"Hah!" aku mencoba tetap tenang, "sama siapa? Kamu kok ngga pernah cerita tentang pria itu sebelumnya?"

Dia meringis kecil, "hehehe.., habis sebelumnya dia ngga terlalu penting sih mas, hubungan kami kan jarak jauh, dia juga seolah-olah males untuk serius setiap kali ku tanya tentang kelanjutan hubungan kami."

Mulailah mengalir cerita tentang pria yang berada puluhan ribu kilometer di sana, yang baru saja mendapat gelar master di salah satu universitas di Yogyakarta.

"Kemarin dia ngajakin serius, mau ngomong ke papa buat melamarku," katanya dengan ekspresi menggemaskan, seperti di film kartun Jepang.

"Ow.., selamat ya," kataku sambil menyuapkan es krim ke mulutku. Dinginnya bukan hanya di lidah dan tenggorokan, tapi perasaan dingin itu menjalar jauh sampai ke dalam hati. "Arghhhh..."

Aku meraba kantung celanaku, "sepertinya kamu harus bisa lebih bersabar, aku belum akan bisa menyerahkanmu kepada wanita yang akan menemaniku menjalani sisa usia," batinku berbisik pelan.


---000---

Kota Tepian, 7 Juni 2009
Syamsul Arifin

06 June 2009

Taujih Syar'i: Menimbang Kemaslahatan Lebih Besar

1. Dinul Islam tidak semata-mata diturunkan melainkan untuk kemaslahatan semesta, sebagaimana firman Allah SWT tentang misi Rasul saw.
QS. Al Anbiya: 107
Dan firmanNya:
QS. Al Maidah: 6

2. Apabila kemaslahatan untuk semua orang tidak dapat dicapai, maka perintah syara’ adalah agar mengupayakan kemaslahatan yang lebih besar. Sebagaimana firman Allah:
QS. Al Baqarah:217

Ayat ini mentoleransi atau bahkan mendispensasi untuk melancarkan peperangan di bulan haram, padahal status hukum asalnya haram, tapi untuk kemaslahatan yang lebih besar bagi da’wah Islamiyah bahkan umat manusia maka mengambil inisiatif menyerang sekalipun adalah langkah yang dibenarkan oleh syara’. Kemaslahatan yang lebih besar itu berupa dapat dilumpuhkan atau dihancurkannya kekuatan yang menghalangi da’wah fisabilillah, zhuhurnya institusi kekufuran, penodaan terhadap tempat suci al Masjidil Haram, pengusiran kaum muslimin dari rumah dan kampung halaman mereka. Dan secara umum setiap bentuk upaya memesongkan manusia dari ‘aqidah Islamiyah merupakan “Fitnah” yang lebih dahsyat dari membunuh musuh di bulan terlarang.

3. Ketika dalam hidup kita harus memilih antara dua perkara yang jaiz atau halal, tetapi tingkat atau dampak kemaslahatannya tidak sama, maka pilihan harus dijatuhkan kepada yang dikalkulasi lebih besar maslahatnya.

Adalah Rasulullah saw manakala diberi pilihan antara dua perkara yang halal, tidak mengandung dosa di dalamnya, maka beliau memilih mana yang lebih maslahat, lebih ringan baik tenaga, waktu atau biayanya. Sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah:

4. Apabila kewenangan untuk mempertimbangkan dan memilih mana yang diperhitungkan akan dapat lebih membawa maslahat itu dimandatkan kepada seseorang melalui TAUKIL atau WAKALAH, maka pihak wakil berhak dan tidak boleh dipersalahkan ketika menjatuhkan pilihan tertentu yang masih dalam lingkup wakalahnya.

Ini berlaku untuk pemberian mandat khusus ataupun mandat umum, meskipun pihak penerima mandat sebagai perseorangan. Terlebih apabila mandat itu diberikan kepada suatu tim, satu majmu’ah atau grup dan struktur yang berposisi sebagai pemimpin (qiyadah) yang terpilih. Ijtihad individual/fardi dari anggota tidak boleh menjadi alternatif bagi ijtihad qiyadah, apalagi melikwidasinya. Di atas otoritas wakalah tersebut, ijtihad dan pilihan yang diambil qiyadah dalam menimbang (muwazanah) antara kemaslahatan, diperkuat pula dengan otoritas kewajiban ta’at (wujubul tha’ah) kepada ulil amri yang diperintahkan Al Quran Surah Annisa, ayat 59.

5. Kemaslahatan itu ada yang berupa khasiat/manfaat sesuatu yang kita pakai atau konsumsi secara fisik, hal ini dipertimbangkan berdasarkan empirik dan keahlian atau spesialisasi.

Taujih al Quran menegaskan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw:
(Al A’raf: 157)

6. Pilihan yang dibuat sering harus diberlakukan juga antara beberapa kemungkinan yang bakal terjadi, melalui analisis konsekuensi atau dampak kedepannya atau kajian “Fiqh al Maalat”. Perbuatan yang jaiz bahkan ada kebaikannya ternyata dilarang oleh al Quran jika berdampak langsung (dzari’ah) menimbulkan hal hal yang jauh lebih merugikan, lebih mafsadat atau madharat.
Al An’am : 108

Dalam hal keniscayaan mempertimbangkan apa yang bakal atau diperhitungkan terjadi di masa yang akan datang, pembenaran terhadap tindakan Khidir dalam al Quran adalah relevan untuk dikemukakan.
Al Kahfi: 80 81

Dalam konteks siyasah syar’iyah, imam Ibnu Taimiyah merekomendasikan pilihan figure untuk suatu pos jabatan publik, baik berupa pasangan atau satu pos tertentu. Ia minta agar mencontoh pasangan para khularaurrrasyidin yang mendapat taufiq Allah. Sosok Abu Bakar yang lembut lebih maslahat berpasangan dengan sosok Umar yang streng. Model Umar yang strik lebih maslahat berpasangan dengan Abu Ubaidah, bukan dengan Khalid bin Walid. Untuk posisi qadhi ia menyarankan sosok ‘alim yang berani meskipun agak kurang amalan sunatnya, untuk mufti ‘alim yang wari’ meski kurang berani. Sedang untuk seorang panglima atau komendan mengajukan orang yang kuat pemberani meskipun kurang ke’aliman dan amalan sunatnya.

7. Contoh dari Ibnu Taimiyah di atas sekaligus cocok untuk wawasan tentang mempertimbangkan mana yang dampaknya pribadi dan mana yang berdampak umum. Kesalehan yang berfsifat pribadi maslahatnya terbatas untuk diri pribadinya, sedang kesalehan atau keshalehan (ketidak salehan) yang akan berdampak umum harus lebih dipertimbangkan. Ini sesuai dengan arahan Rasulullah saw tentang shalat dan jihad bersama seorang imam betapapun juga akhlaqnya.

Jangan tinggalkan shalat berjama’ah bersama seorang sulthan meski ia seorang yang tidak baik (fajir), karena bagi ma’mum tetap untung tidak ada ruginya. Sebab kefajiran pribadi Sulthan dalam hal shalat jama’ah- bisa jadi pengurang pahala bagi dirinya, sedang kemaslahatan serta pahala shalat jama’ah tetap didapat oleh ma’mum tanpa berkurang.

Sama halnya dengan jihad besama Sulthan yang fajir, kefujurannya merugikan dirinya sedangkan kemaslahatan jihad melumpuhkan musuh da’wah adalah untuk umum.

Karena itu, fuqaha membuat kategorisasi antara kebaikan yang terbatas (al khairul qashir) dengan kebaikan yang berdampak luas (al khairul muta’addi). Dalam konteks kemaslahatan umum yang luas “al khairul muta’addi” yang harus lebih dipertimbangkan, sedangkan “al khairul qashir” kalau ada ya tentu lebih baik dan memperelok. Jika tidak terpenuhi kedua-duanya, kebaikan pribadi mungkin bisa diupayakan/didorong dengan perjalanan waktu bahkan bisa ditoleransi. Tidak demikian halnya dengan yang bedapak umum, kepositipan atau kenegatipan, bukan perkara yang bisa ditoleransi dan diserahkan kepada proses waktu.

8. Dalam menapaki “al jihadu sabiluna” menuju “Allahu ghayatuna”, ada keharusan selalu memadukannya dengan do’a, sebaliknya do’a harus berpadu upaya. Di sector siyasah maka jihad siyasi yang kita tempuh dengan sabar punya target idaratul daulah.

Memang ada kesamaan dengan kekuatan politik lain, tapi kita wajib memastikan bahwa jihad siyasi ini berbeda. Sebagaimana araahan Kitabullah SWT:
Assajdah: 24

Ayat ini menegaskan bahwa imam adalah sulthan, sulthan adalah imam.

Keteladanan sebagai imam dalam hal bersih peduli dan professional, kita bina dengan segala kesabaran, untuk mampu membawa masyarakat pada kehidupan yang yang berjalan menurut guidance Allah, sehingga Allah ridha kepada kita dan kitapun ridha kepadaNya.

رَبَّÙ†َا Ù‡َبْ Ù„َÙ†َا Ù…ِÙ†ْ Ø£َزْÙˆَاجِÙ†َا ÙˆَØ°ُرِّÙŠَّاتِÙ†َا Ù‚ُرَّØ©َ Ø£َعْÙŠُÙ†ٍ ÙˆَاجْعَÙ„ْÙ†َا Ù„ِÙ„ْÙ…ُتَّÙ‚ِينَ Ø¥ِÙ…َاماً


Sumber: www.PK-Sejahtera.org

7 Kaidah Memilih Pemimpin Nasional

KAIDAH-1:
“Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang punya mata hati” (QS:Al Hasyr: 2)

Kegagalan moral orang Yahudi dalam perjanjiannya dengan Rasulullah SAW telah membawa pada kekalahan mereka di hadapan tentara Islam. Tapi karena mereka tidak ingin meninggalkan aset-aset yang akan menjadi rampasan tentara Muslim, maka mereka menggunakan jurus mabuk menghancurkan asset-aset itu dengan tangan mereka sendiri. Adalah merupakan sunnatullah dalam perjuangan, bahwa jika terjadi kegagalan moral yang tidak diperbaiki, maka cepat atau lambat akan membawa kepada kegagalan perjuangan itu sendiri. Karena sejatinya kemenangan itu adalah kemenangan moral dan pertolongan Allah hanya akan diberikan kepada pejuang yang berakhlaq, berintegritas dan berkarakter.

Menyimak pengalaman bangsa Indonesia selama kekuasaan rezim orde baru dengan kroni-kroninya merupakan bom waktu yang tidak tertahankan lagi sehingga melahirkan gerakan reformasi 1998. Pengalaman pahit ini harus dijadikan ‘ibrah supaya kita tidak terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya, sebagaimana pesan Rasulullah SAW: ”Orang beriman tidak terperosok ke dalam lubang biawak untuk kedua kalinya”. (HR Bukhari-Muslim)

KAIDAH-2:
“Apa yang tidak tercapai seluruhnya jangan ditinggalkan seluruhnya” (Kaidah Fiqhiyah)

Bersatunya parpol-parpol Islam menjadi harapan umat yang diserukan banyak pihak sekalipun belum terwujud secara ideal. Namun demikian, meskipun dalam bentuk lain dan bersifat tidak langsung, saat ini keempat parpol Islam telah bersatu dalam mendukung pasangan SBY-Budiono. Semangat persatuan parpol-parpol Islam masih kokoh. Jika harapan ummat belum bisa dicapai sepenuhnya, kita tidak boleh meninggalkan seluruh parpol Islam tersebut dalam pilpres ini. Sesuai kaidah ulama ”apa yang tidak tercapai seluruhnya jangan ditinggalkan sama sekali”. Terutama parpol-parpol Islam tersebut telah membentuk suatu koalisi antar kekuatan reformis. Suatu format ikatan antar partai-partai Islam itu jauh lebih baik dari koalisi lain. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan taujih:

Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian saling hasad, saling menipu dalam jual beli, saling membenci, saling berpaling. Janganlah kalian menjual jualan orang lain dan jadilah kalian bersaudara. Setiap muslim adalah bersaudara. Jangan menzalimi, jangan membiarkan, jangan menghina, jangan meremehkan. Ketaqwaan adalah disini (menunjuk ke dadanya tiga kali). Cukuplah salah seorang berdosa jika meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR Muslim)

KAIDAH-3:
“Kebaikan yang berdampak luas lebih dipertimbangkan” (Kaidah Fiqhiyah)

Kebebasan dakwah yang merupakan anugerah Allah pada masa kepemimpinan SBY sangat dirasakan oleh umat Islam. Ini merupakan modal besar dan kebaikan yang berdampak positif secara luas. Hal ini harus lebih dipertimbangkan sebagai skala prioritas dalam menentukan pilihan kemaslahatan termasuk kepemimpinan publik, jika dibandingkan dengan kebaikan-kebaikan yang bersifat terbatas dan individual. Oleh karena itu kemaslahatan yang seperti ini harus dikelola lebih baik dalam rangka meningkatkan capaian-capaian dakwah yang lebih besar.

KAIDAH-4:
“Menghindari perdebatan yang tidak produktif”

Memperjuangkan kesejahteraan rakyat harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Dan capaian-capaian yang sudah ada merupakan dasar pertimbangan yang lebih logis dan realistis dibanding dengan wacana yang masih diperdebatkan. Dalam kaitan ini paket kebijakan pro-rakyat yang telah berjalan selama ini, seperti BLT, BOS, PNPM, KUR, Jamkesmas, swasembada beras dan lahirnya Undang-Undang Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syari’ah serta Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN/Sukuk) merupakan bukti keberpihakan kepada rakyat yang harus didukung dan ditingkatkan. Pesan Islam dalam hal ini adalah menghindari terlibat dalam wacana yang tidak produktif.

KAIDAH-5:
“Dan bermusyawalah dengan mereka dalam urusan (penting), lalu apabila kamu telah berketetapan hati maka bertawakalah kepada Allah…” (Ali Imran : 159)

Agama memerintahkan untuk memilih pemimpin yang beriman, amanah serta kapabel. Mengenai amanah dan kapabilitas harus dikaji secara obyektif dan mendalam. Ketentuan syariah dalam berorganisasi memerintahkan agar memusyawarahkan setiap keputusan yang bersifat strategis, seperti memilih pemimpin yang diyakini paling maslahat, lebih amanah dan kapabel. Bagi anggota organisasi wajib -menurut agama dan logika mengikuti hasil musyawarah dari lembaga yang memiliki otoritas syura di organisasinya. Dalam hal ini parpol-parpol Islam secara organisatoris telah memutuskan mendukung SBY-Budiono dalam Pilpres 2009.

Dalam etika dan disiplin berorganisasi petunjuk Al Qur’an menegaskan:
“Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka Itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nur : 62)

KAIDAH-6:
“Tidak merugi orang yang istikharah, tidak menyesal orang yang musyawarah dan tidak kesulitan orang yang hemat”. (Hadits Riwayat Imam Thabrani)

Bagi setiap muslim yang tidak dalam ikatan disiplin suatu organisasi, tetap saja harus mempertimbangkan mana pasangan yang lebih maslahat. Caranya bisa dengan kemampuan analisis individual, bisa dengan bertanya kepada yang lebih faham atau meminta masukan, dan sebagai upaya untuk memperkuat dan memantapkan pilihan dianjurkan untuk “istikharah” bertanya/minta petunjuk kepada Allah SWT. Bila proses ini ditempuh, maka keputusan dan pilihan apapun yang diambil insya Allah berpahala dan harus dihormati. “Tidak merugi orang yang istikharah, tidak menyesal orang yang musyawarah, dan tidak kesulitan orang yang hemat”. Jika terjadi perbedaan pilihan maka itu merupakan lahan untuk saling toleransi bahkan untuk “fastabiqul khairat”.

KAIDAH-7:
“Wahai orang-orang yang beriman tunaikanlah semua akad” (QS Al Maidah: 1)

Dalam konteks PKS, atas perintah Majelis Syura XI, pimpinan PKS telah mengajukan piagam kerjasama koalisi dan kontrak politik 10 agenda nasional, 8 agenda regional internasional. Inti kontrak politik tersebut adalah keberpihakan dan kepedulian pada kepentingan rakyat, kedaulatan sosial budaya, politik, ekonomi (pangan dan energi) serta pembelaan terhadap warga negara dan bangsa yang terzalimi. Alhamdulillah, pihak PD/SBY telah menandatangani dan siap berkomitmen dengan Piagam dan Kontrak Politik tersebut. Itu merupakan akad antara PKS-PD/SBY yang wajib ditunaikan oleh para pihak, sebagaimana perintah Al Quran di atas. Bagi anggota dan pimpinan PKS wajib sungguh-sunguh serta dengan kuat memperjuangkannya.


Jakarta, 9 Jumadil Tsani 1430 H/ 3 Juni 2009 M

DEWAN SYARI’AH PUSAT
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

KH. DR. SURAHMAN HIDAYAT, MA
KETUA


Sumber: www.PK-Sejahtera.org

Bayanat Nomor: 01/B/K/DPP-PKS/VI/1430 Tentang Pilpres 2009

1. Sidang Majelis Syuro PKS ke XI pada tanggal 25-26 April 2009 memutuskan:
a. Untuk berkoalisi dengan SBY dan Partai Demokrat dalam Pilpres 2009, APABILA kontrak politik dapat disepakati bersama
b. PKS Memperjuangkan Cawapres dari Internal dalam amplop tertutup, namun cawapres bukanlah merupakan syarat koalisi.
c. Jika syarat minimal koalisi (termasuk kerjasama berbasis platform dalam kabinet dan parlemen) tidak dipenuhi secara proporsional maka DPTP berhak mengambil kebijakan sesuai dengan kemaslahatan dakwah,umat, bangsa, dan Negara.

2. Kesalahpahaman sebelumnya terjadi karena tersumbatnya komunikasi dengan SBY paska pemberitahuan bahwa SBY memilih Boediono sebagai Cawapres. Sementara kita mengusulkan adanya keterwakilan umat.

3. Hasil pertemuan PKS dengan SBY pada tanggal 15 Mei 2009 di Bandung telah diklarifikasinya isu-isu seputar Boediono dan disepakatinya kontrak politik dengan SBY dan Partai Demokrat. Kontrak Politik berlandaskan platform terlampir.

4. Terkait pribadi Prof. Boediono, beliau adalah seorang muslim dan tidak berpandangan Neolib, bahkan Undang-Undang Perbankan Syari’ah dan Undang-undang Sukuk (Obligasi Syari’ah) digulirkan semasa ybs menjabat Menko Ekuin.

5. Atas dasar keputusan Majelis Syuro PKS ke XI, dan tercapainya kesepakatan dengan SBY dan PD, maka diwajibkan kepada seluruh kader memperjuangkan kemenangan pasangan SBY-Boediono untuk kemaslahatan dakwah,ummat, bangsa, dan Negara.


Jakarta, 1 Jumadil Akhir 1430 H
25 Mei 2009 M

PRESIDEN
IR. TIFATUL SEMBIRING


Sumber: www.PK-Sejahtera.org

01 June 2009

[Flash Fiction] Berkumpul di Dunia, (berharap) Berkumpul (pula) di Surga...

Matahari sudah condong ke arah barat, menuju peraduannya. Sore hari yang cerah. Dua orang lelaki-perempuan sedang duduk di bangku kayu dengan meja yang terbuat dari kayu pula. Abang penjual batagor sibuk menyiapkan pesanan mereka. Jalanan lenggang menuju komplek perumahan, sejuk dinaungi pohon-pohon palem yang tinggi dan rimbun.

Lelaki yang duduk di hadapan sang perempuan itu berkata, "Dik, orang yang makrifat kepada Allah akan mengakui, bahwa dirinya tidak akan mampu untuk mencakup seluruh pujian untuk ia sampaikan kepada-Nya. Dan sesungguhnya Dia jauh di atas segala pujian yang dipanjatkan oleh para pemuji-Nya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair:

     Tak akan sampai orang yang memuja-Mu
     Sebab yang ada dalam diri-Mu terlalu agung
     Semua puja hanya milik-Mu tak ada awal tak ada akhir
     Allah lebih mengetahui bagaimana cara memuji-Nya (Madarij as-salikin)

Tukang batagor meletakkan dua piring berisi bakso tahu goreng dihadapan mereka, "silakan", ia tersenyum.

"Makasih bang", sahut si lelaki sembari membalas senyum.

Sang perempuan mengambil saos, melumuri batagornya dengan bumbu pedas berwarna merah itu. Ia mengambilkan pula sendok dan garpu buat si lelaki, yang sepertinya adalah suaminya.

Keadaan tenang kembali, si perempuan kembali menatap lelaki di hadapannya.

"Tahukah kamu dik, kamu adalah karunia yang sangat berlebihan buat mas", sang lelaki menghela nafas, "mas ga tahu, dengan bagaimana lagi harus bersyukur kepada Allah karena telah memilihkan kamu buat diriku."

"Maaf mas, minumnya apa ya?" penjual batagor menyela pembicaraan, sambil tersenyum.

"Saya es teh manis mas, klo adik apa?" alihnya ke depannya.

"Sama, es teh manis juga pa," jawab si perempuan menoleh kepada sang penjual.

"Hufff..." sang perempuan menghela nafas panjang.

"Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan dirimu dengan diriku di dunia ini," kata si lelaki sambil menggenggam tangan si perempuan, "semoga nanti kita kan berkumpul pula di taman-taman surga-Nya ya" si lelaki tersenyum, matanya berbinar terang.

"Amiiiin," jawab si wanita, tersenyum malu.

"Maaf, ini mas minumannya," si abang tukang batagor menyodorkan dua gelas es teh manis, lengkap dengan sedotannya, sambil meringis, tersenyum.

Sore hari yang cerah, sore hari yang indah.



---000---

Kota Tepian, 1 Juni 2009
Syamsul Arifin
*Ide Cerita: Buku Asma-ul Husna, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah