24 March 2010

[flash fiction] Sepatu Balet

Amy menginginkan sepatu balet baru. Punyanya yang lama sudah mulai usang, tidak enak dirasa ketika ia harus melakukan manuver atau gaya menari baru yang sedang ia pelajari di sanggar tari baletnya saat ini.

Menari membuat Amy melepaskan semua beban yang ia sendiri tidak mengerti. Kegaduhan di rumah. Teriakan mama, makian papa, lalu mereka berdua berpisah, papa pergi lagi setelah hanya mampir sebentar, atau tangisan mama yang terus bertahan sampai pagi menjelang.

Sebentar lagi hari ulang tahun Amy, seisi rumah tahu bahwa Amy menginginkan sepatu balet baru untuk hadiah ulang tahunnya. Ketika sarapan ia bercerita kepada semua yang hadir di meja makan. Ketika dijemput mama di sekolah, ia pun menceritakan hal itu juga. Mba Wati, pembantu di rumah, juga tahu kalau Amy menginginkan sepatu balet warna ungu sebagai hadiah ulang tahunnya tiga hari lagi.

Papa semakin jarang pulang. Mama seakan tidak peduli. Ia tahu ada yang tidak beres diantara mereka berdua, tapi ia masih terlalu kecil untuk bisa mengerti semuanya.

Cerai! Kata itu yang ia dengar dari bisikan pembantunya di rumah. Kosakata yang belum pernah ia dapatkan di sekolah. Tapi sepertinya bukan pertanda yang bagus.

Sebuah bingkisan kotak tergeletak di rumah, Amy menemukannya selepas pulang sekolah. Dari Papa! Asyik, ternyata ia tidak lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dibukanya bingkisan kotak itu, sebuah sepatu balet berwarna ungu, persis seperti yang ia mau. Dipeluknya erat sepatu itu, baunya masih harum, lembut.

Ada secarik kertas di kotak itu, dibacanya pelan dalam hati,

“Amy sayang, selamat ulang tahun ke-enam ya bidadari kecil papa. Sepatu balet ini adalah kado buat kamu. Semoga kamu senang.”

Papa tidak pernah pulang ke rumah lagi sudah sejak lama. Semenjak kata cerai yang dulu Amy dengar dari pembantunya. Amy suka sepatu balet barunya, tapi ada sesuatu yang hilang dalam kehidupannya, yang ia sendiri bahkan belum tahu apa.

 

---000---

Selat Makasar, 24 Maret 2010
Syamsul Arifin

Shall we dance in the middle of the rain..?

20 March 2010

When was your last time doing “your first experience”?

Kapan terakhir kalinya anda melakukan suatu hal yang baru pertama kali anda lakukan?

Mencoba sesuatu hal yang baru, melakukan hal yang baru pertama kali dikerjakan, pengalaman pertama, terasa berbeda. Terlepas dari hal yang kecil ataupun besar.

Pertama kalinya makan pizza, pertama kalinya naik pesawat, pertama kalinya naik roller coster, pertama kalinya naik bus way, pertama kalinya masuk warnet, dst…

Menyenangkan bukan? Sensasinya berbeda.

Dibutuhkan (sedikit-banyak) keberanian, ke-nekad-an, rasa penasaran, keingintahuan, jiwa petualangan. Cobalah, langkahkan kakimu keluar dari rutinitas melakukan hal-hal yang sama terus-menerus. Atau setidaknya, lakukan hal yang sama, dengan cara yang berbeda.



---000---

Selat Makasar, 20 Maret 2010
Syamsul Arifin
*yesterday was my first experience entering confined space

13 March 2010

Apakah Kita Benar-benar Mencintai Nabi?

Beberapa waktu lalu, 26 Februari 2010, kalender nasional Indonesia berwarna merah, menandakan hari libur nasional, bertepatan dengan hari Maulid Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul awal tahun hijriyah. Di berbagai tempat, digelar berbagai macam kegiatan, umumnya adalah ceramah, pengajian, atau tabligh akbar.

Terlepas dari kontroversi tentang perayaan maulid Nabi. Mencintai Nabi Muhammad SAW adalah sebuah keharusan bagi setiap orang yang mengaku beriman.

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Nabi saw. bersabda: Seorang hamba (dalam hadis Abdul Warits, seorang laki-laki) tidak beriman sebelum aku lebih dicintainya dari keluarganya, hartanya dan semua orang. (Shahih Muslim)

Kita berkewajiban untuk lebih mencintai Rasulullah SAW ketimbang mencintai keluarga, anak, orang-tua dan semua manusia.

Namun tidak jarang, orang-orang yang mengaku mencintai Nabi, ternyata malah jauh dari sosok orang yang mereka cintai. Datang maulid Nabi, tapi tidak melaksanakan shalat lima waktu, apalagi dengan bentuk berjamaah sebagaimana beliau menekankan. Mengaku mencintai Nabi, tapi tidak mencerminkan akhlak-akhlak dan perilaku yang beliau perankan. Mengaku cinta, padahal hanya sebatas lip service dan kepura-puraan belaka, ceremonial saja! Naudzubillah, semoga kita dijauhkan dari sifat yang demikian *amin

Menurut saya pribadi, bentuk kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad SAW haruslah tercermin dari dua hal: mempelajari sunnahnya dan mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Jauh sudah jarak antara kita dengan sang kekasih Muhammad SAW. Namun kita masih bisa tetap terhubung dengan beliau melalui goresan tinta para ulama, di dalam buku pelajaran, sirah/sejarah, catatan hadits, dst.

Pertanyaannya adalah, sudah seberapa banyak kita mempelajari sunnah Nabi, mengenal kehidupannya, membaca perkataan, perbuatan, perintah dan larangannya.

Parameternya sederhana saja, sudah berapa banyak bahan bacaan tentang sunnah di rumah kita? Apakah ada buku tentang sejarah Nabi? Apakah ada kitab tentang hadits-hadits? Seberapa banyak jika dibandingkan dengan bahan bacaan umum lainnya? Tentunya bukan hanya dimiliki, tapi dibaca, dipelajari, ditelaah dan direnungkan dalam hati.

Point selanjutnya yaitu pengamalan terhadap sunnah Nabi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Sunnah Nabi itu sangatlah luas, bukan hanya sebentuk ibadah saja seperti shalat maupun puasa tambahan di luar yang telah diwajibkan, tapi juga sunnah Nabi dalam bentuk muamalah.

Sudahkah kita bermuka ceria ketika bertemu sahabat/saudara kita? Mendahulukan yang kanan dalam segala hal (semisal memakai sepatu, makan dengan mempergunakan tangan kanan, dll)? Bahkan menjalankan anjuran-anjurannya semisal berbuat baik kepada orangtua, mencintai anak yatim, dan lain sebagainya.

Mari kita buat list, dalam satu hari, ada berapa banyak tindak-tanduk kita yang merupakan cerminan perbuatan Rasulullah SAW? Apakah banyak, sedikit, atau bahkan tidak ada sama sekali?

Pengamalan tentu membutuhkan ilmu. Amal yang tanpa ilmu hanya akan mendatangkan kesia-siaan, lebih banyak salahnya ketimbang benarnya, lebih banyak ngasalnya ketimbang ketepatan amal yang memang mencontoh Rasulullah. Alih-alih mendatangkan manfaat/kebaikan bagi pelakunya, dia malah akan membawa lebih banyak keburukan/mudharat.

Kecintaan kita pada Rasulullah SAW di masa ini tercermin dari dua hal itu: seberapa besar kita mempelajari sunnah, dan seberapa banyak kita mengamalkannya.

Tidak perlu banyak bicara, buktikan saja cintamu kepada Rasulullah dengan ketekunan mempelajari agama kita, dan keistiqomahan diri dalam mengamalkan kebaikan yang dicontohkan.



---000---

Balikpapan, 13 Maret 2010
Syamsul Arifin

04 March 2010

Enjoying the Moment

Enjoying the moment berarti menikmati apa yang ada saat ini. Menjalani apa yang sekarang dipunyai dengan sepenuh hati. Bisa juga bermakna tidak perlu mencari-cari apa yang tidak tersedia, nikmati saja apa yang ada.

 

Enjoying the moment akan mengantar jiwa pada kegembiraan. Menjauhkan hati dari perasaan terpojok, negatif, sedih, ataupun kecewa.

 

Dengan enjoying the moment, kita menjadi lebih mudah menemukan sudut-sudut yang bertaburan keceriaan, dimanapun kita berada, di ujung langit maupun di sisi laut, di tengah terik maupun di dingin malam.

 

Enjoying the moment akan menjaga bibir kita tetap dihiasi senyuman, mengusir jauh-jauh kemurungan, menghantarkan ketegaran. Berjalan dengan tatapan tegak. Lepas, tanpa beban.

 

So, lets just enjoying the moment!

 

 

 

---000---

 

Selat Makasar, 4 Maret 2010

Syamsul Arifin

 

*dah lama ngga coret2 MP ^_^v *picture were taken from here (its wrote there "Enjoy, no time like the present")