31 July 2011

Lomba Puisi Ramadhan Kompas Forum

Kirimkan

Karya Puisi Anda

Dalam Lomba Puisi Ramadhan

Kompas Forum

Raih kesempatan memenangkan hadiah

iPod Nano 8GB, iPod Shuffle 2GB, Handphone HT Mobile M18, 
10 unit kartu Kompas-Flazz

Lihat SYARAT & KETENTUAN Lomba di sini!

http://forum.kompas.com

18 July 2011

Anak-Anak Shalat (Berisik) di Masjid

BAGAIMANA HUKUM MENGAJAK ANAK-ANAK KE MASJID

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang membawa anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah. Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya. Bagaimana hukumnya hal tersebut? Apa nasihat Syaikh kepada orang tua anak-anak tersebut ?

Jawaban
Menurut hemat saya, membawa anak-anak yang akan mengganggu jama’ah shalat tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti jama’ah yang sedang menunaikan kewajiban dari Allah. Nabi Shallallahu ‘alaiahi was sallam pernah mendengar beberapa sahabat yang sedang shalat, bersuara keras dalam qiro’ah maka beliau bersabda.

“Artinya : Janganlah sebagian kalian bersuara melebihi orang lain dalam membaca ayat”

Dalam hadits lain, “Janganlah sebagian kalian mengganggu lainnya”.

Jadi, segala sesuatu yang dapat mengganggu jama’ah shalat tidak boleh dilakukan oleh siapapun

Nasihat saya kepada orang tua, sebaiknya tidak menyertakan anak-anak ke masjid, hendaklah mereka berpegang pada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Perintahkanlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sewaktu berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya sewaktu umur sepuluh tahun”.

Demikian juga saya pesan kepada pengurus masjid agar berlapang dada dan tidak menghalangi anak-anak datang ke masjid sepanjang diperbolehkan oleh syari’at. Dan tidak mengusir mereka dari tempatnya, karena siapa saja yang lebih dahulu mengambil tempat, maka dialah yang paling berhak mendapatkannya, baik anak-anak atau orang dewasa. Karena itu, mengusir anak-anak dari tempat shalat mereka mengandung unsur.

[1]. Perampasan hak, karena siapapun yang mendahului orang lain dari kalangan muslimin, maka dia orang yang paling berhak meraihnya.
[2]. Menyebabkan trauma pada anak untuk kembali mendatangi masjid.
[3]. Akan menanamkan rasa dengki anak terhadap orang yang mengusirnya dari tempatnya semula.
[4]. Anak-anak akan berkumpul menjadi satu, sehingga terjadilah permainan di antara mereka dan menyebabkan gangguan terhadap jama’ah yang sebenarnya hal itu tidak akan terjadi manakala anak-anak berbaris dalam shaf orang-orang dewasa.

Adapun pendapat yang disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa anak kecil boleh dipindahkan dari tempatnya semula sehingga berada di ujung shaf atau di shaf paling akhir, dengan dalil bahwa Nabi pernah bersabda.

“Artinya : Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”

Adalah pendapat marjuh (lemah) yang bertentangan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain.

“Artinya : Barangsiapa lebih dulu mendapatkan sesuatu yang belum ada seorangpun yang mendahuluinya maka dialah orang yang paling berhak mendapatkkannya”

Dan istidlal (penggunaan dalil) mereka dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaknya berada didekatku, orang-orang dewasa dan berakal”, dalam masalah ini tidak tepat.

Karena kandungan hadits ini adalah anjuran kepada orang-orang dewasa dan berakal agar maju mendekati Nabi. Mereka adalah orang-orang yang lebih faham terhadap seluk beluk shalat daripada anak kecil. Dan lebih kuat pengetahuannya terhadap apa-apa yang dilihat atau didengar dari Nabi. Beliau tidak mengatakan : “Tidak boleh berada diekatku kecuali orang dewasa lagi berakal”.

Seandainya beliau mengucapkan kalimat seperti itu, tentu pendapat yang membolehkan pemindahan anak-anak dari barisan depan dapat diterima. Tetapi redaksi hadits ini berisi perintah bagi orang-orang dewasa dan berakal untuk mencari shaf-shaf awal agar berada di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa Islamiyah 2/8]

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]



Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh
Pak Ustadz yang bijaksana. Saya sebagai orang tua selalu mengajak anak saya (usia 1,5 tahun) untuk shalat berjamaah di Masjid, sebagaimana Rasul mengajarkan didiklah anak sedini mungkin untuk mencintai masjid, memang anak saya dimasjid nggak bisa diam, lari-larian, ketewa-tawa, bahkan suka bernasyid didepan imam shalat biarpun nggak jelas suaranya, alhamdulillah dia senang setiap kali saya mau berangkat shalat tanpa diajak selalu ikut serta kalau ditinggal malah nangis. 
Belakangan ini ada beberapa orang tua yang mulai nggak suka dengan kehadiran anak saya shalat di masjid, katanya mengganggu, shalatnya jadi nggak khusu dan melalui perantara orang lain untuk bilang kepada saya supaya anaknya jangan dibawa/diajak dulu ke masjid.
Bagaimana seharusnya sikap saya terhadap masalah ini ?
Wassalamu’alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Jawaban dari Ustadz di www.syariahonline.com adalah sebagai berikut:

‘Alaikumussalam warahmatullohi wabarakatuh.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Mendidik anak secara langsung dengan praktek adalah cara pengajaran yang bagus sekali. Sebab dengan cara itu, anak menjadi mudah memahami dan mengalami langsung bagaimana caranya sebuah ibadah itu dilaksanakan. Jadi Anda sudah benar bila membawa andak Anda ke masjid. Bahkan dengan cara itu Anda telah melakukan penanaman anak Anda untuk cinta masjid. Bukankah diantara 7 orang yang akan dinaungi Allah SWT pada hari kiamat itu adalah orang yang hatinya bergelantungan/ terpaut pada masjid? 

Tapi disisi lain, Anda pun punya kewajiban untuk menjaga kehormatan masjid serta menjaga ketenangan dan kekhusyuan shalat jamaah yang ada. Maka bila anak Anda punya kebiasaan berlari-lari kesana kemari, apalagi berisik, bernyanyi dan bernasyid hingga mengganggu orang lain yang inign shalat jamaah, maka Anda sudah berdosa. Sebab kehadiran Anda itu disatu sisi memang baik untuk mendidik anak shalat jamaah di masjid, tapi di sisi lain Anda telah mengganggu konsentrasi sekian banyak jamaah shalat. Padahal masjid itu adalah tempat untuk shalat yang khusyu, tidak seseorang melakukan keributan di dalamnya atau menghasilkan sesuatu yang meributkan.

Jadi bagaimana jalan tengahnya?

Mudah saja. Pastikan dahulu bahwa kehadiran anak Anda itu memang tidak mengganggu ketenangan masjid. Bila dia mau mengerti dan menjamin tidak akan berlari kesana kemari atau ribut, maka bolehlah sekali waktu Anda test. Bila dia memenuhi janjinya, maka dia boleh ikut lagi. Tapi bila masih tidak mengerti, maka kelihatannya belum saatnya Anda lakukan hal itu kepada anak yang masih belum terlalu mengerti aturan.

Tunggu dan bersabarlah beberapa saat lagi hingga anak Anda cukup besar untuk bisa diajarkan bagaimana cara shalat jamaah yang tertib dan teratur. Sementara ini, ajarilah dia shalat di rumah Anda sendiri secara gerakannya. Nanti bila dia sudah menguasainya dengan baik dan benar, barulah buah hati Anda itu Anda kenalkan dengan lingkungan yang lebih luas yaitu ke masjid. Dengan cara itu, judul pelajaran yang Anda sampaikan bukan lagi bagaimana caranya shalat, tapi bagaimana adab dan sopan santun masuk ke rumah Allah SWT dan melakukan shalat jamaah di dalamnya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sumber: http://syariahonline.com/pencarian.p...642&key=masjid


Hukum Sholat Berjamaah di Masjid dengan Membawa Anak

Assalaamu'alaikum,

Ustadz, di masjid di lingkungan tempat tinggal saya yang baru, terutama saat sholat Maghrib dan Isya banyak sekali anak-anak yang ikut orang tuanya sholat berjamaah. Beberapa anak bahkan datang tanpa orang tua. Persoalan terjadi ketika sholat berjamaah dimulai keberadaan anak-anak tersebut dirasakan mengganggu jamaah. Ada yang berteriak-teriak atau saling berbicara dengan suara keras sampai suara imam tak terdengar. Ada pula yang berlari-lari ke sana ke mari melintasi tempat sujud jamaah. Dan yang lebih memprihatinkan tidak ada tindakan apapun dari orang tua ataupun pengurus masjid. Pernah ada yang bertanya tentang hal tersebut ke salah satu orang tua, mereka beralasan bahwa hal tersebut untuk mendidik anak-anak mereka supaya sejak dini mengenal masjid, ini dianalogikan dengan kisah cucu Rasulullah Hasan-Husein kita ikut sholat dengan Nabi.

Sebenarnya bagaimana hukum dan etika sholat berjamaah di masjid dengan membawa anak. Apakah diperbolehkan atau tidak? Jika boleh bagaimana batasannya sehingga tidak menimbulkan kemudharatan. Jazakumullahu khairan katsiro

Wassalaamu'alikum

Nur Cholis

Jawaban:

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Al-hamdulillah, wash-shalatu wassalamu 'ala rasulillah, wa ba'du

Memang ada anjuran atau perintah dari Rasulullah SAW untuk memerintahkan anak-anak shalat sejak usia 7 tahun. Dan pada usia 10 tahun bila anak itu masih belum mau shalat, boleh dipukul. Tentu dengan pukulan yang tidak mencederai, hanya sekedar lebih tegas dalam memerintahkannya untuk shalat.

Dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perintahkan anak-anakmu untuk shalat pada usia 7 tahun. Dan pukullah pada usia 10 tahun. Dan pisahkan mereka (anak laki dan perempuan) pada tempat tidurnya." (HR Abu Daud)

Kalau kita mengacu kepada hadits tersebut, maka kita bisa mengambil pelajaran, bahwa mengajak anak kecil ke masjid itu secara terprogram sebenarnya efektif mulai usia 7 tahun. Disinilah rupanya rahasia mengapa baru pada usia 7 tahun ada anjuran kepada anak untuk shalat. Ternyata memang sulit untuk mengatur agar anak-anak itu tertib di dalam masjid, bila usianya masih terlalu belia. Memang terkadang ada anak batila yang bisa dengan mudah diatur atau diarahkan. Namun umumnya balita memang belum sampai pada usia yang matang untuk dibuat disiplin atas hal-hal seperti ini.

Sedangkan anak-anak usia 7 sampai 10 tahun rasanya sudah mulai bisa diarahkan dengan baik. Tentu saja pengarahan itu bukan semata-mata saat sedang shalat. Namun harus masuk juga dalam kurikulum pelajaran shalat. Yaitu adab dan sopan santun di dalam masjid. Diantaranya tidak boleh melewat di depan orang shalat, tidak boleh berisik, atau mengganggu orang lain yang sedang shalat. Dan hal-hal lainnya yang bukan saja tentang gerakan shalat saja, melainkan juga terkait dengan materi adab-adab di dalam masjid.

Tapi kalau pelajaran seperti ini diajarkan kepada anak-anak kita yang masih balita, sulit buat mereka untuk mencerapnya, apalagi melaksanakannya. Sebab mereka memang belum mencapai usia tamyiz, yang bisa membuat mereka terfokus dan membedakan mana yang baik dan tidak baik.

Maka kalaulah sesekali anak-anak yang masih balita itu diajak ke masjid, boleh-boleh saja hukumnya. Tapi kalau sampai setiap hari, apalagi sampai mengganggu kekhusyuan shalat berjamaah, sebaiknya dikaji ulang dan dibicarakan dengan sesama jamaah shalat secara baik-baik. Sebab shalat di masjid itu ada adab-adabnya yang juga tidak boleh disepelekan begitu saja.

Kasus Hasan dan Husain itu mungkin bisa dipahami bahwa kejadiannya hanya sesekali. Dan anak kecil yang 'menggangu' shalat beliau SAW itu hanya dua orang saja, yaitu Hasan dan Husain. Tapi kalau jumlahnya sudah sampai 10 orang, tentu saja tidak bisa disamakan begitu saja kasusnya. Sebab yang akan terganggu semua orang.

Jadi bermusyawarahlah dengan para jamaah shalat, terutama ajaklah mereka yang punya anak dan sering diajak ke masjid. Kita harus mengerti bahwa niat mereka baik, namun kita pun tahu bahwa membiarkan saja anak-anak berisik dan mengganggu kekhusyuan orang shalat juga bukan hal yang dibenarkan. Maka buatlah kesepakatan yang tidak memberatkan, juga jangan sampai terjadi salah paham. Selain itu, kalau memungkinkan, adakanlah semacam majelis khusus untuk anak-anak, sehingga di masjid mereka punya guru atau pembimbing yang mengarahkan mereka. Tidak mengapa untuk mengajak remaja masjid setempat berkiprah dalam hal ini. Misalnya dengan mendirikan TPA, dimana salah satu kurikulumnya tentang masalah adab-adab di masjid.

Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.

http://www.eramuslim.com/ks/us/5b/21991,1,v.html

01 July 2011

Isra Mi’raj

Kemarin sore, 30 Juni 2011, ada DR Daud Rasyid ngisi pengajian bada pulang kerja. Masih bertema peristiwa Isra Mi’raj. Sedikit resume materinya:

Isra Mi’raj mendidik akal untuk tunduk kepada wahyu. Kita harus mengurutkan wahyu di atas akal sebagai sumber referensi kebenaran. Jangan kebalik, nanti jadinya seperti orang-orang (Islam) Liberal.

Di hadits Bukhari dijelaskan kejadian Isra Mi’raj dalam cerita yang panjang. Cerita ini bukan sekedar kata si anu-cerita si fulan. Tapi ini hadits Bukhari, sehingga cerita ini terpercaya.

(yang kita perlu hati-hati adalah ada banyak juga cerita-cerita tambahan peristiwa Isra Mi’raj versi yang belum jelas statusnya, harus diverifikasi keshahihan ceritanya, -sesi tanya-jawab)

Akal memiliki keterbatasan, karenanya ia harus tunduk pada wahyu. Namun hal ini bukan berarti Islam menafikan peran akal. Salah!

Di banyak ayat Quran, justru Allah merangsang manusia agar banyak berfikir, terutama ayat-ayat kauniyah yang ada di alam.

Maka tidakkah kamu berpikir? (QS. Al-Baqarah: 44)

Apakah kamu tidak berpikir? (QS. Ali-'Imraan: 65)

Semakin pintar seseorang, sepatutnya menjadikan dia semakin beriman, karena Islam adalah agama yang logis.

Surah Al Israa' diawali dengan kata "Subhana", yang menandakan bahwa hal tersebut merupakan peristiwa yang dahsyat.

Sangatlah mudah bagi Allah untuk memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke langit ketujuh.

 

 

---000---

Balikpapan, 1 Juli 2011
Syamsul Arifin
Gambar diambil dari: sini