27 May 2013

Don't Be Stupid

I always believe that people are born equal. Some people are granted by born from a good parent and at a good condition, others don't.

As we grew old, the ability to diferentiate what's wrong and what's right should also grew.

However, in some people, they kill that ability. Remain childish. Became ignorance. Stay dumb.

What cause it..?

The easiest answer is that the people have distance with God.

We have a soul, a heart, that enable us to feel and contribute on each decision which we took everyday. If this part lost from us, (in my opinion) we are no longer considered as a human. We have no different than an animal. Do what we want-do what we like. A destructive freedom. Hurting-destroying ourself and others.

A soft heart is form by understanding ourself, knowing where we came from (a filty seed), what we need to do, and where will we end up at (heaven or hell).

Putting our head at ground (sujud) will create a humble attitude (that God is the greatest and we are nothing compare to He).

Pray or ask for things, will position us as a servant whom always need God help.

Live is not just at this dimention. (I strongly believe) that we will also live at hereafter dimention. Here is the place where we create good deed and the hereafter is where we receive our payback or reward time.

We can be what ever we want to be. We can have what ever we want to have. We can do what ever we want to do. But do keep in mind, all the thing that you perform, own and spent, will be ask for question. By who and when..? Later, at a judgment day. Where we take the responsibility and accountability for our resource being given at this world by our God.

Live is actually quite simple:
Have a sincere faith/iman (believe in Allah) and proof your faith in words, action and thought.

Be passion with all the trial while also doing a good deed as your soft heart told you to do so.

---000--

Balikpapan, 28 May 2013
Syamsul Arifin

07 May 2013

Sebelum (Wanita) Memutuskan untuk Bekerja

Secara umum, tidak salah seorang wanita bekerja, memiliki karir. Tapi (pendapat pribadi saya) mungkin ada baiknya menanyakan beberapa hal berikut ini sebelum memutuskan serius bekerja diluar rumah.

Apa yang sebetulnya anda cari?

Ketika seorang wanita menikah, membentuk rumah tangga. Apa yang sebetulnya anda cari ketika bekerja?

Apakah pekerjaanmu bisa membuatmu lebih bahagia?
Apa pekerjaanmu memberikan lebih banyak manfaat bagi orang lain, dan keahlianmu itu sangat terbatas di khalayak umum?
Apa ada kebutuhan uang tambahan untuk menutupi keperluan keluarga?
Apa sekedar pelarian dari "kerepotan" mengurus rumah?
Apakah pekerjaan ini hanya untuk mengisi waktu senggang anda saja?

Kalau alasannya kuat, silakan lanjut bekerja.

Kalau alasannya sekedar pelarian dari "kesibukan" mengurus rumah, mungkin perlu dikoreksi, karena kesibukan itu bisa diatasi, dengan mencari pembantu misalnya. Yang dikhawatirkan, ketika seorang wanita memutuskan bekerja, "kerepotan" itu malah dialihkan ke orangtuanya, kasihan, sudah tua aktifitas susah, ditambahin lagi pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habisnya, bukannya harus beristirahat di masa senja.

Jikalah hanya ingin mengisi waktu senggang, bolehlah kalau hanya masih berdua, belum ada tanggungan anak untuk diasuh/dididik.

Apa tujuan anda berkeluarga, hidup di dunia?

Menemukan kembali orientasi hidup dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai, bisa membantu kita menentukan pilihan apakah akan lanjut bekerja atau fokus di rumah saja.

Seperti cerita seorang pakar marketing, ketika dia diminta menaikkan penjualan produksi odol perusahaan. Yang dia lakukan terdengar cukup sederhana. Dia tidak membuat program marketing yang wah, promosi besar-besaran atau yang lainnya. Yang dia lakukan adalah dengan membuat lubang pasta gigi yang diproduksi lebih besar ukurannya, sehingga pemakaian orang-orang lebih banyak -karena akan cepat beli lagi. Akhirnya angka penjualan perusahaan meningkat melebihi target.

Coba tuliskan kira-kira apa tujuan (sebenarnya) anda berkeluarga?
Membina keluarga yang sakinah ma wadah wa rahmah?

Coba tuliskan dengan gambaran yang lebih SMART (Spesifik, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), supaya jelas dan bisa terukur.

Misalnya, ternyata tujuan anda berkeluarga adalah membina keluarga yang harmonis, anak-anak yang baik budi pekertinya, cerdas, dan sehat.
Dan buatlah gambaran kira-kira apa saja yang akan anda lakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Apakah hal tersebut akan tercapai kalau anda bekerja? Jika iya, lanjutkan pekerjaanmu.

Apakah anak-anak akan jadi cerdas (belajar banyak hal), berbudi pekerti baik (baik tutur katanya, tidak hanya nonton tv saja ketika di rumah) jika diasuh nenek atau baby sister?
Apakah makanan mereka jadi lebih teratur, sehat (menyukai sayuran-mengurangi jajanan cemilan, bukan fast food/makanan instan, cukup porsi dan tidak berlebihan, bervariasi)..?
Bisa jadi iya. Maka silakan lanjutkan berkarir diluar rumah.

Namun jika tidak, atau kemungkinan besar tidak akan tercapai, maka mungkin perlu dipertimbangkan pengawasan penuh dari ibunya tentang hal ini.


Note terakhir, pengasuhan keluarga tidak serta merta berada di tanggungan istri, justru suamilah yang bertanggungjawab, tinggal bagaimana kerjasama keduanya untuk mewujudkan target hidup berkeluarga mereka. Dan TIDAK mesti juga seorang wanita yang tidak bekerja di luar rumah, kondisi keluarganya akan lebih sukses/berhasil dibandingkan yang bekerja di luar. Kalau manajemen dan pola asuhnya juga tidak memadai, karena kurang gaul si ibu (yang tidak bekerja itu) dalam mencari tahu ilmu baru, pendekatan yang lebih baik, bisa jadi malah lebih buruk hasil yang didapat. *entahlah.

Kalau mau tahu pandangan syariah tentang hal ini, bisa cek postingan ini

Pandangan Syariah Wanita Bekerja di Luar Rumah

Sumber: http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Kontemporer/WanitaKerja.html

APA SAJA YANG BOLEH DIKERJAKAN WANITA?
DR. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN
Bagaimana hukum wanita bekeria menurut syara'? Maksudnya: bekerja di luar rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh bekerja dan ikut andil dalam produksi, pembangunan, dan kegiatan kemasyarakatan? Ataukah dia harus terus-menerus menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun? Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam memuliakan wanita dan memberikan hak-hak kemanusiaan kepadanya jauh beberapa abad sebelum bangsa Barat mengenalnya. Apakah aktivitas yang ia lakukan itu tidak dapat dianggap sebagai haknya yang akan menjernihkan air mukanya, sekaligus dapat menjaga kehormatannya agar tidak menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan seenaknya
ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?

Mengapa wanita (muslimah) tidak boleh terjun ke kancah kehidupan sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita Barat, untuk menjernihkan kepribadiannya dan memperoleh hak-haknya, agar dapat mengurus dirinya sendiri, dan ikut andil dalam memajukan masyarakat?

Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk dunianya tanpa merugikan agamanya, lepas dari kekolotan orang-orang ekstrem yang tidak menghendaki kaum wanita belajar dan bekerja serta keluar rumah walau ke masjid sekalipun. Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar wanita muslimah lepas bebas dari segala ikatan sehingga menjadi barang murahan di pasar-pasar.

Kami ingin mengetahui hukum syara' yang benar mengenai masalah ini denga tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangkan.

JAWABAN
Wanita adalah manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian dari laki-laki dan laki-laki merupakan bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:

"... sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ..." (Ali Imran: 195}

Manusia merupakan makhluk hidup yang diantara tabiatnya ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak demikian, maka bukanlah dia manusia.

Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji siapa diantara mereka yang paling baik amalannya. 


Oleh karena itu, wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki-laki - dan dengan amal yang lebih baik secara khusus - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)

Siapa pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan yang baik di dunia:

"Barangsiapa yang mengeryakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl: 97}

Selain itu, wanita - sebagaimana biasa dikatakan - juga merupakan separo dari masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergambarkan akan mengabaikan separo anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku dan lumpuh, lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.

Hanya saja tugas wanita yang pertama dan utama yang tidak diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan yang paling besar, yaitu kekayaan yang berupa manusia (sumber daya manusia).

Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:

Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan Jika Anda mempersiapkannya dengan baik Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Diantara aktivitas wanita ialah memelihara rumah tangganya membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya pelayanan seorang wanita terhadap suaminya dinilai sebagai jihad fi sabilillah."

Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya. Selain itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.

Berdasarkan prinsip ini, maka saya katakan bahwa wanita bekerja atau melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau wajib apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda atau diceraikan suaminya, sedangkan tidak ada orang atau keluarga yang menanggung kebutuhan ekonominya, dan dia sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi dirinya dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.

Selain itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita untuk bekerja, seperti membantu suaminya, mengasuh anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil, atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua orang putri seorang syekh yang sudah lanjut usia yang menggembalakan kambing ayahnya, seperti dalam Al-Qur'an surat al-Qashash:

"... Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi (ternak kami) sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)

Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar - yang mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk dimasak, sehingga ia juga sering membawanya di atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.

Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita, seperti dalam mengobati dan merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri, dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus wanita. Maka yang utama adalah wanita bermuamalah dengan sesama wanita, bukan dengan laki-laki.

Sedangkan diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah karena dalam kondisi darurat yang seyogianya dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.

Apabila kita memperbolehkan wanita bekerja, maka wajib diikat dengan beberapa syarat, yaitu:

1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.


2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.


"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )

"... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )

"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)

3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajiban-kewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas utamanya.


========================================================================


Sumber: http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1212018323&=wanita-karir-kerja-di-luar-rumah.htm

Wanita Karir Kerja di Luar Rumah




Assalamu 'alaikum ust yang mulia..
Era globalisasi ini banyak kita temukan wanita karir. yang ingin saya tanyakan, bagaimana jika wanita karir ini sudah menikah? Bukankah wanita harus taat kepada suaminya, wanita tidak boleh keluar rumah tanpa izin dari suaminya dan juga keluar rumah apabila ada keperluan saja.. Bagaimana menanggapinya ya ustaz? Syukran.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya Islam tidak pernah mensyariatkan untuk mengurung wanita di dalam rumah. Tidak seperti yang banyak dipahami orang.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW melarang orang yang melarang wanita mau datang ke masjid.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke Masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dan lafadz ini dari Abu Dawud).
Dari Abdullah Bin Umar dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang perempuan di antara kamu minta izin (untuk berjama’ah di masjid) maka janganlah mencegahnya”. (HR Al-Bukhari dan Muslim, lafadz ini dari Al-Bukhari).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah kaum wanita untuk pergi ke masjid, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.” (HR Abu Dawud).

Padahal di masjid sudah bisa dipastikan banyak orang laki-laki. Dan perjalanan dari rumah ke masjid serta begitu juga kembalinya, pasti akan bertemu dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Bahkan masjid Nabawi di masa Rasulullah SAW tidak ada hijabnya. Tidak seperti masjid kita di zaman sekarang ini yang ada tabir penghalangnya. Di masa kenabian, posisi jamaah laki-laki dan jamaah wanita hanya dipisahkan tempatnya saja.
Shaf laki-laki di bagian depan dan shaf wanita di bagian belakang. Anak kecil yang laki di belakang shaf laki dan anak kecil perempuan berada di sfah terdepan dari shaf perempuan. Dan tidak ada kain, tembok, tanaman atau penghalang apapun di antara barisan laki dan perempuan.
Jadi kalau dikatakan bahwa wanita itu haram keluar rumah, harus lebih banyak dikurung di dalamnya, rasanya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masa Rasulullah SAW dan salafus-shalih. Boleh dibilang mengurung wanita di dalam rumah adalah sebuah perkara bid'ah yang sesat.
Isteri Rasulullah SAW: Khadidjah radhiyallahu anha
Rasulullah SAW punya seorang isteri yang tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti isterinya itu berhenti dari aktifitasnya.
Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu isterinya yang pebisnis kondang.
Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila demikian, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya.
Di sini kita bisa paham bahwa seorang isteri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
Isteri Rasulullah SAW: 'Aisyah radhiyallahu anha
Sepeninggal Khadijah, Rasulullah beristrikan Aisyah radhiyallahu anha, seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di tengah masyarakat tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang isteri tidak menghalanginya dari aktif di tengah masyarakat.
Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut keluar Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah SAW, Aisyah adalah guru dari para shahabat yang memapu memberikan penjelasan dan keterangan tentang ajaran Islam.
Bahkan Aisyah ra. pun tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam peperangan. Sehingga perang itu disebut dengan perang unta (jamal), karena saat itu Aisyah radhiyallahu anha naik seekor unta.
Banyak Pekerjaan Yang Hanya Bisa Ditangani Wanita
Keluar rumahnya seorang wanita untuk bekerja pada hakikatnya memang dibenarkan dalam syariat Islam. Tapi memang tidak semua bentuk pekerjaan boleh dilakukan oleh para wanita. Hukumnya haram kalau wanita yang melakukannya.
Sebaliknya, realitas syariah menetapkan ada juga begitu banyak pekerjaan yang justru haram dilakukan oleh laki-laki. Harus dikerjakan oleh para wanita.
Maka kalau sampai para wanita dilarang mengerjakan pekerjaan yang memang menjadi tugasnya secara syar'i, jelaslah kita telah menjerumuskan umat Islam ke dalam lembah yang diharamkan Allah SWT.
Misalnya tugas membantu para wanita bersalin. Harusnya bukan dokter atau bidan laki-laki. Hukumnya justru haram kalau dokternya laki-laki. Dan sebaliknya, hukumnya fardhu bagi wanita untuk membantu proses persalinan.
Maka sekian juta wanita muslimah wajib keluar rumah untuk menjadi dokter dan para medis di klinik, rumah sakit, lab, dan sejenisnya. Karena ada sekian ratus juta penduduk dengan jenis kelamin wanita. Mereka butuh pelayanan kesehatan yang terkait dengan fisik. Maka hanya para wanita saja yang boleh melayani mereka.
Lebih besar dari itu, Islam mewajibkan para wanita belajar dan bersekolah, bukan hanya sampai tingkat pendidikan wajib 9 tahun, tapi juga sampai posisi yang tertinggi.
Dan untuk itu wajib ada guru yang berjenis kelamin wanita. Karena idealnya, harus ada sekolah khusus untuk para wanita. Dan oleh karena itu dibutuhkan jutaan guru yang berjenis kelamin wanita. Mereka wajib keluar rumah untuk mengajar. Dan para murid yang wanita, juga wajib keluar rumah untuk belajar.
Kalau dikatakan wanita tidak boleh keluar rumah, maka hukumnya bertentangan dengan realitas hukum fiqih yang ada.
Para Pengurung Wanita
Di dunia Islam memang ada sedikit kalangan yang punya kecenderungan ingin mengurung para wanita di dalam rumah. Alasannya karena para wanita sumber fitnah.
Alasan ini ada benarnya, namun pada batas tertentu sebenarnya sudah keterlaluan juga. Benar bahwa begitu banyak fitnah yang terjadi karena para wanita keluar rumah. Tidak ada yang menyangkal kebenaran hal itu. Dan kita pun cukup prihatin dengan berbagai kasus perzianaan yang begitu marak karena kita membiarkan para wanita keluar rumah.
Namun di sisi yang lain, tentu bukan pada tempatnya untuk begitu saja mengurung para wanita di dalam rumah. Sebab wanita bukan binatang peliharaan yang kerjanya hanya sekedar memuaskan nafsu seksual suami. Di sisi lain, wanita juga manusia, yang butuh berinteraksi dengan sesama jenisnya, juga dengan lingkungannya, termasuk dengan alam semesta.
Polemik Keshahihan Hadits: Wanita Adalah Aurat
Ada juga yang melarang wanita dengan menggunakan dalil merupakan hadits Nabi SAW.
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar marfu`an bahwa, "Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya.(HR Tirmizy)
Dari segi matan, hadits ini memang cukup jelas menyebutkan tentang keluarnya wanita akan menjadikan para syetan beristisyraf. Sehingga secara sekilas di dalam kesan bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, maka syetan akan menaikinya dan akan menjadi sumber masalah baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Karena itu banyak ulama yang ingin mengurung wanita di dalam rumah yang menjadikan hadits ini sebagai hadits 'gacoan'. Ke mana-mana yang disebut-sebut adalah hadits ini.
Tapi apakah benar hadits ini 100% shahih tanpa kritik?
Memang kalau Nashiruddin Al-Albani jelas menshahihkan hadits ini. Lihat kitab beliau Silsilah Ahadits Shahihah nomor 2688. Juga terdapat dalam Shahih At-Targhib 246, Shahih Tirmizy 936, Shahih Al-Jami' 6690, Shahih Ibnu Khuzaemah 1685.
Sebab isi hadits ini sejalan dengan pendapatnya yang ingin mengurung para wanita di dalam rumah.
Namun di sisi lain, tidak sedikit dari para ulama hadits banyak yang mempersoalkan kedudukan hadits ini. Alasannya ada beberapa hal, antara lain:
1. Sesungguhnya isnad hadits ini tidak tersambung kepada Rasululah SAW, isnadnya munqathi' (terputus). Karena Hubaib bin Abi Tsabit, salah seorang di antara mata rantai perawinya dikenal sebagai mudallis. Dia tidak mendengar langsung dari Ibnu Umar.
2. Dikatakan hadits ini shahih terdapat dalam Al-Ausath-nya At-Tabrani. Padahal Mu'jam At-Thabrani Al-Awsath bukan kitab sunan. At-Thabarani sendiri tidak meniatkannya sebagai kitab shahih. Beliau justru hanya sekedar mengumpulkan hadits-hadits yang ma'lul (bermasalah). Agar orang-orang tahu kemunkarannya.
Sayangnya, ada orang-orang yang datang kemudian, malah menshahihkan hadits-hadits di dalamnya. Seandainya Imam At-thabarani masih hidup dan tahu apa yang dilakukan orang-orang sekarang ini, pastilah beliau tidak menuliskannya.
3. Imam At-Thabarani pada dasarnya juga tidak meriwayatkan hadits itu di dalam Al-Awsathnya.
4. Dikatakan bahwa Ibnu Khuzaemah juga menshahihkan hadits ini. Padahal perkataan itu tidak lain adalah tadlis. Ibnu Khuzaemah tidak pernah menshahihkan hadits ini. Bahkan beliau menjelaskan 'illatnya. Beliau menuliskan sebuah judul:Babu Ikhtiyari Shalatil Mar'ah fi Baitiha 'ala Shalatiha fil Masjid, in tsabatal hadits.
Kata penutup in tsabatal hadits justru menunjukkan bahwa beliau belum memastikan keshahihan hadits itu.
Dan perdebatan antara para muhaddits tidak ada habisnya tentang keshahihan hadits ini. Sebagian bilang itu hadits shahih tapi yang lain bilang itu hadits yang bermasalah.
Maka ketika ada sebagian kalangan yang ingin mengurung wanita di dalam rumah dengan berdasarkan haditsi ini, tidak semua sepakat membenarkannya.
Syarat dan Adab Wanita Keluar Rumah
Meski pun tidak ada dalil yang qath'i tentang haramnya wanita keluar rumah, namun para ulama tetap menempatkan beberapa syarat atas kebolehan wanita keluar rumah. Sebab memang ada peraturannya, tidak asal keluar rumah begitu saja, sebagaimana para wanita di dunia barat yang tidak punya nilai etika.
1. Mengenakan Pakaian yang Menutup Aurat
Menutup aurat adalah syarat mutlak yang wajib dipenuhi sebelum seorang wanita keluar rumah. Karena Allah SWT telah berfirman dengan tegas di dalam Al-Quran:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka"(QS Al-Ahzaab 27)
2. Tidak Tabarruj atau Memamerkan Perhiasan dan Kecantikan
Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga tetap harus menjaga dandanannya. Dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki. Karena Allah SWT telah berfirman di dalam Quran:
Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama` (QS Al-Ahzaab 33)
3. Tidak Melunakkan, Memerdukan atau Mendesahkan Suara
Selain itu para wanita yang keluar rumah juga diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.
Larangaannya tegas dan jelas di dalam Al-Quran, tidak ada urusan shahih atau tidak shahih, karena semua ayat Quran hukumnya shahih.
Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik` (QS Al-Ahzaab 32).
4. Menjaga Pandangan
Wanita yang keluar rumah juga diwajibkan untuk menjaga pandangannya. Bukan hanya laki-laki saja yang haram jelalatan matanya, tetapi wanita juga haram lirak-lirik.
Hal itu ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ........"(QS An Nuur 30-31)
5. Aman dari Fitnah
Kebolehan wanita keluar rumah akan batal dengan sendirinya manakala ada fitnah, atau keadaan yang tidak aman. Hal ini sudah merupakan ijma` ulama.
Syarat ini didapat dari hadits Nabi SAW tentang kabar beliau bahwa suatu ketika akan ada wanita yan berjalan dari Hirah ke Baitullah sendirian tidak takut apa pun kecuali takut kepada Allah SWT.
6. Mendapatkan Izin Dari Orang Tua atau Suaminya
Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah terutama aktifis dakwah. Sebab sekali mereka ikut terjun dalam dunia aktifitas rutinitas, maka seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Padahal izin adalah hal yang perlu didapatkan dan tidak bisa disepelekan begitu saja.
Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami untuk keluar rumah. Dan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali. Tidak merupakan beban dan paksaan atau menjadi halangan.
Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung. Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar bila urusan izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.


Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.
Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

01 May 2013

Pendapatan Rata-Rata Pekerja Industri Migas (Minyak dan Gas) Dunia

Merujuk berita di Rigzone: Overall Oil, Gas Wages Flat, but Specialty Positions Still Command Top Pay, saya merangkum gaji pekerja industri migas (minyak dan gas) dunia berkisar di rentang berikut:

Pendapatan rata di Afrika, Australia/Oceania, Asia, Eropa, Timur tengah, Amerika utara dan Selatan:
Year
Yearly
Monthly
2010
 $             98,023.00
 $                 8,168.58
2011
 $             98,862.00
 $                 8,238.50
2012
 $             98,079.00
 $                 8,173.25



Yearly
Monthly
Pendapatan tertinggi
Australia/Oceania
 $  123,161.0
 $  10,263.42
Pendapatan terendah
Timur tengah
 $    94,309.0
 $    7,859.08
Amerika utara
 $    94,722.0
 $    7,893.50


Australia/Oceania
Yearly (2012)
Monthly
Pengalaman > 20 thn
 $            160,859.00
 $  13,404.92
Pengalaman 11-15 thn
 $            111,082.00
 $    9,256.83
Tamatan SMA
 $            127,156.00
 $  10,596.33
Amerika Utara
Yearly (2012)
Monthly
Rata-rata
 $              94,722.00
 $    7,893.50
Tamatan D3
 $              85,500.00
 $    7,125.00
Pengalaman 11-15 thn
 $              99,652.00
 $    8,304.33
Afrika
Yearly (2012)
Monthly
Tamatan S2
 $            116,742.00
 $    9,728.50
Pengalaman 6-10 thn
 $              88,890.00
 $    7,407.50
Pengalaman > 20 thn
 $            146,946.00
 $  12,245.50
Asia
Yearly (2012)
Monthly
Rata-rata
 $              98,399.00
 $    8,199.92
Pengalaman 6-10 thn
 $              74,748.00
 $    6,229.00
Pekerja staff
 $              85,647.00
 $    7,137.25
Manajemen
 $            134,352.00
 $  11,196.00
Eropa
Yearly (2012)
Monthly
Rata-rata
 $              99,683.00
 $    8,306.92
Tamatan S2
 $            105,148.00
 $    8,762.33
Perush < 20 pekerja
 $            101,912.00
 $    8,492.67
Perush 500-2000 pekerja
 $              98,459.00
 $    8,204.92
Perush >2000 pekerja
 $            104,706.00
 $    8,725.50
Timur Tengah
Yearly (2012)
Monthly
Rata-rata
 $              94,309.00
 $    7,859.08
Sertifikasi teknis
 $              94,593.00
 $    7,882.75
Tamatan S1
 $              86,180.00
 $    7,181.67
Tamatan S2
 $            105,646.00
 $    8,803.83
Pengalaman 2-5 thn
 $              63,615.00
 $    5,301.25
Pengalaman >20 thn
 $            126,758.00
 $  10,563.17
Amerika Selatan
Yearly (2012)
Monthly
Rata-rata
 $            104,459.00
 $    8,704.92
Tamatan S1
 $            100,596.00
 $    8,383.00
Pengalaman 16-20 thn
 $            124,248.00
 $  10,354.00




Sangat menggiurkan bukan..? ^_^