Pages

22 December 2014

Presentasi di Acara Petrocamp Mahasiswa, Semarang

12 Desember 2014, diundang mahasiswa Undip (Universitas Diponegoro), lebih tepatnya IMSO (Ikatan Mahasiswa Studi Offshore) untuk mengisi salah satu sesi tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di acara Petrocamp yang mereka selenggarakan. -awal mulanya karena ikutan grup FB offshore-skill, saya koment di salah satu postingan tentang acara mahasiswa yang cari pembicara di bidang K3. Jadilah saya terkoneksi dengan adik-adik mahasiwa ini.



Udah lama ngga ke Semarang. Terakhir ke kota ini -kalo ga salah inget- waktu masih mahasiwa (tahun 2003an kayaknya), waktu acara malam inagurasi beasiswa Beswan Djarum di Jogja -waktu itu masih nginep di hotel Ambarukmo sebelum renovasi dan sebelum jadi mall (pertama kali ngerasain hotel berbintang :D), kita mahasiswa regional Jakarta-Bogor-Lampung, naik bus jalan darat ke Jogja, pulangnya mampir/berhenti sebentar di Semarang buat beli oleh-oleh.

Acara Petrocamp sendiri bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Tengah. Dikasih tiket pesawat Lion Air (udah lama ngga naik Lion Air karena pernah berkata sama istri kalo kita ngga bakal pake Lion Air lagi semenjak servicenya ngga enak -kursi ngga nyaman dan sering delay, tapi namanya juga dikasih tiket gratisan, ya sudah ngikut aja lah) dan penginapan di Balai Diklat Provinsi ini (penginapannya jadul, dan banyak nyamuk tapi lumayan ada AC dan dikasih lotion anti nyamuk oleh panitia).



Pesertanya antusias, asyik, menyenangkan. Panitia juga sangat luar biasa banget service ke pembicaranya, sampai di jemput antar ke bandara dan di antar beli oleh-oleh. Dibawain oleh-oleh juga pula oleh mereka. Mantab lah pokoknya, calon-calon orang sukses di masa depan. Karena saya ingat waktu saya masih mahasiswa, dengan ditarik biaya registrasi 350 ribu, bisa dipastikan mahasiswa seperti saya, ngga akan ikutan acara ini. Tapi mereka niat dan mau investasi buat pengetahuan mereka. Salut.

Materi presentasi saya bisa di download di sini. Video-video di presentasi tersebut saya upload juga di sini.

18 December 2014

Masa Lalu (Biarlah) Berlalu…

“Saya bukan gay, dan kamu tidak jelek. Tapi ini ngga bener, kita sebaiknya berteman biasa aja.”

Penggalan dialog itu masih saja terngiang ditelingaku. Yusuf, pemuda tampan di sekolah, ketua OSIS pujaan siswi-siswi di SMA itu baru saja memutuskan hubungan kami, padahal kita baru jadian 2 minggu lalu.

Pria lainnya mengejar-ngejar aku untuk menjadi pacar mereka, selain cantik, aku juga ngga membatasi diri dalam berinteraksi, bahkan sudah sering beberapa kali aku ditegur guru karena dianggap kelewatan batas dalam bermesraan dengan mereka, ketangkap basah di kelas ketika jam pelajaran kosong.

---000---

Wajah yang terpampang di baliho pinggir jalan itu tampak begitu familiar. Tertulis dibawah fotonya, Yusuf, ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muslim Indonesia). Rupanya mereka akan mengadakan seminar gratis di Balikpapan 3 minggu lagi. Wajah itu mengingatkanku akan momen sekolah 15 tahun lalu. Figurnya masih tetap sama, segar tampan, hanya tambah gagah –dulu kurus tinggi.

“Sukses Muda itu Bisa!” itu judul seminarnya, hatiku bimbang, kepingin rasanya hadir, hanya sekedar menyapa, toh acaranya di adakan di hotel yang sama tempat aku bekerja.

---000---

Sayup-sayup kudengar gemuruh tepuk tangan gembira.

Aku menguping dari sisi ruang ballroom hotel. Isi ruangan penuh, kuduga hampir 300 peserta memadati acara.

Itu dia, sepertinya Yusuf ada di depan ruangan.

“Yang pertama harus kita lakukan kalau ingin sukses adalah tentukan akan seperti apa masa depan kita kelak. Bayangkan, apakah kamu akan duduk di depan toko roti milikmu, bercengkrama dengan pengunjung cafe kopimu, atau berkeliling menghabiskan hari di kebun pepaya milikmu.”

“Selanjutnya, dan ini yang terpenting. Mimpi seindah apapun akan tetap menjadi mimpi kalau kita tidak bangun dari tidur kita. Mulailah bangun dan susun rencana kerja. Sama seperti mau ke lantai tertinggi hotel ini, pasti ada anak tangga atau lift. Bangunlah anak tangga itu, dan melangkahlah setapak-demi setapak. Tidak ada yang namanya kesuksesan instan, adanya mie instan dan katanya itu bikin sakit kalau kebanyakan–makanya yang anak kostan, jangan sering-sering makan mie instan,” seisi ruangan tertawa.

“Terakhir, dibutuhkan kesabaranan dalam berusaha. Jangan maunya senang-senang saja di masa muda, bergaul berlebihan, nongkrong sampai malam, sekolah bolos terus, belajar ngga mau, lantas di masa tua mau hidup nyaman dan sukses. Hal itu ngga akan terjadi. Trust me,” suaranya berubah bergetar.

“Ketika SMA, saya sekolah di kota Balikpapan ini. Saya niat pengen masuk Universitas Indonesia. Tapi bukan sekedar masuk UI, tapi masuk UI dan dapat beasiswa. Orangtua saya bukan orang kaya, sudah syukur saya bisa sekolah sampai SMA –itupun karena dapat beasiswa dari Pemprov Kaltim juga. Makanya ketika teman-teman asyik pacaran, main sepulang sekolah, saya tidak melakukan itu. Ketika siang hari jam istirahat, saya menghabiskan waktu di perpustakan, bukan karena suka baca buku, tapi terpaksa baca buku, karena tidak punya uang untuk jajan makan siang.” Tawa membahana mengisi ruangan.

“Ketika banyak teman yang berangkat dan pulang sekolah naik motor atau diantar orangtuanya, atau setidaknya naik angkot, saya sering jalan kaki hampir 2 kilometer, karena uang jajan saya hanya cukup untuk sekali naik angkot saja.”

“Alhamdulillah, karena tidak malu hidup prihatin, jualan kecil-kecilan ke teman-teman, saya jadi mengenal seni marketing di usia muda. Paham siapa segmen pasar saya, bisa memprediksi trend market, terbiasa berpromosi dan bernegosiasi.”

“Sekarang, saya memiliki 100 mobil rental, 21 cabang toko gadget, 11 travel agent, 7 rumah makan, dan 2 pesantren quran.” Tepuk tangan bergemuruh.

Aku ingin berlama-lama mendengarkan cerita Yusuf, tapi aku harus segera kembali ke bagian reception penerima tamu menggantikan temanku.

---000---

Malam itu, dalam perjalanan pulang ke rumah, di dalam angkot yang dentuman musiknya memekakkan telinga, pikiranku hanyut melayang pada kejadian pagi tadi.

Aku kagum akan perjalanan hidup Yusuf. Tidak seperti diriku, masih tinggal di rumah orangtua dalam usia yang beranjak 35, menjadi single parent dengan suami yang entah kemana tidak bertanggungjawab ketika menghamiliku dahulu ketika SMA.

Persetan dengan cinta!

Pria kalau ada maunya saja berlagak seperti pelayan. Kalau sudah menikah, jangankan bersikap romantis, menafkahi cukup saja tidak, bahkan tega-teganya berselingkuh dengan wanita lain!

Seandainya dari dulu aku lebih bisa menjaga diri dan berhati-hati dalam berinteraksi, mungkin keadaan akan jauh lebih baik dari kondisi saat ini.

Dingin angin malam menusuk ke dalam rusuk. Tak terasa, air mataku mengalir perlahan memecah keheningan malam.


---selesai---


Balikpapan, 19 November 2014
Syamsul Arifin


 *cerpen ini dimuat di kaltim post edisi minggu, 14 Desember 2014, bisa dilihat epapernya di: http://epaper.kaltimpost.co.id/arsip/byTanggal/2014-12-14 (hal 22)

22 November 2014

Pemimpin bisa Salah

Tulisan saya tentang human error baru saja diterbitkan majalah Katiga. Salah satu poin/prinsip tentang human error adalah tiap orang mungkin berbuat salah, bahkan orang terbaikpun bisa salah.

Kemudian saya juga baru melihat-lihat lagi sejarah Nabi Muhammad di perang badar. Diantara hikmahnya, dua diantaranya adalah ketika pilihan nabi untuk berkemah ditanya oleh seorang sahabat, karena dia mengusulkan tempat yang lebih baik sebagai strategi. Begitu juga tentang poin memberlakukan tawanan perang, Nabi cenderung pada pendapat Abu Bakar, kemudian Allah menurunkan wahyu yang sependapat dengan Umar.

Ini menunjukkan bahwa poin awal yang saya sebutkan bahwa setiap orang bisa jadi berbuat salah adalah betul alias dapat diterima, toh seorang Nabi saja bisa salah/keliru -bedanya, kesalahan/kekeliruan Nabi pasti akan langsung dikoreksi oleh Allah, apalagi seorang manusia biasa.

Kita harus memahami, bahwa seorang pemimpin, sehebat apapun dia bisa jadi mengambil keputusan yang salah.

Namun kita juga harus mengerti adab, bahwa seorang pemimpin itu punya hak untuk dihargai dan dihormati. Setidaknya berlakulah santun terhadapnya. Kepada Firaun si penguasa yang zalim saja Allah menyuruh Nabi Musa berlaku sopan, apalagi terhadap pemimpin yang tidak secara nyata-nyata menyatakan dirinya adalah Tuhan.

Tidak setuju atas kebijakan pimpinan boleh, tapi ada koridor dan ketentuan dalam mengoreksi/mengingatkannya.

Bisa jadi keputusannya tidak salah dan boleh jadi pendapatmu pun tidak benar. Maka berdirilah dalam konteks mencari kebaikan, jangan sampai mengulangi kesalahannya iblis, ketika merasa dirinya lebih baik dari Nabi Adam, jangan merasa dirimu lah yang paling benar, karena bisa jadi pandanganmu sudah tertutupi simpul setan (kesombongan adalah merasa diri lebih baik ketimbang orang lain).

18 November 2014

Memahami Kesalahan Manusia (Human Error)

Semua pekerja bisa melakukan kesalahan (error), tak terkecuali pekerja yang sudah terlatih dan memiliki motivasi kerja yang baik. Beberapa kesalahan bisa menghasilkan konsekuensi cedera/kecelakaan, sedang banyak kesalahan lainnya tidak. Karenanya, penting bagi praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk dapat memahami prinsip yang melatarbelakangi kesalahan manusia.

Karena kesalahan pasti terjadi, kemampuan untuk dapat mengidentifikasi kesalahan di tahap awal, berguna untuk mencegah terjadinya kecelakaan.


Grafik di atas memperlihatkan porsi faktor manusia dan hubungannya dengan kecelakaan.

Hampir 80% kejadian terkait dengan kesalahan manusia, data dari Departemen Energi Amerika bahkan mengatakan bahwa di beberapa industri, porsi kesalahan manusia bisa mencapai 90%; hanya sekitar 20% yang terkait kegagalan peralatan.

Jika angka 80% kesalahan manusia didetailkan lebih lanjut, terungkap bahwa sebagian besar (70%) kesalahan pekerja diakibatkan oleh kelemahan laten organisasi/perusahaan (kelemahan yang dibuat oleh pekerja lain di masa lalu yang tidak nampak karena tidak menimbulkan masalah), sedang 30% lainnya terjadi oleh pekerja yang menangani peralatan atau sistem di area kerja.

Kecelakaan-kecelakaan yang telah terjadi mengajarkan bahwa kita tidak boleh menyalahkan kecelakaan hanya kepada pekerja, karena yang sebetulnya terjadi adalah proses dan nilai di dalam organisasi/perusahaan berkontribusi besar pada mayoritas kecelakaan. Akar penyebab kecelakaan merupakan kombinasi dari beberapa faktor, banyak diantaranya yang berada di luar kendali pekerja.

Ada 5 prinsip dasar yang harus terlebih dahulu dimengerti untuk dapat memahami faktor manusia.

Pertama, semua manusia bisa berbuat salah, bahkan pekerja yang paling hebat pun bisa salah.

Tidak ada satupun pekerja yang kebal/anti kesalahan, berapapun usia, pengalaman atau tingkat pendidikannya. Karenanya dikenal istilah “to err is human” (berbuat salah adalah manusiawi). Tabiat manusiawi pekerja untuk bersikap tidak sempurna, sehingga pada akhirnya, kesalahan dapat terjadi. Tidak ada pelatihan atau konseling yang dapat mengubah kerentanan manusia ini.

Dr. James Reason, penulis Human Error (1990) mengatakan: adalah penting bagi tiap pekerja, terutama managernya, untuk menjadi lebih mawas diri akan potensi manusia berbuat salah. Pekerjaan, tempat kerja dan faktor organisasasi membentuk kemungkinan (likelihood) dan konsekuensi (consequences). Memahami bagaimana dan mengapa tindakan tidak aman terjadi adalah langkah awal penting dalam mengelola kesalahan dengan efektif.

Kedua, situasi yang mungkin menyebabkan kesalahan dapat diprediksi, dikelola dan dicegah.

Meskipun secara umum kesalahan manusia adalah hal yang pasti, beberapa kesalahan yang spesifik dapat dicegah. Seperti halnya jika seseorang menulis formulir penarikan rekening bank di awal tahun baru akan memiliki potensi besar salah menulis tahun sebelumnya, prediksi semacam ini bisa juga dibangun dalam konteks bekerja di tempat kerja.

Mengenali perangkap/jebakan kesalahan dan secara aktif mengkomunikasikan bahaya-bahaya tersebut ke orang lain adalah salah satu bentuk pengelolaan kesalahan yang proaktif. Dengan mengubah situasi kerja untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi kondisi yang bisa menyebabkan kesalahan, pekerjaan dan faktor individu di tempat kerja bisa dikelola untuk mencegah atau setidaknya mengurangi peluang terjadinya kesalahan.

Ketiga, perilaku individu dipengaruhi oleh proses dan nilai organisasi.

Organisasi digerakkan oleh tujuan, karena itu, proses dan nilai-nilai yang ada di dalamnya dikembangkan untuk mengarahkan perilaku tiap individu di dalam organisasi. Organisasi mencerminkan bagaimana pekerjaan dipecah menjadi tugas-tugas tertentu dan dikoordinasikan untuk mencapai sasaran dengan selamat dan handal. Tugas manajemen untuk mengarahkan perilaku para pekerja. Penyelesaian pekerjaan dalam konteks proses dan budaya organisasi, pengelolaan perencanaan dan sistem pengendali, berkontribusi paling besar dalam kesalahan manusia yang bisa mengakibatkan kecelakaan kerja.

Keempat, pekerja mencapai kinerja tertinggi karena dorongan dan penguatan yang diterimanya dari pimpinan, rekan kerja dan bawahannya.

Tingkat keselamatan dan kehandalan sebuah fasilitas terkait langsung dengan perilaku para pekerjanya. Semua perilaku manusia, yang baik ataupun yang buruk, dikuatkan oleh konsekuensi langsung atau pengalaman masa lalunya. Sebuah perilaku dikuatkan oleh konsekuensi yang individu tersebut alami ketika perilaku tertentu dilakukan. Karena perilaku dipengaruhi oleh konsekuensi yang pekerja itu alami, apa yang terjadi ketika seorang pekerja menunjukkan perilaku tertentu adalah hal yang penting untuk meningkatkan kinerja manusia.

Kelima, kecelakaan bisa dihindari dengan memahami alasan/sebab kejadian dan mengambil pelajaran dari kesalahan di masa lalu.

Peningkatan kinerja dapat diraih dengan menerapkan tindakan perbaikan sebuah investigasi/analisa kecelakaan. Belajar dari kesalahan diri sendiri dan orang lain adalah hal yang reaktif, namun menjadi hal yang penting sebagai bentuk perbaikan berkelanjutan.


Manusia tidak berbuat salah secara sengaja. Kesalahan (error) adalah tindakan manusia yang tidak disengaja yang menyimpang dari tindakan yang diharapkan. Kesalahan adalah tindakan tak terencana atau dipikirkan terlebih dahulu. Kesalahan manusia (human error) terjadi akibat ketidakcocokan antara keterbatasan manusia dengan kondisi lingkungan di tempat kerja, termasuk ketidaksesuaian manajemen, kepemimpinan dan kelemahan organisasi yang membuat kondisi tersebut muncul.

Luput (slips) terjadi ketika suatu aksi fisik gagal mewujudkan hasil yang diinginkan. Sedang khilaf (lapses) melibatkan kegagalan terkait ingatan atau mengingat ulang.

Beberapa hal berikut bisa menjelaskan bagaimana ketidaktepatan atau aksi yang salah bisa terjadi:
·         Waktu –terlalu cepat, terlalu lambat, alpa
·         Durasi –terlalu lama, terlalu singkat
·         Urutan –terbalik, berulang-ulang, gangguan
·         Obyek –salah tindakan di obyek yang benar, tindakan bertindak di obyek yang salah
·         Tekananan –terlalu sedikit atau terlalu banyak tekanan
·         Arahan – salah memberikan arahan
·         Kecepatan –terlalu cepat atau terlalu lambat, dan
·         Jarak – terlalu jauh, terlalu dekat.

Keliru (mistake), sebaliknya, terjadi ketika seseorang mempergunakan rencana yang tidak memadai untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kekeliruan biasanya melibatkan kesalahan interpretasi atau kurangnya pengetahuan.

Manusia memiliki karakter fisik, biologi, sosial, mental, dan emosi yang membentuk kecenderungan, kemampuan dan juga menentukan keterbatasannya.

Salah satu ciri manusia adalah ketidaktepatannya. Tidak seperti mesin yang selalu tepat setiap saat, manusia cenderung tidak tepat, terutama dalam kondisi tertentu, semisal dalam tekanan stres dan waktu yang besar. Karena sifat manusiawi inilah, pekerja cenderung rentan terhadap kondisi eksternal yang membuat mereka melampaui batasan sifat manusianya. Kerentanan inilah yang membuat pekerja bisa berbuat salah. Kerentanan ini juga terjadi ketika manusia bekerja dalam sistem yang rumit (perangkat lunak maupun administratif)

Beberapa karakter manusia dibawah ini perlu diperhatikan, terutama ketika menempatkan pekerja di sistem kerja yang rumit:

Stres. Pada dasarnya, stres bukanlah hal yang buruk. Beberapa kondisi stres merupakan hal yang normal dan sehat. Stres bahkan dapat meningkatkan fokus sehingga menguntungkan. Namun, stres bisa terakumulasi dan menguasai seseorang, sehingga pada akhirnya melumpuhkan kinerja.

Menghindari kelelahan pikiran. Manusia cenderung enggan berpikir/konsentrasi/fokus dalam jangka waktu yang lama karena melelahkan. Berpikir adalah proses yang membutuhkan usaha yang besar dan juga lambat, akhirnya manusia cenderung mencari pola yang dikenalnya dan menerapkan solusi yang sudah pernah diterapkan. Polanya bisa berupa:
·         Asumsi  -menerima suatu kondisi sebagai suatu hal yang benar tanpa verifikasi terlebih dahulu
·         Kebiasaan –pola perilaku dibawah sadar sebagai hasil dari pengulangan yang sering
·         Bias konfirmasi –keengganan untuk menerapkan solusi terbaru karena bias pemikiran yang ada akibat investasi waktu dan usaha yang diperlukan untuk menerapkan solusi terbaru itu. Bias ini terjadi karena otak sudah melihat hasil dari solusi sebelumnya dan menolak data/fakta mengenai keberhasilan solusi yang baru
·         Bias kesamaan –kecenderungan untuk mengambil solusi dari kondisi yang serupa yang berhasil di masa lalu
·         Bias frekuensi – mencoba solusi yang sudah berhasil dan sering dipakai
·         Bias ketersediaan –kecenderungan untuk menerapkan solusi yang tersedia/muncul dalam pikiran.

Keterbatasan memori kerja. Ingatan jangka pendek (short term memory) adalah tempat kerja/memori kerja bagi penyelesaian masalah dan pengambilan kebutusan. Ingatan jangka pendek dipergunakan untuk menyimpan informasi baru dan aktif dipergunakan ketika belajar, menyimpan dan memanggil (recall) informasi. Inilah yang menyebabkan pekerja lupa, terutama ketika berkerja dengan prosedur yang rumit.

Keterbatasan fokus perhatian. Keterbatasan kemampuan berkonsentrasi pada dua atau lebih aktifitas menurunkan kemampuan untuk memproses informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Fokus perhatian sangatlah terbatas, jika diambil oleh satu hal maka dia akan menarik diri dari hal yang lain.

Pola pikir.  Manusia cenderung fokus pada apa yang hendak dicapai daripada pada fokus pada apa yang harus dihindari, karenanya, manusia hanya melihat apa yang pikirannya harapkan/inginkan untuk dilihat. Otak manusia cenderung mencari keteraturan, setelah didapat, maka ia akan mengacuhkan selain itu; dengan demikian ia akan melewatkan kondisi yang tidak diperkirakan.

Sulit melihat kesalahannya sendiri. Individu, terutama yang bekerja sendiri, rentan terhadap kesalahan. Pekerja yang terlalu asyik dengan kerjaannya, atau disibukkan dengan suatu hal, bisa jadi gagal untuk dapat mengidentifikasi ketidaknormalan.

 Keterbatasan perspektif. Manusia tidak bisa melihat semua hal yang ada ditempat kerja untuk dilihat. Keterbatasan manusia untuk menerima semua fakta dapat menghalangi keputusannya untuk memecahkan masalah.

Rentan terhadap faktor emosional/sosial. Kemarahan atau rasa malu bisa menurunkan kinerja seorang pekerja atau kelompok kerja.

Kelelahan. Lelah secara fisik, emosi dan mental bisa mengarah ke tindakan yang salah dan pengambilan keputusan yang tidak tepat. Kelelahan dapat diakibatkan oleh faktor di dalam pekerjaan (tekanan produksi, lingkungan, dan kurangnya jumlah pekerja) dan faktor d iluar pekerjaan (pola makan dan tidur). Kelelahan memperburuk pengambilan keputusan, menurunkan kewaspadaan, memperlambat proses berpikir dan waktu reaksi, menghilangkan kewaspadaan kepada lingkungan (situational awareness) dan mendorong seseorang mengambil jalan pintas (shortcut).

Presenteeism. Beberapa pekerja akan tetap memaksakan hadir dan bekerja meskipun kemampuan kerjanya sudah menurun karena penyakit atau cedera. Kecenderungan pekerja tetap melanjutkan pekerjaan meski memiliki masalah kesehatan yang ringan dapat diakibatkan oleh kurangnya cuti sakit, menumpuknya pekerjaan atau tidak tersedianya akses pelayanan kesehatan.

Sikap tidak aman. Sikap dapat diartikan sebagai kondisi mental atau perasaan terhadap suatu obyek atau subyek. Dikatakan bahwa persepsi seseorang terhadap resiko lebih banyak dipengaruhi oleh hatinya ketimbang otaknya. Beberapa sikap yang dapat menimbulkan resiko berbuat salah misalnya:

·         Rasa bangga. Kebanggaan berlebih terhadap kemampuan diri sendiri; sombong. Terlalu fokus pada diri sendiri dan berlebihan rasa bangga cenderung membutakan kita akan hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang lain, menurunkan kepercayaan terhadap kerjasama tim.
·         Heroik. Keberanian yang berlebihan. Reaksi heroic biasanya impulsif, ada pemikiran dalam dirinya bahwa pekerjaan harus dilakukan secara cepat atau dianggap gagal. Perspektif ini ditandai dengan fokus berlebih pada tujuan tanpa mempertimbangkan bahaya yang harus dihindari
·         Fatalistic. Sikap kalahan yang meyakini bahwa setiap kejadian sudah ditentukan, tidak bisa dihindari, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk menghindari takdir
·         Invulnerability. Memiliki rasa kebal terhadap kesalahan/tidak mungkin berbuat salah, gagal atau cedera. Kebanyakan orang tidak percaya bahwa mereka akan berbuat salah: “tidak mungkin terjadi pada diriku.” Padahal, kesalahan selalu mengejutkan ketika terjadi, sebagai akibat dari keterbatasan/ketidak akuratan manusia dalam memperhitungkan resiko
·         Pollyanna (rasa optimis berlebihan). Manusia mencari keteraturan dalam lingkungan, bukan ketidakteraturan. Memiliki kecenderungan mengisi kekosongan persepsi dan melihat secara keseluruhan ketimbang per bagian. Akibatnya, secara tidak sadar mereka meyakini bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai yang direncanakan. Hal yang bisa terjadi ketika melakukan pekerjaan rutin adalah tanpa sadar meyakini bahwa tidak ada satupun yang bisa berjalan tidak sesuai rencana/salah. Sikap ini membuat ketidakakuratan dalam memperhitungkan resiko dan mengacuhkan situasi atau bahaya yang tidak biasa, sehingga menyebabkan mereka terlambat atau bahkan tidak bereaksi
·         Sikap “Ban gundul”. Kinerja masa lalu terkadang menjadi pembenaran untuk tidak merubah (melakukan perbaikan) praktek atau kondisi yang sudah ada: “saya sudah berkendara 100.000 KM tanpa sekalipun mengalami ban bocor.” Kesuksesan bisa membuat kepuasan dan kepercayaan diri berlebih. Kalimat yang biasa digunakan misalnya, “kita tidak pernah mengalami masalah seperti ini di masa lalu,” atau “kita selalu melakukannya dengan cara seperti ini.”


Bekerja dalam kelompok juga tidak membuat manusia bebas dari kesalahan. Kesalahan kelompok (team error) bisa terjadi akibat interaksi antara anggota kelompok kerja.

Kesalahan kelompok bisa diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya:

Efek halo – Kepercayaan buta akan kompetensi seseorang dikarenakan pengalaman atau pendidikannya. Hal ini mengakibatkan antar anggota kelompok menurunkan kewaspadaannya terhadap kesalahan yang dapat diakibatkan oleh individu yang kompeten; tidak memeriksa tindakan seorang yang kompeten

Pilot-Co-pilot – Keengganan pekerja junior (co-pilot) untuk menentang pendapat, keputusan atau tindakan pekerja senior (pilot) karena posisinya di dalam struktur organisasi perusahaan. Bawahan menunjukkan sopan santun berlebihan ketika berinteraksi dengan manajer senior, tanpa sadar menerima perkataan bos tanpa berpikir kritis atau berbeda pendapat terhadap tindakan dan keputusannya.

Menumpang/mengikuti saja – Kecenderungan untuk “menumpang” (ikut-ikutan saja) tanpa secara aktif mengevaluasi maksud dan tindakan pekerja yang melakukan pekerjaan atau mengambil inisiatif. Orang lain yang mengambil inisiatif untuk melakukan pekerjaan, sementara si penumpang hanya mengambil peran pasif.

Berpikir grup – Kepaduan, loyalitas, konsensus dan komitmen adalah hal yang baik jika ada di dalam kelompok kerja. Namun, terkadang, hal-hal tersebut bisa menurunkan kualitas keputusan tim. Contohnya, ada keenganan untuk berbagi informasi yang berbeda untuk menjaga keharmonisan tim. Kondisi itu bisa diperparah jika ada anggota grup yang dominan dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pola pikir grup (pilot/co-pilot atau efek halo). Akibatnya, informasi yang penting bisa jadi tidak terbagi kepada anggota kelompok.

Difusi tanggung jawab bisa jadi berisiko dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah kelompok. Jika dua atau lebih pekerja sepakat akan sesuatu yang dianggap cara yang terbaik dalam melakukan sesuatu, maka mereka akan lebih mudah mengambil resiko dan mengabaikan prosedur atau kebijakan yang ada. Fenomena ini bisa disebut mentalitas gembala (herd mentality).



---000---

Penyusun:
Syamsul Arifin, SKM
HES Specialist, Chevron Indonesia Company
Mahasiswa Pasca Sarjana K3 FKM UI

Referensi:
Department of Energy. Human Performance Improvement Handbook - Volume 1: Concepts and Principles. June 2009. Washington, D.C, USA.

07 November 2014

Wanita Musyrik (yang Menarik Hati) seperti Mawar Berduri

Janganlah tergoda wanita musyrik yang tampak menarik, karena mereka seperti bunga mawar, tampak indah mempesona, namun durinya menimbulkan luka -dan lukanya bukan hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat sana.

Orang berangan-angan bahagia hidup bersama mereka, tapi saya yakin, bahwa keindahan fisik semata akan cepat menguap dan lenyap seketika. Penampilan saja tidak akan membuatmu bahagia, jika perilaku dan akhlaknya jelek tak terkira. Lagi pula, setiap insan pasti akan tua dan beranjak lemah seiring perjalanan waktu.

Tidak salah menyukai wanita yang cantik menarik, itu manusiawi saya kira. Yang masalah adalah kalau hanya mempertimbangkan kecantikan semata tanpa menyadari apa tujuan dalam mencari bahagia berkeluarga. Dan apa saja komponen kebahagiaan dalam berkeluarga.
  • Istri yang mampu menjaga diri (dalam konteks tidak membagi keindahannya kepada orang lain selain suaminya, menjaga dari pergaulan kelewatan yang menjadi celah setan menggoda 2 insan manusia, dll)
  • Istri yang mampu memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya kelak. Lebih peduli akan kesehatan, pendidikan, pengajaran ilmu pengetahuan dunia dan akhirat anak-anaknya ketimbang dirinya sendiri, karena yakin bahwa anak-anak merekalah yang akan menjadi penolong doa-doa bagi mereka di akhirat kelak.
  • Istri yang mampu bersabar ketika dalam kesulitan dan pandai bersyukur dalam kelapangan hidup. Karena hidup tidak selamanya mudah saja, ada kalanya terpaan kesulitan menghimpit keluarga. Wanita yang berakhlak mulia (beriman kepada Allah dan Rasullullah) lebih indah dari bidadari surga, tidaklah sepadan jika dibandingkan wanita musyrik dunia. 
Ingatlah firman Allah ta'ala:


Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Surat Al-Baqarah: 221)

03 November 2014

Bukti Kesempurnaan Islam

Saya selalu meyakini bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Karena konsep, aturan, panduan, tata-cara, rambu-rambu, praktek yang ada di dalamnya dibuat oleh Zat yang maha mengetahui, maha sempurna, Allah subhanahu wa ta'ala.

Di sebuah perusahaan, sebut saja perusahaan C, ada dugaan kriminalisasi oleh penuntut hukum di negeri tersebut (tidak ada kesalahan, sudah mengikuti peraturan hukum yang ada -baik dari lembaga profesional, pengatur, regulator, dll), tapi tetap dibuat-buat ada kesalahan oleh si keparat aparat).

Karena perusahaan memegang teguh prinsip yang baik (tidak memperbolehkan suap kepada pemerintahan), maka perjuangan mencari keadilan dilakukan melalu jalur yang resmi (sidang-sidang), tanpa sedikit pun melalui "jalur khusus" (walaupun katanya ada yang menawari jalur ini kalau mau cepat diselesaikan).

Wal hasil ada beberapa pegawai perusahaan dan beberapa pekerja kontraktor yang disidang dan dijatuhi hukuman, baik di pengadilan negeri sampai ke pengadilan tinggi dan mahkamah agung.

Kalau pendapat saya pribadi. Jika memang yakin tidak salah (yang juga dibuktikan oleh audit internal perusahaan) dan disahkan oleh lembaga regulator negara dan juga lembaga pengelola, begitu juga oleh para profesional yang obyektif dan jujur dengan keprofesionalannya. Maka boleh saja melakukan suap supaya terbebas dari hukuman.

Berikut saya kopas beberapa artikel mengenai hukum suap dalam Islam.


===============================

Membayar Lebih untuk Mendapatkan SIM Atau Paspor, Apakah termasuk Suap?

Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz yang terhormat, langsung saja, di Indonesia adalah hal yang biasa bahwa untuk pengurusan surat-surat penting seperti SIM, paspor, bahkan kadang-kadang KTP, kita harus mengeluarkan uang lebih dari ketentuan. Jika tidak mau membayar, maka akan dipersulit ataupun lama sekali diurusnya. Jika dengan kondisi seperti ini kita lantas membayar, apakah termasuk dalam suap?
Terima kasih atas jawabannya.

Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Seharusnya di era reformasi seperti sekarang ini, sudah tidak perlu lagi kejadian buruk itu terjadi. Sebab paradigma pelayanan publik itu sudah berubah. Paling tidak di kalangan konseptornya. Namun seperti yang Anda katakan, kenyataan di lapangan seringkali tidak sesuai dengan teorinya.

Ternyata masih banyak urusan birokrasi yang bertele-tele dan berujung kepada uang pelicin. Kalau ada uang pelicinnya, urusan bisa cepat. Bahkan kalau perlu malam hari pun akan dilayani. Sebaliknya, kalau tidak ada uangnya, maka berbulan-bulan sebuah berkas itu hanya akan mengendap di laci meja.

Semua ini berujung pangkal dari mentalitas para pelayan masyarakat itu sendiri. Di mana selama ini etos kerja yang dikembangkan memang sedemikian rupa. Sampai hari ini masih banyak kebobrokan di masa lalu yang masih berseliwerant. Dan ujung-ujungnya kembali lagi kepada berapa uang yang disetorkan. Kalau ada uangnya, uruusn bisa cepat. Tapi kalau tidak ada, dijalankan apa adanya.

Ada sebuah rumah makan cepat saja yang seharusnya kita bisa bercermin. Rumah makan ini bukan hanya mampu memberikan hidangan siap santap dalam hitungan detik, tetapi punya fasilitas pelayanan delivery yang terbilang profesional. Bahkan 24 jam siap melayani siapapun yang meneleponnya. Dengan harga yang sangat murah, jam 3 malam kita bisa makan sahur dengan menu restoran cepat saji. Pegawainya datang mengetuk pintu kita di tengah malam buta, sekedar untuk mengantarkan makanan pesanan kita.

Semua ini bisa berjalan karena managemen yang profesional, sistem yang canggih, ditambah prinsip pelayanan kepada pelanggan yang maksimal. Dan tentunya pelanggan bisa menikmati pelayanan yang baik.

Mampukah para pejabat di negeri kita menciptakan sistem yang seperti ini?

Rasanya memang agak mustahil. Sebab kalau kita lihat sejak awal proses seorang pejabat menduduki jabatannya, belum apa-apa sudah ada kolusi, sogok, monety politik, serta aroma uang yang bertebaran di sana-sini. Idealisme tentang pelayanan publik yang profesioal seperti yang dikembangkan restoran cepat saji itu nyaris sudah dikubur hidup-hidup. Justru paradigma yang terjadi adalah bagaimana menjadi kantor pelayanan publik dan birokrasi itu sebagai tambang emas atau sapi perah.

Maka kita sebagai rakyat tidak lain didudukkan sebagai sapi perah, korban dari managemen bobrok yang sudah usang, serta mentalitas pegawai negeri yang masih punya paradigma lama. Kalau kita butuh pengurusan yang cepat padahal itu adalah hak kita, kita akan dipaksa terperangkap dengan tarif tertentu.
Semua ini bisa diibaratkan bahwa kita seperti kafilah dagang yang melintasi padang pasir, lalu di tengah jalan dibegal, dijarah, dirampok dan masih syukur kalau tidak dihabisi nyawanya. Untuk bisa selamat dari pembegalan ini, para perampok itu memaksa kita uang tebusan.

Karena tidak ada pilihan lain, terpaksa kita pun harus memberikannya, agar harta dan nyawa kita bisa diselamatkan. Sebab kalau tidak, resikonya adalah kita akan kehilangan harta sekaligus nyawa. Tentu saja di mana-mana pembegalan itu adalah sebuah kejahatan. Namun kalau kita terpaksa harus berkorban memberikan sebagian harta kita kepada para pencoleng itu, bukan berarti tindakan kita itu salah.

Demikian pula ketika hak kita untuk bisa mendapat pelayanan sesuai dengan waktunya tidak terpenuhi, sementara kita dikejar waktu. Maka dalam pandangan kami, meski perbuatan memberikan uang pelicin itu tidak bisa dibenarkan, namun dalam hal ini kita hanya sedang menebus hak kita yang dibegal oleh para 'penjahat birokrasi' itu. Hak kita adalah mendapat pelayaan yang cepat dan memuaskan, tetapi hak itu dirampas oleh mereka. Tidak diberikan kecuali kalau kita harus bayar tebusan. Maka ketika kita membayar tebusan itu, dari sudut pandang kita, bukanlah sogokan, melainkan kita menebus hak kita yang dirampas.

Adapun yang disebut dengan sogokan yang diharamkan adalah bila kita menyogok seorang pejabat untuk berlaku curang, melanggar hukum dan aturan, atau mengeluarkan keputusan yang tidak adil dan merugikan orang lain. Atau menyogok seorang hakim agar memenangkan perkara kita, padahal kita tahu bahwa kitalah yang salah.

Jumhur ulama memberikan pengecualian kepada mereka yang tidak bisa mendapatkan haknya kecuali dengan disyaratkan harus membayar jumlah uang terentu. Intinya, yang minta berdosa karena menghalangi seseorang mendapatkan haknya, sedangkan yang membayar untuk mendapatkan haknya tidak berdosa, karena dia melakukan untuk mendapatkan apa yang jelas-jelas menjadi haknya secara khusus. Maksudnya hak secara khusus adalah untuk membedakan dengan hak secara umum.

Jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa

Demikian dijelaskan dalam beberapa kitab fiqih seperti Kasysyaful Qinna` jilid 6 halaman 316, juga kitabNihayatul Muhtaj jilid 8 halaman 243, juga di dalam tafsir Al-Qurtubi jilid 6 halaman 183, kitab Ibnu Abidin jidli 4 halaman 304, kitab Al-Muhalla jidli 8 halaman 118 serta kitab Matalib Ulin Nuha jilid 6 halaman 479.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1144323176&=membayar-lebih-untuk-mendapatkan-sim-atau-paspor-apakah-termasuk-suap.htm

Hukum Suap Menyuap

Assalamualaykum wr. wb., ustadz..
Saya mau tanya, saya pernah ingin menjadi Tentara Nasional Indonesia, namun sekarang saya mengurungkan niat saya karena di situ ada perbuatan suap menyuap dalam proses pendaftaranya. Padahal sudah jelas di SPANDUK nya “PENDAFTARAN TNI TIDAK DIPUNGUT BIAYA”.
Karena ustad kalau misal tidak pakai uang tidak bakal bisa jadi tentara kata orang-orang, meskipun hasil tesnya bagus !
Apakah benar ustadz kalau uang gaji yang diperoleh dari perbuatan suap menyuap sampai kapan pun haram ?
Apakah tindakan saya ini benar ustadz ? padahal saya pernah bernazar kalau saya menjadi tentara akan menyembelih kambing !
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Saudara Tri yang dimuliakan Allah SWT
Pertama kali saya ingin mengingatkan bahwa suap (risywah) yang diharamkan adalah yang diberikan oleh seseorang untuk menghilangkan suatu hak atau mengukuhkan kebatilan. Adapun suap yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan haknya atau mencegah kezhaliman atau kemudaharatan maka ia dibolehkan menurut jumhur ulama dan dosa darinya ditimpakan kepada orang yang menerima suap bukan kepada orang yang memberikan suap.
Terdapat atsar bahwa Ibnu Mas’ud ra ketika di Habasyah pernah memberikan suap dengan dua dinar untuk mendapatkan haknya dan mengatakan, ”Sesungguhnya dosa bukan bagi si pemberi akan tetapi bagi si penerima.”
Sedangkan tentang gaji, apakah gaji itu selamanya haram bagi si pemberi suap atau apakah suap itu merupakan sesuatu yang terpisah dan dosanya tidak berpengaruh terhadap gajinya? Maka jawabannya adalah jika orang itu adalah orang yang berhak (tepat) terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya itu maka gaji yang didapatnya adalah halal karena gaji itu merupakan imbalan bagi pekerjaannya.
Sebaliknya jika si pekerjanya itu tidak professional terhadap pekerjaannya atau tidak menunaikannya dengan benar maka dirinya tidaklah berhak mendapatkan imbalan dikarenakan ia tidak melaksanakan pekerjaannya itu.
Maka tidaklah ada keterkaitannya antara kehalalan gaji dengan suap. (Markaz al Fatwa No. 136730)
Dengan demikian jika anda adalah orang yang berhak menjadi tentara artinya nilai-nilai hasil tes anda memenuhi persyaratan untuk menjadi tentara dan meyakini bahwa anda berhak atas satu tempat di situ namun anda tidak bisa mendapatkan hak anda itu kecuali jika anda membayarkan sejumlah uang suap maka dibolehkan bagi anda memberikan suap itu dan dosanya ditimpakan kepada yang menerimanya.
Akan tetapi jika anda tidak termasuk orang yang berhak menjadi tentara karena nilai-nilai tes anda tidak memenuhi persyaratan namun anda bisa lulus jika memberikan sejumlah uang suap maka pemberian tersebut diharamkan dan dosanya ditimpakan kepada anda sebagai pemberi dan juga si penerima.
Adapun tentang nazar untuk menyembelih kambing jika anda lulus menjadi tentara maka hal itu haruslah ditunaikan jika anda lulus menjadi tentara, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Barangsiapa yang bernazar untuk mentaati Allah, maka ia wajib menaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah maka ia tidak boleh maksiat terhadap-Nya.” (HR. Bukhori, Ahmad)
Wallahu A’lam.
Ustadz Sigit Pranowo
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/suap-menyuap.htm#.VFb14TSUdjR

HUKUM SEPUTAR SUAP DAN HADIAH
Oleh
Ustadz Armen Halim Naro Lc

Permasalahan harta, seakan-akan sebuah permasalahan yang tidak berkesudahan Sebagai seorang muslim yang menghadirkan akhirat ke dalam kehidupannya, tentu tidak menganggap permasalahan ini sepele atau terlampau menyempitkan ruang geraknya dalam mencari rizki. Sebab bagaimanapun juga, kita tetap butuh harta sebagai bekal, dan tetap waspada terhadap fitnahnya. Bagaimana tidak, pada saat ini kita menyaksikan, banyak orang tidak peduli lagi dalam mencari rizki, apakah dari yang halal atau dari yang haram. Hingga muncul penilaian, bahwa semua kebahagian hidup, keberhasilan, atapun kesuksesan ditentukan dan diukur dengan harta.
_________________________________

Pada dasarnya, syariat selalu mendorong naluri manusia untuk berusaha, hal itu tidak saling bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Imam Mawardi rahimahullah mengelompokkan bidang usaha manusia kepada tiga bidang pokok : pertanian, perdagangan, dan industri[1]. Dewasa ini, sebagian ulama memasukkan bidang ‘kepegawaian’ menjadi salah satu bidang usaha yang sangat berharga bagi kebanyakan manusia, disamping tiga pokok usaha yang telah disebutkan Imam Mawardi rahimahullah tersebut.

Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut. Di antaranya, disebabkan munculnya suap, sogok menyogok atau pemberian uang diluar gaji yang tidak halal mereka terima. Bagaimana tinjauan syariat dalam masalah ini ? :

DEFINISI SUAP, HADIAH DAN BONUS
Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Sebagian ulama menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, uang suap, hadiah dan bonus.[2]

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”. [3]

Hadiah diambil dari kata bahasa Arab, dan definisinya, pemberian seseorang yang sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan”.[4]

Adapun bonus, ia memiliki definisi, yang mendekati makna hadiah, yaitu upah diluar gaji resmi (sebagai tambahan). [5]

DALIL TENTANG SUAP DAN HADIAH
Suap, hukumnya sangat jelas diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma, baik bagi yang memberi maupun yang menerima.

Di dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.[Al-Baqarah : 188]

Dalam ,menafsirkan ayat di atas, al Haitsami rahimahullah berkata : “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka, dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian, sedangkan kalian mngetahui hal itu tidak halal bagi kalian”.[6]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ 

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah don ditulikanNya telinga mereka dan dibutakanNya penglihatan mereka [Muhammad : 22-23]

Abul ‘Aliyah rahimahullah berkata, “Membuat kerusakan di permukaan bumi dengan suap dan sogok.”[7]. Dalam mensifati orang-orang Yahudi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. [Al-Maidah : 42]

Tentang ayat ini, Hasan dan Said bin Jubair rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud adalah pemakan uang suap, dan beliau berkata: “Jika seorang Qodi (hakim) menerima suap, tentu akan membawanya kepada kekufuran”.[8]

Sedangkan dari Sunnah.

‎ عَنْ عُمَر عَبْدِ اللهِ بْنِ قاَلَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الرَاشِى، وُاْلمُرْتَشَىِ 

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”.[HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244]

Dalam riwayat Tsauban, terdapat tambahan hadits: “Arroisy” (...dan perantara transaksi suap)”. [HR Ahmad, 5/279 dalam sanadnya ada Laits bin Abi Salim, hafalannya bercampur, dan Syaikhnya, Abul Khattab majhul]

Hadits ini menunjukkan, bahwa suap termasuk dosa besar, karena ancamannya adalah Laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah. Al Haitsami rahimahullah memasukkan suap kepada dosa besar yang ke-32.

Sedangkan menurut Ijma’, telah tenjadi kesepakatan umat tentang haramnya suap secara global, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, [9] Ibnul Atsir, [10] Shan’ani rahimahullah. [11]

Adapun hadiah, Ia merupakan pemberian yang dianjurkan oleh syariat, sekalipun pemberian itu -menurut pandangan yang memberi- sesuatu yang remeh.

Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Wahai, wanita muslimah. Janganlah kalian menganggap remeh pemberian seorang tetangga kepada tetangganya, sekalipun ujung kaki kambing”. [HR Bukhari, no. 2566. Lihat Fathul Bari, 5/198]

Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencinta”. [HR Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 594. Ibnu Hajar berkata,”Sanadnya shahih”]

Tentang anjuran saling memberi hadiah, di kalangan ulama telah terjadi Ijma’, karena Ia memberikan pengaruh yang positif di masyarakat; baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Bagi yang memberi, itu sebagai cara melepaskan diri dari sifat bakhil, sarana untuk saling menghormati dan sebagainya. Sedangkan kepada yang diberi, sebagai salah satu bentuk memberi kelapangan terhadapnya, hilangnya kecemburuan dan kecurigaan, bahkan mendatangkan rasa cinta dan persatuan dengan sesama.

PERBEDAAN ANTARA SUAP DENGAN HADIAH
Seorang muslim yang mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat membedakan jalan yang hendak Ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan tersebut, di antaranya :

1. Suap adalah, pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor. Sedangkan hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim.

2. Suap, ketika memberinya tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan hadiah, pemberiannya tidak bersyarat.

3. Suap, diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Sedangkan hadiah, ia diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang, seperti kepada kerabat, tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi.[12]

4. Suap, pemberiannya dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut- menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati. Sedangkan hadiah, pemberian terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan.

5. Suap -biasanya- diberikan sebelum pekerjaan, sedangkan hadiah diberikan setelahnya. [13] 

HUKUM PEMBERIAN KEPADA PEGAWAI
Pada dasarnya, pemberian seseorang kepada saudaranya muslim merupakan perbuatan terpuji dan dianjurkan oleh syariat. Hanya, permasalahannya menjadi berbeda, jika pemberian tersebut untuk tujuan duniawi, tidak ikhlas mengharapkan ridha Allah semata.Tujuan duniawi yang dimaksud, juga berbeda-beda hukumnya sesuai dengan seberapa jauh dampak dan kerusakan yang ditimbulkan dari pemberian tersebut.

Terdapat riwayat yang sangat menarik untuk menggambarkan penmasalahan ini. Dan Abu Hamid as Sa’idi Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengangkat salah seorang dari suku Azad sebagai petugas yang mengambil zakat Bani Sulaim. Orang memanggilnya dengan ‘Ibnul Lutbiah. Ketika datang, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengaudit hasil zakat yang dikumpulkannya.

Ia (orang tersebut, Red) berkata,”Ini harta kalian, dan ini hadiah,”

Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Kalau engkau benar, mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, sampai hadiah itu mendatangimu?”

Lalu beliau berkhutbah, memanjatkan pujian kepada Allah azza wa jalla , Lalu beliau bersabda : “Aku telah tugaskan seseorang dari kalian sebuah pekerjaan yang Allah azza wa Jalla telah pertanggungjawakan kepadaku, Lalu ia datang dan berkata “yang ini harta kalian, sedangkan yang ini hadiah untukku”. Jika dia benar, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya, kalau benar hadiah itu mendatanginya. Demi Allah , tidak boleh salah seorang kalian mengambilnya tanpa hak, kecuali dia bertemu dengan Allah dengan membawa unta yang bersuara, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik,” lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya hingga nampak ketiaknya, dan berkata: “Ya Allah, telah aku sampaikan,” (rawi berkata),”Aku Lihat langsung dengan kedua mataku, dan aku dengar dengan kedua telingaku.” [HR Bukhari, 6979 dan Mustim, 1832]

Karena seringnya orang mempermainkan istilah syariat, sehingga sesuatu yang haram dianggapnya bisa menjadi halal. Begitu pula dengan suap. Di-istilahkan dengan bonus atau fee dan sebagainya. Maka, yang terpenting bagi seorang muslim adalah. harus mengetahui bentuk pemberian tersebut dan hukum syariat tentang permasalahan itu.

Dalam Pemberian Sesuatu Kepada Pegawai. Terbagi Dalam Tiga Bagian.

Pertama : Pemberian Yang Diharamkan Memberi. Maupun Mengambilnya.[14]
Kaidahnya, pemberian tersebut bentujuan untuk sesuatu yang batil, ataukah pemberian atas sebuah tugas yang memang wajib dilakukan oleh seorang pegawai.

Misalnya pemberian kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat menjadi pegawai pada sebuah instansi. Dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan menutup mata terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau mengambil hak orang Lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang yang lebih berhak, atau memenangkan perkaranya, dan sebagainya.

Diantara permisalan yang juga tepat dalam permasalahan ini adalah, pemberian yang diberikan oleh perusahaan atau toko kepada pegawainya, agar pegawainya tersebut merubah data yang seharusnya, atau merubah masa berlaku barang, atau mengganti nama perusahaan yang memproduksi, dan sebagainya. 

Kedua : Pemberian Yang Terlarang Mengambilnya, Dan Diberi Keringanan Dalam Memberikannya.
Kaidahnya, pemberian yang dilakukan secara terpaksa, karena apa yang menjadi haknya tidak dikerjakan, atau disengaja diperlambat oleh pegawai bersangkutan yang seharusnya memberikan pelayanan.

Sebagai misal, pemberian seseorang kepada pegawai atau pejabat, yang ia lakukan karena untuk mengambil kembali haknya, atau untuk menolak kezhaliman terhadap dirinya. Apalagi Ia melihat, jika sang pegawai tersebut tidak diberi sesuatu (uang, misalnya), maka ia akan melalaikan, atau memperlambat prosesnya, atau ia memperlihatkan wajah cemberut dan masam. [15]

Syaikhul Islam Ibnu TaImiyyah rahimahullah berkata : Jika seseorang memberi hadiah (dengan maksud) untuk menghentikan sebuah kezhaLiman atau menagih haknya yang wajib, maka hadiah ini haram bagi yang mengambil, dan boleh bagi yang memberi. Sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku seringkali memberi pemberian kepada seseorang, lalu ia keluar menyandang api (neraka),” ditanyakan kepada beliau,”Ya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengapa engkau memberi juga kepada mereka?” Beliau menjawab, “Mereka tidak kecuali meminta kepadaku, dan Allah tidak menginginkanku bakhil.” [16]

Ketiga : Pemberian Yang Diperbolehkan, Bahkan Dianjurkan Memberi Dan Mengambilnya.
Kaidahnya, suatu pemberian dengan tujuan mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memperkuat tali silaturahim atau menjalin ukhuwah Islamiah, dan bukan bertujuan memperoleh keuntungan duniawi.

Di bawah ini ada beberapa permasalahan, yang hukumnya masuk dalam bagian ini, sekalipun yang afdhal bagi pegawai, tidak menerima hadiah tersebut, sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari tuduhan dan sadduz zari’ah (penghalang) baginya dari pemberian yang haram.

1. Hadiah seseorang yang tidak mempunyai kaitan dengan pekerjaan (usahanya). Sebelum orang tersebut menjabat, ia sudah sering juga memberi hadiah, karena hubungan kerabat atau yang lainnya. Dan pemberian itu tetap tidak bentambah, meskipun yang ia beri sekarang sedang menjabat.
2. Hadiah orang yang tidak biasa memberi hadiah kepada seorang pegawai yang tidak berlaku persaksiannya, seperti Qodi bersaksi untuk anaknya, dan hadiah tersebut tidak ada hubungannya dengan usahanya.
3. Hadiah yang telah mendapat izin dan oleh pemerintahannya atau instansinya.
4. Hadiah atasan kepada bawahannya.
5. Hadiah setelah ia meninggalkan jabatannya, dan yang lain-lain.

Demikian penmasalahan hadiah, yang ternyata cukup pelik kita hadapi. Apalah lagi dengan perbuatan ghulul?

Ghulul adalah mencuri secara diam-diam. Perbuatan ini, tentu lebih tidak boleh dilakukan. Dalam sebuah hadits disebutkan :

Dari ‘Adi bin Amirah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda : “Barangsiapa yang kami tunjuk untuk sebuah pekerjaan, Lalu ia menyembunyikan sebuah jarum atau lebih, berarti Ia telah berbuat ghulul mencuri secara diam-diam) yang harus ia bawa nanti pada hari kiamat”. 

Dia (‘Adi) berkata : Tiba-tiba seorang laki-laki Anshar berkulit hitam, ia tegak bendiri seakan-akan aku melihatnya, lalu ia berkata: “Ya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, tawarkan pekerjaan kepadaku,” beliau bersabda, “Apa gerangan?” Dia berkata, “Aku mendengar engkau baru saja berkata begini dan begini,” Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, ”Saya tegaskan kembali. Barangsiapa yang kami tunjuk untuk mengerjakan sesuatu, maka hendaklah ia membawa semuanya, yang kecil maupun yang besar. Apa yang diberikan kepadanya, ia ambil. Dan apa yang dilarang mengambilnya, ia tidak mengambilnya.”[HR Muslim, no. 1833]

SOLUSI SUAP DAN HADIAH YANG HARAM
Permasalahan suap dan “pemberian hadiah” yang membudaya di masyarakat ini, dikenal di tengah masyarakat seiring dan berkelindan dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Perbuatan ini merupakan penyakit yang sudah sangat akut. Penyebab utamanya adalah kebodohan terhadap syariat Islam yang hanif ini, sehingga banyak perintah yang ditinggalkan, dan ironisnya banyak larangan yang dikerjakan.

Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam dan menebarkan kemaksiatan Lainnya. Dia akan menggeser peran hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah dipraktekkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagian, Islam haruslah dijalankan secara kafah (menyeluruh).

Secara singkat, solusi memberantas suap maupun penyakit sejenisnya, terbagi dalam dua hal.

Pertama : Solusi Untuk Individu Dan Masyarakat. 
1. Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan takwa ia mengetahui perintahNya lalu melaksanakannya, dan mengetahui laranganNya lalu menjauhinya.

2. Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah, dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah. Dalam hat ini, peran agama memiliki pengaruh sangat besar, yaitu dengan penanaman akhlak yang mulia.

3. Setiap individu selalu belajar memahami rizki dengan benar. Bahwa membahagiakan diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi berkah pada hartanya, dan Ia dapat berbahagia dengan harta tersebut.

4. Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik penghidupan ini ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua perbuatan manusia akan ditanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang hartanya, dari mana engkau mendapatkannya, dan kemana engkau habiskan? Jika seseorang selamat pada pertanyaan pertama, belum tentu ia selamat pada pertanyaan berikutnya.

Kedua : Solusi Untuk Ulil Amri (Pemerintah).
1. Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini, hendakah memulai dari mereka sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan mengikutinya, dan sebaliknya.

2. Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tauhid telah lurus dan iman telah benar, maka, semuanya akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap diri seorang muslim.

3. Jika mengangkat seorang pejabat atau pegawai, hendaklah mengacu kepada dua syarat, yaitu keahlian, dan amanah. Jika kurang salh satu dari dua syarat tersebut, tak mustahil terjadi kerusakan. Kemudian, memberi hukuman sesuai dengan syariat bagi yang melanggarnya.

4. Semua pejabat pemerintah seharusnya mencari penasihat dan bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk berbuat baik, dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, Ia juga menjauhi bithanah yang thalih.

Demikian yang dapat dikemukakan dalam permasatalan ini Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kekuatan kepada kaum Muslimin untuk menegakkan agamanya pada kehidupan ini, sehingga dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish showab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Al Hawil Kabir, 19/180.
[2]. Lihat Subulussalam, Shan’ani, 1/216.
[3]. Kamus Besar Bahasa Indenesia, hlm. 720, dan semakna dengan defimsi para ulama. Lihat juga Mukhtarush Shihah, hlm. 244 dan Qamus Muhith, 4/336.
[4]. Aqrabul Masalik, 5/341,342.
[5]. Kamus Besar Bahasa Indenesia, hlm. 154.
[6]. Az Zawajir, Haitsami 1/131, senada dengan yang ditafsirkan al Baghawi, Syarhussunnah, 10/88.
[7]. Ahkamul Qur’an, al Qurthubi, 16/208.
[8]. Al Mughni, 11/437.
[9]. Ibid.
[10]. An Nihayah, 2/226.
[11]. Subulussalam, 1/216.
[12]. Ar-Ruh, Ibnul Qayyim, 1/240.
[13]. Lihat pembahasan ini di kitab Hadaya Lil Muwazhzhafin, Dr. al Hasyim, hal 27-29.
[14]. Ibid, hlm. 35-79.
[15]. Bahkan di banyak kejadian, pemberian seperti itu sudah merupakan hal wajib, sampai-sampai mereka tidak sungkan dan tidak lagi tahu malu dengan menghardik orang yang tidak memberikan uang kepadanya.
[16]. Majmu’ Fatawa, 31/286. Lihat pula pembahasan ini di Fathul Qadir 7/255, Mawahibul Jalil 6/121, al Hawil Kabir, 16/283; Nailul Author, 10/259-261.
http://almanhaj.or.id/content/2283/slash/0/hukum-seputar-suap-dan-hadiah/