Pages

05 February 2008

Mengokohkan Jati Diri dan Citra PKS

Mengokohkan Jati Diri dan Citra PKS

(Menyambut Mukernas Partai Keadilan Sejahtera di Bali)

 

Oleh: Mohamad Sohibul Iman

Ketua DPP PKS

 

Slogan 'Bersih dan Peduli' yang dicanangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjelang Pemilu 2004 mengantarkan partai ini pada perolehan suara spektakuler. Dari semula hanya 1,5 persen pada Pemilu 1999 melonjak lima kali lipat menjadi 7,5 persen sehingga menjadikannya sebagai partai Islam paling fenomenal.

 

Ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa 'Bersih dan Peduli' bukan semata slogan, tapi kristalisasi bukti-bukti di lapangan sejak partai ini berdiri tahun 1998 (sebelumnya Partai Keadilan). 'Bersih dan Peduli' dengan mudah diatribusikan kepada PKS karena memang nilainilai itu dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat.

 

Sampai kadar tertentu 'Bersih dan Peduli' telah menjadi brand image sekaligus specific knowledge PKS. Brand image terkait dengan pencitraan diri, sementara specific knowledge terkait dengan penciptaan nilai (value creation) dan penyebaran manfaat (benefit delivery).

 

Penciptaan nilai dan penyebaran manfaat merupakan orisinalitas (jati diri), sementara citra merupakan buah atau cermin dari orisinalitas. Citra tidak dapat diciptakan dengan kemasan dan pemasaran semata, secanggih apa pun.

 

Kemasan dan pemasaran tanpa orisinalitas melahirkan citra semu. Citra sejati dibangun oleh orisinalitas ditambah kemasan dan pemasaran yang baik.

 

PKS akan menggelar mukernas pada 1-3 Februari 2008 di Bali. Salah satu agenda pentingnya revitalisasi dan pengokohan citra 'Bersih dan Peduli'. Dalam dokumen falsafah perjuangan dan platform pembangunan PKS yang diterbitkan Desember 2007, citra itu tetap menjadi positioning partai.

 

Bersih cermin kesalehan moral, sementara peduli cermin kesalehan sosial. Dalam kedua dokumen ini ditegaskan bahwa untuk dapat memimpin bangsa dibutuhkan juga kesalehan profesional. Maka, slogan PKS menjelang Pemilu 2009 adalah 'Bersih, Peduli, dan Profesional'. Pemaknaan profesional adalah dimilikinya kompetensi inti, kecakapan manajerial, kemampuan berpikir strategis, dan sikap terbuka (open minded).

 

Introspeksi

 

Sejak PKS menjadi bagian dari koalisi SBY-JK tahun 2004, citra 'Bersih dan Peduli' kurang kuat menggema. Kisah-kisah heroik sebelum 2004 yang merupakan pembuktian 'Bersih dan Peduli' di ruang publik seakan tenggelam oleh langkah-langkah politik yang mencerminkan kegamangan antara sebagai partai oposisi atau bagian dari pemerintahan.

 

Tentu ini dapat dimaknai positif sebagai proses pembelajaran dan pencarian bentuk ideal partai dakwah. Dalam kacamata dakwah, di antara prinsipnya adalah amar ma'ruf nahiy munkar, fastabiqul khoirot, dan maslahat umat, partai oposisi dan partai pemerintah tidak dilihat dalam oposisi biner. Selalu ada ruang dan posisi yang bisa diisi untuk menjembatani keduanya.

 

Di sisi lain, ini juga dapat dilihat secara negatif sebagai trial and error yang dapat menggerus citra itu. Trial and error memang bagian dari proses pembelajaran. Namun, pembelajaran yang baik tentu ada evaluasi dan kerangka waktu yang jelas. Keduanya dibutuhkan agar proses pembelajaran selalu on the right track dan dapat mengukur dengan jelas kemajuan pembelajaran itu sendiri. Dengan itu pembelajaran menjadi efektif dan modal dasar 'Bersih dan Peduli' dapat dipertahankan dan dikokohkan serta disinergikan dengan citra profesional.

 

Jelas bahwa lonjakan lima kali lipat perolehan suara PKS telah mengantarkan makin banyaknya kader-kader PKS yang menduduki jabatan-jabatan publik, baik legislatif maupun eksekutif, di pusat maupun daerah. Ini membawa konsekuensi PKS berhadapan dengan tantangan-tantangan dan peluang-peluang kekuasaan politik dan ekonomi yang makin besar.

 

Tarik menarik antara tantangan dan peluang ini tentu saja harus disikapi dengan arif dan hati-hati agar tidak terjebak dalam pragmatisme dan perilaku politik primitif. Pada titik ini penerjemahan dan elaborasi makna 'Bersih dan Peduli' perlu semakin diperjelas.

 

Disadari bahwa dalam perjalanan 3,5 tahun sejak 2004 penerjemahan ini belum membuahkan satu kejelasan dan standardisasi makna 'Bersih dan Peduli' versi PKS. Yang terlihat adalah ijtihad-ijtihad pribadi para kader dalam menerjemahkan 'Bersih dan Peduli' ketika berhadapan dengan tantangan dan peluang.

 

Karenanya, pemaknaan 'Bersih dan Peduli' PKS menjadi terasa beragam. Tentu ini tidak menguntungkan bagi penciptaan brand image) PKS, bahkan dapat mengaburkan orisinalitasnya. Untuk itu dalam mukernas di Bali, PKS akan dengan serius mengevaluasi masalah ini dan berupaya menerjemahkan makna 'Bersih, Peduli, dan Profesional' dalam konteks ruang publik yang lebih luas sehingga ada standar pemahaman tentang ketiganya.

 

Diharapkan ini dapat memperjelas orisinalitas dan mengokohkan citra PKS. Nasionalis substantif Dalam mukernas di Bali juga akan digelar dialog kebudayaan dan kebangsaan dengan menampilkan tokoh-tokoh nasional maupun pengamat asing. Ini untuk membincangkan pemaknaan dan pencarian format keterbukaan dan nasionalisme baru yang sesuai dengan semangat zaman (kekinian) dan kondisi riil Indonesia yang majemuk (kedisinian).

 

Bagi PKS substansi keterbukaan dan nasionalisme sudah selesai. Yang diperlukan adalah pemaknaan dan reformatisasi dalam konteks tantangan zaman baru yang terus berubah, baik di tingkat global, kawasan, maupun dalam negeri.

 

Kesadaran ideologis universal, tuntutan yuridis formal, dan kenyataan empiris masyarakat yang majemuk menjadikan masalah keterbukaan dan nasionalisme sudah selesai di tingkat institusional semua parpol (juga ormas) yang telah disahkan pemerintah. Yang sulit di tingkat pergaulan dan perilaku politik sehari-hari.

 

Di kalangan kader dan simpatisan parpol (juga ormas) masih banyak yang belum memiliki kemampuan bergaul secara spontan (spontaneous sociability) dengan seluruh elemen bangsa dikarenakan sekat-sekat partai (juga ormas) masing-masing. Di kalangan elite juga masih banyak yang berpolitik dengan mengeksploitasi sentimen-sentimen primordial untuk meraih simpati konstituen.

 

Jadi, persoalan keterbukaan dan nasionalisme bukan terletak pada klaim-klaim verbal dan seberapa majemuk kepengurusan suatu partai (juga ormas) tapi lebih pada bukti-bukti substantif-faktual. Ini terkait dengan mind set dan kejujuran pelaku partai (juga ormas) terhadap logika sehat, nurani bersih, dan nilai luhur.

 

Dalam dialog kebudayaan dan kebangsaan PKS juga akan membincangkan masalah itu agar seluruh kader dan elite partai mendapat wawasan lebih luas dan memiliki kemampuan bergaul secara spontan dengan seluruh elemen bangsa. PKS meyakini reformasi dan transformasi bangsa ini hanya dapat dilakukan oleh suatu critical mass (di dalam maupun di luar PKS) yang memiliki kesalehan moral, kesalehan sosial, dan kesalehan profesional, serta memiliki daya rekat bangsa. Mereka ini akan tampil menjadi sosok nasionalis substantif, bukan nasionalis pragmatis.

 

 

Sumber: http://www.pk-sejahtera.org/2006/index.php?op=isi&id=4333

3 comments:

  1. katanya PKS mau gandengan dengan PDIP... gimana ceritanya tuh...

    ReplyDelete
  2. welahhhhh...kok PDIP?serius?waddduuuuh...

    ReplyDelete
  3. Kenapa di bali ya Mukernasnya?ada2 aja....

    ReplyDelete