Pages

25 July 2008

Harta Isteri, yang Manakah?

Harta isteri adalah harta milik isteri, baik yang dimiliki sejak sebelum menikah, atau pun setelah menikah. Harta isteri setelah menikah yang terutama adalah dari suami dalam bentuk nafaqah (nafkah), selain juga mungkin bila isteri itu bekerja atau melakukan usaha yang bersifat bisnis.

Khusus masalah nafkah, sebenarnya nafkah sendiri merupakan kewajiban suami dalam bentuk harta benda untuk diberikan kepada isteri. Segala kebutuhan hidup isteri mulai dari makanan, pakaian dan tempat tinggal, menjadi tanggungan suami.

Dengan adanya nafkah inilah kemudian seorang suami memiliki posisi qawam (pemimpin) bagi isterinya, sebagaimana firman Allah SWT:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa': 34)

Namun yang seringkali terjadi, sebagian kalangan beranggapan bahwa nafkah suami kepada isteri adalah biaya kehidupan rumah tangga saja. Pemandangan sehari-harinya adalah suami pulang membawa amplop gaji, lalu semua diserahkan kepada isterinya.

Cukup atau tidak cukup, pokoknya ya harus cukup. Tinggallah si isteri pusing tujuh keliling, bagaimana mengatur dan menyusun anggaran belanja rumah tangga. Kalau isteri adalah orang yang hemat dan pandai mengatur pemasukan dan pengeluaran, suami tentu senang.

Yang celaka, kalau isteri justru kacau balau dalam memanaje keuangan. Alih-alih mengatur keuangan, yang terjadi justru besar pasak dari pada tiang. Ujung-ujungnya, suami yang pusing tujuh keliling mendapati isterinya pandai membelanjakan uang, plus hobi mengambil kredit, aktif di arisan dan berbagai pemborosan lainnnya.

Padahal kalau kita kembalikan kepada aturan asalnya, yang namanya nafkah itu lebih merupakan 'gaji' atau honor dari seorang suami kepada isterinya. Sebagaimana 'uang jajan' yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya.

Adapun kebutuhan rumah tangga, baik untuk makan, pakaian, rumah, listrik, air, sampah dan semuanya, sebenarnya di luar dari nafkah suami kepada isteri. Kewajiban mengeluarkan semua biaya itu bukan kewajiban isteri, melainkan kewajiban suami.

Kalau suami menitipkan amanah kepada isterinya untuk membayarkan semua biaya itu, boleh-boleh saja. Tetapi tetap saja semua biaya itu belum bisa dikatakan sebagai nafkah buat isteri. Sebab yang namanya nafkah buat isteri adalah harta yang sepenuhnya menjadi milik isteri.

Kira-kira persis dengan nafkah di awal sebelum terjadinya akad nikah, yaitu mahar atau maskawin. Kita tahu bahwa sebuah pernikahan diawali dengan pemberian mahar atau maskawin. Dan kita tahu bahwa mahar itu setelah diserahkan akan menjadi sepenuhnya milik isteri.

Suami sudah tidak boleh lagi meminta mahar itu, karena mahar itu statusnya sudah jadi milik isteri. Kalau seandainya isteri dengan murah hati lalu memberi sebagian atau seluruhnya harta mahar yang sudah 100% menjadi miliknya kepada suaminya, itu terserah kepada dirinya. Tapi yang harus dipastikan adalah bahwa mahar itu milik isteri.

Sekarang bagaimana dengan nafkah buat isteri?

Kalau kita mau sedikit cermat, sebenarnya dan pada hakikatnya, yang disebut dengan nafkah buat isteri adalah harta yang sepenuhnya diberikan buat isteri. Dan kalau sudah menjadi harta milik isteri, maka isteri tidak punya kewajiban untuk membiayai penyelenggaraan rumah tangga. Nafkah itu 'bersih' menjadi hak isteri, di luar biaya makan, pakaian, bayar kontrakan rumah dan semua kebutuhan sebuah rumah tangga.

Mungkin Anda heran, kok segitunya ya? Kok matre' banget sih konsep seorang isteri dalam Islam?

Jangan heran dulu, kalau kita selama ini melihat para isteri tidak menuntut nafkah 'eksklusif' yang menjadi haknya, jawabnya adalah karena para isteri di negeri kita ini umumnya telah dididik secara baik dan ditekankan untuk punya sifat qana'ah.

Saking mantabnya penanaman sifat qana'ah itu dalam pola pendidikan rumah tangga kita, sampai-sampai mereka, para isteri itu, justru tidak tahu hak-haknya. Sehingga mereka sama sekali tidak mengotak-atik hak-haknya.

Memandang fenomena ini, salah seorang murid di pengajian nyeletuk, "Wah, ustadz, kalau begitu hal ini perlu tetap kita rahasiakan. Jangan sampai isteri-isteri kita sampai tahu kalau mereka punya hak nafkah seperti itu."

Yang lain menimpali, "Setuju stadz, kalau sampai isteri-isteri kita tahu bahwa mereka punya hak seperti itu, kita juga ntar yang repot nih ustadz. Jangan-jangan nanti mereka tidak mau masak, ngepel, nyapu, ngurus rumah dan lainnya, sebab mereka bilang bahwa itu kan tugas dan kewajiban suami. Wah bisa mejret nih kita-kita, ustadz."

Yang lain lagi menambahi, "Benar ustadz, bini ane malahan sudah tahu tuh masalah ini. Itu semua kesalahan ane juga sih awalnya. Sebab bini ane tuh, ane suruh kuliah di Ma'had A-Hikmah di Jalan Bangka. Rupanya materi pelajarannya memang sama ame nyang ustadz bilang sekarang ini. Cuman bini ane emang nggak tiap hari sih begitu, kalo lagi angot doang."

"Tapi kalo lagi angot, stadz, bah, ane jadi repot sendiri. Tuh bini kagak mao masak, ane juga nyang musti masak. Juga kagak mau nyuci baju, ya udah terpaksa ane yang nyuciin baju semua anggota keluarga.Wii, pokoknya ane jadi pusing sendiri karena punya bini ngarti syariah."

Menjawab 'keluhan' para suami yang selama ini sudah terlanjur menikmati ketidak-tahuan para isteri atas hak-haknya, kami hanya mengatakan bahwa sebenarnya kita sebagai suami tidak perlu takut. Sebab aturan ini datangnya dari Allah juga. Tidak mungkin Allah berlaku berat sebelah.

Sebab Allah SWT selain menyebutkan tentang hak-hak seorang isteri atas nafkah 'eksklusif', juga menyebutkan tentang kewajiban seorang isteri kepada suami. Kewajiban untuk mentaati suami yang boleh dibilang bisa melebihi kewajibannya kepada orang tuanya sendiri.

Padahal kalau dipikir-pikir, seorang anak perempuan yang kita nikahi itu sejak kecil telah dibiayai oleh kedua orang tuanya. Pastilah orang tua itu sudah keluar biaya besar sampai anak perawannya siap dinikahi. Lalu tiba-tiba kita kita datang melamar si anak perawan itu begitu saja, bahkan kadang mas kawinnya cuma seperangkat alat sholat tidak lebih dari nilai seratus ribu perak.

Sudah begitu, dia diwajibkan mengerjakan semua pekerjaan kasar layaknya seorang pembantu rumah tangga, mulai dari shubuh sudah bangun dan memulai semua kegiatan, urusan anak-anak kita serahkan kepada mereka semua, sampai urusan genteng bocor. Sudah capek kerja seharian, eh malamnya masih pula 'dipakai' oleh para suaminya.

Jadi sebenarnya wajar dan masuk akal kalau untuk para isteri ada nafkah 'eksklusif' di mana mereka dapat hak atas 'honor' atau gaji dari semua jasa yang sudah mereka lakukan sehari-hari, di mana uang itu memang sepenuhnya milik isteri. Suami tidak bisa meminta dari uang itu untuk bayar listrik, kontrakan, uang sekolah anak, atau keperluan lainnya.

Dan kalau isteri itu pandai menabung, anggaplah tiap bulan isteri menerima 'gaji' sebesar sejuta perak yang utuh tidak diotak-atik, maka pada usia 20 tahun perkawinan, isteri sudah punya harta yang lumayan 20 x 12 = 240 juta rupiah.

Lumayan kan?

Nah hartai tu milik isteri 100%, karena itu adalah nafkah dari suami. Kalau suami meninggal dunia dan ada pembagian harta warisan, harta itu tidak boleh ikut dibagi waris. Karena harta itu bukan harta milik suami, tapi harta milik isteri sepenuhnya. Bahkan isteri malah mendapat bagian harta dari milik almarhum suaminya lewat pembagian waris.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/eki/8724002110-harta-isteri-manakah.htm

19 comments:

  1. ya donk... wanita kan punya hak prerogatif,, uang mu uang ku ,, uang ku uang ku ;p

    ReplyDelete
  2. wah ini baru pembahasan menarik, jarang2 lho om perspektif ikhwan sbegini luasnya tentang nafkah untuk istri...:P
    Kalo istri bekerja, bisa tetap dapet "uang jajan" dari suaminya gak? Karena penghasilan istri bekerja yang sekedar membantu suami supaya tidak mganggu kebutuhan RT, kan gak gede, kadang kurang...gimana tuh ya om?TFS:)

    ReplyDelete
  3. TFS.
    ini juga yang selalu disebut pas gw mo merit kemaren, suami sampe ditatar soal ini. jadi meski istri bekerja, suami juga nggak boleh seenaknya. hidup suami masih ditanggung suami sepenuhnya, gaji istri adalah milik istri sepenuhnya, kecuali memang istri ikhlas mau berbagi. gitu kan?

    hehehehe

    ReplyDelete
  4. setujuuuuuuuuuuuuuuu...hartaku ya hartaku...nah hartamu ya hartaku juga...:P

    ReplyDelete
  5. wah, salah posting nih saiyah, jadi pada tau semuah deh para wanita2 inih ^_^ gubraks

    ReplyDelete
  6. ahahahahhaah udah tau daridulu wek

    ReplyDelete
  7. ho-oh, dah tau dr duluu banget Pin

    ReplyDelete
  8. iya, tapi kan jadi makin kuat nanti alasannya :D

    ReplyDelete
  9. iye...kite2 mah yang cewe dah pada tahu masalah ini...makanya deh jadi buruan nikah, biar dapet dobel "uang jajan"....hehehehehe....

    ReplyDelete
  10. iya nih, alhamdulillaah sejak menikah.. gaji ane utuh.. hihi..
    enak kan jadi istri...:)

    ReplyDelete
  11. hahaa,, semakin menguatkan.. :D
    Makanya, posting nya seperti kisah ummu Wafa (istri Hasan Albana) dunk..

    ReplyDelete
  12. Betul. Uang wanita adalah uang wanita sedangkan uang lelaki adalah juga uang wanita.... hebat yah ,,,,sebagai kaum lelaki saya setuju itu...

    ReplyDelete
  13. enak bener jadi wanita, ya? hmmm...

    ReplyDelete
  14. terima kasih buat mas Ipin atas ilmunya. perempuan memang hebat ;) lakilaki juga de :d

    ReplyDelete
  15. Dalil yang dijadikan landasan dalam artikel di atas bersifat zhanny dalalah. Dengan demikian, peluang ijtihad terbuka. Boleh-boleh saja Ahmad Sarwat berpandangan demikian dengan ijtihadnya. Namun kita juga menghargai pandangan ulama lain yang hasil ijtihadnya berbeda dengan itu.

    ReplyDelete
  16. Itu soal pendapatan. Gimana dgn hutang? Apa hutang suami hutang isteri juga? Ato hutang isteri hutang suami juga?

    ReplyDelete
  17. Nah klo misalkan ada istri yg bekerja dan memenuhi semua kebutuhan rmh tangga gmn?boro2 dpt nafkah exclusive.. :))
    nah gmn tuh hak istri?

    ReplyDelete