Pages

20 September 2008

[flash fiction] Diari Pengantin (part # 1)

"MASA AKU YANG HARUS SELALU MENGALAH", suara wanita itu meninggi.

"APA.., KAMU SELALU MENGALAH..? HUH, YANG ADA JUGA KAMU YANG SELALU MAU MENANG SENDIRI", suaraku tak kalah tinggi.

"Masa bodo ah", jawabnya ketus.

"Ya, memang kamu bodo"

"Kamu yang lebih bodo karena mau menikahi wanita bodo seperti saya"

"Kamu..?", aku mengangkat tanganku.

Lelaki sejati tidak memukul wanita, terngiang di kepala. Aku mengambil pot keramik kecil di meja, melemparkannya kuat ke sudut ruangan. Pecah berkeping-keping. Suaranya riuh memecah malam. Tegang.

Aku merebahkan diri kesal, duduk di sofa coklat ruang keluarga. Nisa berlari masuk ke kamar, pintu kamar ditutup keras, BRUK. Suara isak tangis terdengar sampai keluar kamar.

Ku ambil kunci motor Ninja RR ku, keluar, mencari udara segar. Pengap di rumah.


Sekembalinya aku ke rumah, tidak kudapati Nisa di sana.

"Kemana dia", batinku bertanya.

Ku tekan nomor handphone-nya. Cinta, begitu aku menulis namanya di kontak handphone-ku.

"Kamu dimana?"

"Aku sedang dalam perjalanan ke rumah ayah"

"Hey, apa yang sedang kamu lakukan? Kembali ke sini, atau kamu tidak usah kembali sama sekali", nadaku keras terdengar.

Tuuuuut, handphone-nya dimatikan.

"Dasar wanita keras kepala, bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan dirinya"

Ku ambil kunci motorku kembali, bergegas memacu kendaraanku. Pintu rumah lupa ku kunci, masa bodo!

120 km per jam, spidometer menunjuk angka itu, beberapa kali klaksonku nyaring berbunyi mengusir kendaraan yang menghalangi jalanku.


Bruuum... sampai di rumah mertua.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam", pa Mardi, ayah mertuaku menyahut.

"Nisa di sini pa?"

"Iya, tunggu sebentar, tak panggilkan"

Nisa datang bersama ibunya, ia terlihat masih mengambek, marah.

"Kamu pulang ke rumahmu sana, selesaikan masalah rumah tanggamu baik-baik", ayahnya berkata.

Ia menengok ke arah ibunya, mencari pembelaan, ibunya malah mengangguk.

"Makasih ya pa, kami pamit dulu", ku cium tangan mereka berdua.

Dengan langkah sungkan, Nisa tetap mengikutiku.


Di sebuah persimpangan, lampu merah menyala. Nisa meloncat turun dari jok belakang motorku.

Ku pasang sandaran kaki motor, tidak ambil pusing dengan jalanan yang akan macet karena berhenti sembarangan.

"Kamu kenapa sih", aku kembali gusar, "berhentilah bertingkah seperti anak kecil", aku menarik tangannya, ia membalikkan badannya. Wajahnya tampak kesal.

Dua orang pengamen lewat dekat kami.

"Hey mas, ada apa ini?", rambutnya keriting panjang, kumal, "yang santai aja dong mas, klo sama perempuan"

"Bukan urusanmu", aku menjawab pendek.

"Hey, loe jangan sotoy ya", temannya ikut angkat bicara, pandangan kami bertemu, tajam. Aku masih dalam amarah, bertambah-tambah.

"Udah mas, ngga ada apa kok", Nisa berkata kepada mereka. Ia melangkah kembali ke arah tempat aku menghentikan motorku.

Kami melanjutkan perjalanan, menembus gelap malam metropolitan.


Setelah tigapuluh menit perjalanan, ia mulai merangkulku dari belakang, badannya berguncang, sepertinya ia menangis, ia menguatkan pegangan tangannya di tubuhku.

"Mas.., maafin Nisa ya", suara terdengar pelan.

Aku memasang lampu sen kiri, menepi.

"Maafin aku yang telah bersikap kekanak-kanakan dan keras kepala", wajahnya tertunduk.

"Iya, sama-sama, maafin mas juga yang telah bersikap keras", emosi itu mencair.

Bintang malam ini terlihat lebih cerah dari biasanya. Gejolak itu sepertinya sudah mereda. Lebih cepat dari yang kuduga.

 

---000---
20092008
*berjanjilah padaku bahwa kita kan tegar menghadapi riak gelombang...

4 comments:

  1. Again...:D
    anyway, Keep goin bro, dah masuk ILP blom?

    ReplyDelete
  2. jelek koh, terlalu singkat

    ga asik ah, ga romantis.. :p

    hahahaha
    kaborrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

    ReplyDelete
  3. cerita nyata ya?...pengalaman pribadi ?

    ReplyDelete
  4. @ichamary
    wekekeke, wild imagination cha :D
    ILP..? bukannya FLP..? :D
    belum cha, ngga sempat2 dulu ^_^

    @rahmi
    iya, biarin jelek yang penting buatan sendiri :P
    kritik dan sarannya dunk :D

    @whiteveil
    wehehehe, bukan, cuma fiksi aja kok :)

    ReplyDelete