TADZKIROH DEWAN SYARI‟AH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
NOMOR: 11/TK/DSP-PKS/1431H
TENTANG MENCARI KEBERKAHAN DALAM BERUSAHA
Pandangan Islam Terhadap harta :
Harta adalah salah satu dari kebutuhan asasi manusia, dengan harta seseorang bisa makan, minum, dan menopang kehidupannya, dengan harta ia dapat berzakat, berinfak dan bershadaqah, dengan harta juga ia bisa memberi nafkah keluarga, bahkan dengan harta pula ia bisa berjihad di jalanNya. Allah swt berfirman :
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik" .(QS.An-Nisa: 5)
Begitu pentingnya kedudukan harta dalam Islam, sehingga banyak sekali ayat Al-Qur‟an maupun hadits nabi membicarakan tentang harta, baik cara mencari, menginfakkan maupun bagaimana berinteraksi
"...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu." (QS. An-nur: 33)
Dalam ayat tersebut Allah swt. menyandarkan kata "Mal" (harta) kepada kata "Allah", karena pada prinsipnya harta adalah milik Allah yang harus diusahakan dan didistribusikan sesuai dengan petunjuk dan aturan Allah.
Dan dalam hadits Rasulullah saw banyak mengingatkan umatnya tentang harta, bahwa di antara pertanyaan yang diajukan di akhirat adalah terkait dengan harta, bagaimana cara mencarinya dan bagaimana pula cara membelanjakannya, dengan sabdanya :
“Tidak akan tergelincir kedua kaki seorang hamba di hari Kiamat, sehingga ditanya empat hal: tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang umurnya kemana dihabiskan, tentang hartanya dari mana didapatkannya dan untuk apa ia dibelanjakan” (HR At-Thabrani)
Mencari harta adalah kebutuhan sekaligus kewajiban :
Berusaha, bekerja, dan melakukan aktifitas ekonomi adalah suatu kewajiban sekaligus tuntutan kehidupan, bahkan Islam menganggapnya sebagai ibadah Apapun bentuk pekerjaannya apabila tidak bertentangan dengan ketentuan agamanya. Hal itu sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw :
Dari Ibnu Umar ra, dari rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah swt mencintai seorang mu'min yang mempunyai keahlian." (HR. Thabrani)
Dan telah dicontohkan oleh beliau langsung dengan berdagang, juga dicontohkan oleh para nabi terdahulu, seperti yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut :
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Daud as. dulu tidak pernah makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. Bukhori)
Dan dari Abu Hurairah juga bahwa Rasulullah saw bersabda: “Zakariya as. dulu adalah tukang kayu.” (HR. Muslim)
Dianggap Ibadah karena Rasulullah saw. pernah bersabda :
Dari Ka‟ab bin Ujrah ra. berkata : ada seorang laki-laki lewat di hadapan Rasulullah saw. dan para sahabat melihat kegigihan dan semangatnya, maka mereka berkata : Ya Rasulullah, seyogyanya semangat seperti ini di jalan Allah, maka Rasul pun menjawab: ”Apabila ia keluar mencari rizqi untuk anak-anaknya yang masih kecil maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari rizqi untuk kedua orang tuanya yang sudah tua maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari rizqi untuk dirinya untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri maka ia di jalan Allah, dan apabila ia keluar mencari rizqi karena riya dan berbangga-bangga maka ia di jalan syetan. (HR. Thabrani di targhib wa tarhib)
Nilainya harta itu ada pada keberkahan, dan keberkahan itu ada pada yang halal :
Karena mencari harta adalah kewajiban, maka tidak boleh dilakukan secara serampangan, tanpa mempedulikan halal dan haram. Karena nilainya harta itu ada pada keberkahan, dan keberkahan itu hanya ada pada yang halal. Oleh karena itu, setiap kita hendak berusaha mencari rizki maka yang yang harus ada dibenak kita pertama kali adalah kehalalan. Karena Rasulullah saw. bersabada :
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda : „Mencari yang halal itu wajib bagi setiap muslim‟ (HR. Thabrani)
Dan dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda :
Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah swt. senang melihat hamba-Nya berjalan mencari yang halal.” (Kanzul Ummal 4/9200)
Imam Suyuti berkata: “Setiap kata 'baroka' atau 'tabaroka' selalu disandarkan kepada kata 'Allah', hal itu menunjukkan bahwa keberkahan itu hanya bisa didapat dengan upaya menselaraskan usaha dan kerja kita dengan ajaran dan syariat Allah swt. Dengan memastikan kehalalan usaha yang dilakukan, dan hasil yang didapatkan.
Imam Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata : “Aku membaca ayat ini :
“Hai manusia makanlah dari bumi yang halal dan baik dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan sesungguhnya ia bagi kalian adalah musuh yang nyata‟ (QS. Al-Baqarah :168)
Maka Sa‟ad bin Abi Waqqas berdiri dan berkata : Ya Rasulullah doakan aku agar Allah menjadikan aku orang yang selalu diterima doanya, maka Rasulullah pun bersabda : ‟Ya Sa‟ad, perbaikilah makananmu maka engkau menjadi orang yang dikabulkan doanya, demi Dzat yang dimana diriku berada dalam kekuasaannya, sesungguhnya seseorang yang memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya tidak akan diterima doanya selama 40 hari, dan setiap daging yang tumbuh dari harta yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya.‟ (HR. Thabrani, 14/261)
Dari Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda : ”Ya Ka‟ab bin Ujrah, aku mintakan perlindungan kepada Allah untukmu dari kepemimpinan orang-orang yang bodoh, ia bertanya: Siapakah itu ya Rasulullah? Beliau bersabda: “Mereka adalah para pemimpin yang akan datang setelahku, barang siapa yang masuk kepada mereka kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, dan menolongnya atas kezhaliman yang dilakukannya maka ia bukan termasuk golongaku dan aku bukan dari golongannya dan ia tidak akan singgah di telagaku. Dan barang siapa yang tidak masuk kepada mereka, tidak mempercayai ucapan mereka, dan tidak menolong atas kezhaliman yang dilakukan maka ia termasuk golonganku dan aku bagian darinya dan ia akan bisa menyambangi telagaku. Ya Ka‟ab, shalat itu bisa mendekatkan diri kepada Allah, puasa itu perisai, dan shadaqah itu bisa menghapus kesalahan sebagaimana air bisa menyiram api. Ya Ka‟ab, tidak akan masuk sorga orang yang dagingnya tumbuh dari barang haram, dan neraka lebih baik baginya. Ya Ka‟ab, manusia itu dipagi hari ada dua macam, ada yang menjual dan membinasakan dirinya, dan ada yang membeli dan memerdekakan dirinya. (HR. Ahmad 30/296)
Dan dalam hadits yang lain disebutkan :
Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulalloh saw bersabda : “Hai manusia sesungguhnya Allah swt itu baik, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang orang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para Rasul, maka Dia berfirman : “Wahai Rasul makanlah dari yang baik-baik dan berbuatlah yang sholih sesungguhnya saya Maha Mengetahi apa yang kalian kerjakan‟ Dan Dia juga berfirman : ‟Hai orang orang yang beriman makanlah yang baik dari rizki yang telah Kami berikan kepada kalian‟ Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang bepergian jauh, rambutnya awut-awutan dan penuh debu, yang mengangkat kedua tangannya ke atas langit seraya berkata : ‟Ya Rabbi ya Rabbi sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya juga haram dan dia diberi makan dengan sesuatu yang haram, maka dari mana dia akan bisa dikabulkan (doanya) ?” (HR. Muslim 1686 ).
Pada prinsipnya semua jenis usaha (muamalat) itu dihalalkan sampai ada unsur yang mengharamkan :
Dengan semakin majunya teknologi informasi, ada banyak ragam jenis usaha yang tidak disebutkan dalam buku-buku fiqh klasik, dan belum dibahas oleh para ulama, baik yang berkaitan dengan jual-beli, maupun yang berkaitan dengan jenis usaha lainnya, seperti halnya jual-beli dengan cara MLM. yang tentunya diperlukan adanya kejelian dalam memahami, agar bisa memposisikan dan memastikan kehalalan bisnis tersebut. Tidak tasyaddud dengan menutup diri dari berbagai macam bisnis, karena takut terperangkap dalam bisnis atau usaha yang diharamkan, dan tidak tasahul dengan menganggap bahwa ini adalah tuntutan zaman, sehingga tidak perlu memastikan kehalalan dan keharaman. Keduanya jatuh dalam sikap ifrath (berlebihan) dan tafrith (gegabah), sementara Islam adalah agama wasathi (moderat), mengajarkan umatnya untuk mengambil jalan tengah, dengan mempersilahkan umatnya terjun dibidang usaha seluas-luasnya, memanfaatkan teknologi modern semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan hukum halal haram. Karena pada prinsipnya semua jenis muamalah itu dihalalkan sampai adanya dalil yang mengharamkan. Sesuai dengan kaidah fiqh :
Oleh karena itu, wajib bagi seseorang yang akan terjun dibidang usaha, untuk mempelajari hukum jenis usaha yang akan dilakukannya, agar usaha yang dia lakukan itu benar, dan keuntungan yang ia dapatkan juga halal sehingga memberikan keberkahan. Hal itu seperti yang diriwayatkan dari Umar bin al-Khatthab ra. bahwa ia selalu keliling pasar seraya mengatakan :
"Tidak boleh berjualan di pasar kami kecuali orang yang memahami hukum jual beli, jika tidak, ia akan makan riba, disadari atau tidak".
Beberapa penyebab diharamkannya sebuah usaha :
Berdasarkan kaidah muamalah di atas, maka semua jenis usaha itu dihalalkan, kecuali jika di dalamnya terdapat salah satu dari unsur berikut :
1. Kezhaliman. Yaitu adanya salah satu pihak yang dirugikan, atau dizhalimi. Seperti jual beli dengan menyembunyikan cacat barang (ghisy), atau menaikkan harga barang dengan tujuan agar orang lain mau membelinya (najsy), menjual atau membeli barang yang disedang dijual atau dibeli oleh orang lain, menimbun kebutuhan pokok manusia untuk dijual dengan harga yang mahal, melakukan pemalsuan produk, dan semua transaksi usaha yang menjanjikan keuntungan kepada pihak tertentu dengan mengorbankan pihak lainnya.
2. Gharar (tipuan). Yaitu setiap transaksi yang mengandung gharar (tipuan) yang disebabkan karena adanya al-jahalah (ketidakjelasan) baik pada produk barang yang dijual-belikan maupun pada harga. Seperti jual beli atau transaksi bisnis dimana produk yang menjadi obyek jual beli tidak jelas; fisik barangnya tidak jelas, sifat dan ukurannya juga tidak jelas, bahkan produknya tidak bisa diserahterimakan.
3. Riba. Yaitu setiap transaksi yang didalamnya terdapat bunga apapun nama dan istilahnya, seperti transaksi usaha antara kedua belah pihak dengan menjanjikan keuntungan pasti setiap bulannya sekian persen kepada salah satu pihak baik dalam keadaan untung maupun rugi. Transaksi seperti ini juga mengandung kezhaliman, karena bisa menzhalimi pihak lain. Oleh karena itu, Allah swt melarang dengan firmanNya :
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
4. ”Maisir (gambling), yaitu semua transaksi yang mengandung spekulasi (mukhothoroh), seperti undian berhadiah, sms berhadiah, perlombaan dengan hadiah yang diberikan dari dana iuran peserta.
Perlunya dihidupkan kembali semangat bertanya :
Setiap muslim mengharapkan agar semua yang dilakukannya bisa bernilai ibadah, mendapatkan ridha dan pertolongan Allah swt. Untuk itu, semangat berusaha untuk mencari harta harus dibarengi dengan semangat untuk tetap berada dalam ridha Allah swt, agar hidupnya selalu dalam keberkahan. Hal itu dengan cara menghidupkan kembali bashiroh (mata hati) untuk melihat bahwa bisnis atau usaha yang digelutinya benar-benar halal, tidak ada unsur syubhat apalagi yang diharamkan. Tidak mudah terjebak dengan banyaknya keuntungan yang dijanjikan. Dan jika hal itu tidak bisa dilakukan, maka semangat "yas'alunak" (semangat bertanya) kepada yang memiliki kafaah harus tetap dilakukan. Allah swt berfirman
Wallahu A'lam bish-showab
Jakarta, 27 Januari 2010/ 11 Shafar 1431
DEWAN SYARI‟AH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DR. KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA KETUA
http://pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=8577
Pages
▼
No comments:
Post a Comment