Meski musim haji sudah lewat, tapi baru sempet bikin coret-coretan ini, sekedar catatan pinggiran baca bab Haji buku Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq jilid 1.
Saya mencatat setidaknya ada 3 syarat yang harus dipenuhi agar seseorang yang berhaji dipastikan menyandang gelar haji mabrur. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi sebelum berangkat, ketika berhaji dan setelah pulang haji.
Pra-Haji
Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika seseorang keluar untuk menunaikan haji dengan biaya yang baik (halal) dan meletakkan kakinya di tempat injakan lalu mengucapkan ‘Labbaik Allahumma labbaik (Aku memenuhi panggilan-M, ya Allah. Aku memenuhi panggilan-Mu),’ maka suara di langit menjawabnya, ‘Allah telah menerima hajimu dan kebahagiaan bagimu. Perbekalanmu halal dan tungganganmu juga halal, maka hajimu diterima (mabrur) tanpa dinodai dosa.’ Tapi jika dia keluar dengan biaya buruk (haram) dan meletakkan kakinya di tempat injakan lalu mengucapkan, ‘Labbaik (Aku memenuhi panggilan-Mu)’, maka suara di langit menjawabnya, ‘Allah tidak menerima hajimu dan tiada kebahagiaan bagimu. Perbekalanmu haram dan biayamu juga haram, maka hajimu berlumur dosa dan tidak mendapat pahala.”
Al-Mundziri berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kita Al-Ausath. Al-Ashbahani juga meriwayatkannya dari Aslam, maula Umar bin Khaththab, secar mursal dan singkat. (hal 714)
Diawali dengan permulaan yang baik. Biaya atau Ongkos Naik Haji (ONH) yang dikeluarkan sepatutnya berasal dari sumber yang halal, dan memang sebagai seorang muslim, segala sesuatu yang kita pakai-gunakan-makan haruslah halal dan baik (thoyyib).
Uang hasil korupsi, riba (bunga bank-renternir, dll) akan membuat keletihan beribadah haji menjadi sia-sia –sebagaimana hadits diatas. Kumpulkan ONH dari sumber yang baik, insya Allah, hajinya akan mabrur.
“Sesungguhnya, Allah itu baik dan tidak menerika kecuali sesuatu yang baik.”
Ketika Berhaji
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ikutilah manasik sesuai yang aku lakukan.” (hal 824)
Entah kita mempergunakan ihram Qiran, Tamattu’atau Ifrad, semua pola beribadah haji tersebut harus mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Dan yang terpenting juga kita harus menghindari praktek-praktek syirik & bid’ah yang beredar diantara para hajj yang miskin ilmu, sebagaimana saya pernah dengar atau baca (karena saya sendiri belum berangkat ibadah haji).
Pasca Haji
Menurut Hasan Al-Bashri, seseorang dikatakan hajinya mabrur apabila dia kembali dengan menyandang sikap zuhud terhadap dunia dan senang pada akhirat. Dalam sebuah riwayat yang marfu’, sanadnya hasan, dinyatakan bahwa bentuk kemabruran haji adalah memberi makan dan bertutur kata santun. (hal 696)
Balik ke kampung halaman tidak serta merta membuat layak menyanding gelar haji mabrur. Harus ada bekas dari perjalanan jauh yang telah ditempuh dan manasik yang dilakukan, bukan hanya sekedar bekas letih-lelah-batuk, tapi berbekas ke dalam jiwa, mentransformasi akhlak, menjadi pribadi yang lebih baik.
Semoga kita semua bisa mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah haji dan juga bisa memperoleh gelar haji mabrur yang dicatat oleh malaikat *amin.
---000---
Balikpapan, 15 Desember 2011
Syamsul Arifin
foto wukuf di Arafah diambil dari sini