Kematian itu seperti ujian/kuis dadakan ketika masih mahasiswa dulu. Siap tidak siap, mau tidak mau, harus dihadapi.
Yang tidak siap, akan terkejut, dan protes ke dosen. Biasanya dosen tidak akan menanggapi, terutama kalau ketika awal perkuliahan sudah diinfokan sebelumnya mengenai mekanisme ujian/kuis dadakan.
Beberapa mahasiswa lainnya, bersikap biasa saja. Sudah siap. Memahami aturan main perkuliahan, mempelajari materi-materi sebelumnya. Sehingga kalaupun ada pertanyaan seputar perkuliahan sebelumnya, biasanya masih nyantol di kepala. Sikap mereka tenang, karena punya bekal.
Yang tidak siap akan berusaha segala cara untuk mencari jawaban. Mencontek, bertanya teman di sebelah, dll. Panik. Tergambar di wajah dan gerak-gerik.
Kembali ke analogi kematian seperti ujian dadakan. Siap tidak siap, mau tidak mau, kematian pasti menghampiri. Ketika ajalnya tiba, malaikat maut tidak akan sedikitpun telat menjemput.
Bersiaplah. Bisakah mempersiapkan kematian? Bisalah.
Caranya? Setiap hari, di manapun, kapanpun, hindari kemaksiatan, jalani kewajiban/ibadah (minimal yang wajibnya saja, syukur-syukur kalau dilakukan ibadah tambahannya).
Dalam kematian, tidak bisa curang, karena malaikat tidak mungkin lengah, dan tiap kita akan menghadapi kematian serta mempertanggungjawabkan amalan sendiri-sendiri, tanpa bantuan.
Jadi, dari pada nanti kaget ketika ajal menjelang, dan merugi karena ternyata banyak dosa ketimbang pahala, bersiaplah, jauhi maksiat, jalani ibadah. Insya Allah kita akan beruntung. Semoga saja.
---000---
Balikpapan, 22 Januari 2019
Syamsul Arifin.