Mengapa penembakan di Las Vegas yang membunuh 58 orang
dan melukai lebih dari 500 orang tidak dilabeli sebagai "serangan
teroris"? Apakah mungkin karena penyerangnya berkulit putih dan bukan
muslim?
Meski memiliki 47 senjata dan bertindak gila (menembak
para korban yang sedang menonton konser dari lantai 32 hotel), tetap saja, dia
tidak dianggap teroris.
Rasialis adalah suatu hal yang nyata, termasuk negara
yang katanya hebat, Amerika.
Beberapa waktu lalu, penulis menonton Daily Show yang
dipandu Trevor Noah, ada episode dimana ideologi pendukung presiden Trump
diuji. Terlihat betul bagaimana pendukung presiden ini memiliki pola pikir yang
bisa dibilang absurd.
Misalnya, mereka berkata menjunjung tinggi nilai-nilai
demokrasi, menjaga toleransi, menghormati agama, tapi ketika disebut Islam,
tidak akan toleran terhadapnya; menghormati wanita, tapi mencaci Hillary, dll.
Bisa dilihat videonya di Youtube (Putting
Donald Trump Supporters Through an Ideology Test: The Daily Show).
Bahkan, The Blaze, salah satu media corong konservatif,
pendukung presiden US, juga berusaha menjelaskan bahwa label teroris tidak
diberikan karena motif pelaku belum diketahui.
Sesederhana itu?
Tidak sederhana sepertinya, karena ada isu pengendalian
senjata, undang-undang pembatasan senjata yang sejak zaman Obama berusaha
digulirkan, terganjal pebisnis di industri itu. Lobi pebisnis pendukung
presiden/partainya, dan mungkin, pada dasarnya, sifat rasialisme yang manusiawi
ada dalam diri setiap manusia.
Rasialisme didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa
Indonesia sebagai (1) prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang
berat sebelah terhadap suku bangsa yang berbeda-beda; (2) paham bahwa ras diri sendiri
adalah ras yang paling unggul.
Merefleksikan hal tersebut ke dalam diri sendiri. Saya
jadi tersadar -bahwa sepertinya- salah satu revolusi besar dalam awal sejarah Islam
-menurut saya- bukan tentang penguasaan wilayah-wilayah, tapi bagaimana
menghancurkan rasialisme yang telah mengakar kuat di dalam budaya umat manusia.
Merasa lebih baik dari orang lain.
Maka tidak heran, ketika dulu Islam muncul, perlawanan
terbesar dari para bangsawan yang takut dominasinya akan binasa, karena nantinya
mereka akan sejajar dengan orang-orang.
Jauh sebelum revolusi Perancis, sebelum Maximilien
Robespierre menggaungkan slogan liberté,
égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan) -yang sekarang
menjadi motto negara, Islam telah mengajarkan prinsip-prinsip kesetaraan. Tidak
membeda-bedakan manusia atas warna kulit, asal suku/asal negara, yang dilihat
hanyalah keimanannya.
Sedemikian pentingnya hal ini, sampai Nabi Muhammad SAW
ketika haji wada, mengingatkan agar menjauhi rasialisme, sepotong khutbah Nabi
dari peristiwa akbar itu adalah:
“Wahai sekalian
manusia, ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan
ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ‘Ajam (non-Arab),
tidak pula orang ‘Ajam atas orang Arab, tidak pula orang berkulit merah atas
orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang
berkulit merah; kecuali atas dasar ketaqwaan.” (HR. Ahmad).
Karena pada akhirnya, lahir dengan warna kulit apa, di
kota apa, dari orang tua/keluarga siapa, adalah takdir yang tidak dapat kita
pilih. Lain dengan keimanan dan amal shaleh, yang merupakan pilihan bebas kita
sebagai manusia merdeka.
Kalau mau beriman, mau belajar agar berilmu, dan mau beramal
shaleh, maka kamu akan menjadi orang mulia. Sesederhana itu saja.
Rasialis mungkin sama juga seperti dosa pertama yang
mengeluarkan iblis dari surga, karena merasa lebih baik dari Adam yang
diciptakan Allah dari tanah -sedang iblis dari api, sehingga menolak perintah
Allah untuk sujud (menghormati) Nabi Adam A.S.
Rasialis juga yang menjadikan 'monster' seperti Hitler
yang menganggap bangsa Arya lebih baik dari bangsa lain, sehingga merasa berhak
menjajah.
Maka, ini pelajaran mahal bagi kita, agar tidak berbuat/bersikap
rasialis.
Jangan merasa lebih baik dari orang hanya karena memiliki
warna kulit berbeda, suku berbeda, keturunan bangsawan, merasa lebih baik dari
orang karena status pekerjaan berbeda, pakaian berbeda.
Ingatlah, hanya iman, ilmu, dan amal, yang akan membuat
dirimu tinggi, atau rendah, dalam pandangan Tuhan sang pencipta, tempat kembali
kita.
---000---
Syamsul Arifin, SKM. MKKK.
Praktisi K3 Balikpapan
Referensi:
·
British Broadcasting Corporation (BBC). Las Vegas shootings: Is the gunman a
terrorist? Diakses di: http://www.bbc.com/news/world-us-canada-41483943
·
The Blaze. A
quick look at why the Las Vegas shooting is not being called ‘domestic
terrorism’. http://www.theblaze.com/news/2017/10/04/a-quick-look-at-why-the-las-vegas-shooting-is-not-being-called-domestic-terrorism/
·
The Daily Show with Trevor Noah. Putting Donald Trump Supporters Through an
Ideology Test: The Daily Show. Diakses di: https://www.youtube.com/watch?v=Y4Zdx97A63s
·
Muslim.or.id. Ahli Bait, Bukan Sekedar Pengakuan. Diakses di: https://muslim.or.id/8782-ahli-bait-bukan-sekedar-pengakuan.html
======================
Postingan ini dimuat juga di kolom opini, halaman 10, Tribun Kaltim, edisi 13 Oktober 2017.
intinya jangan sombong dihadapan manusia lain, karena seringkali apa yang disombongkan biasanya justru mencerminkan kelemahan diri sendiri,
ReplyDelete