28 November 2019

Feel Blessed to be Part of Organization to Support Indonesia Development

Energy demand will continue to increase in correlation with population and economic growth.

Despite full awareness on energy transition for lower emission/renewable energy (wind and solar power), fossil fuel will remain play significant portion through 2050.



Oil and gas provide better energy supply than coal, improve access to cleaner energy, and reduce greenhouse gas emission.

Pertamina, as one of the leading energy company in Indonesia have important role to fill this energy demand. Company’s main and subsequent activities will eventually help to reduce poverty, improve public health-education, and foster economic growth.

Indonesia’s government income resulted from upstream oil and gas sector reach US$17.2 billion or 145% from APBN-P 2018 target (US$11.9 billion).

Pertamina’s oil production in 2018 achieve 393 MBOPD, 15% exceeding previous year production, with gas production reach 3,059 MMSCFD, 50% exceeding previous year volume.

4 Pertamina’s subsidiary are at top 10 biggest oil-condensate producer during 3rd quarter 2019: Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, PHE OSES, and Pertamina Hulu Kalimantan Timur. In addition, 3 Pertamina’s subsidiary are at top 10 biggest gas producer on the same time interval: Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, and JOB Pertamina Medco Tomori Sulawesi.

Oil and gas industry can also support Sustainable Development Goals (SDG), which adopted by 193 United Nations member states.

SDG’s are the world’s plan for social inclusion, environmental sustainability, and economic development. The oil and gas industry has the potential to contribute to all 17 SDG. Below are the mapping of initiatives that can be provide by oil companies to support SDG.



Since 2017, thru Pertamina’s 8 Priorities of a World Class effort to accelerate the achievement of 2025 Vision -to become a World-Class National Energy Company-, there was mentioned step to develop new and renewable energy aspect.

Currently, thru its subsidiary, Pertamina Geothermal Energy (PGE), Pertamina had provide US$ 2.68 billion or Rp. 38.05 trillion investment to add additional 440 MW geothermal power plant capacity on 2026 from current production 700 MW.

In hand, plan to produce non-carbon energy: developing hydrogen and nuclear power are also being developed.

Hydrogen which being trialed is hydrogen use at refinery, to produce methanol, and for mobility. Nuclear power will be use as hydrogen mover to provide affordable energy source.

 


Having said all, I feel blessed to be part of this organization. Giving all I can do to support this nation, thru my actualization in the world-class national energy company.


#pertaminaemployeejournalism
#EnergiUntukMaju


---000---

Jakarta, 28 November 2019
Syamsul Arifin, SKM. MKKK.

Reference:

International Energy Agency (IEA). World Energy Outlook 2019. France
CNBC. Global energy demand means the world will keep burning fossil fuels, International Energy Agency warns. 2019. Accessed at https://www.cnbc.com/2019/11/12/global-energy-demand-will-keep-world-burning-fossil-fuels-agency-says.html on 28 Nov 2019
Heidenreich, Katy. The Oil Industry’s Best Kept Secret. 2018. UK
McKinsey. Energy 2050: Insights from the ground up. 2016. Accessed at https://www.mckinsey.com/industries/oil-and-gas/our-insights/energy-2050-insights-from-the-ground-up# on 28 Nov 2019
Kementerian Keuangan. Pendapatan Negara APBN 2019. Indonesia
SKK Migas. Laporan Tahunan 2018. Indonesia
Pertamina. Laporan Tahunan 2018. Indonesia
Liputan 6. Produksi Migas Indonesia Kuartal III 2019 Capai 1,7 Juta Barel. 2019. Accessed at https://www.liputan6.com/bisnis/read/4094278/produksi-migas-indonesia-kuartal-iii-2019-capai-17-juta-barel on 28 Nov 2019
IPIECA. Mapping the Oil and Gas Industry to the Sustainable Development Goals. 2017. USA.
CNBC Indonesia. Wow! Pertamina Bakal Kembangkan Energi Nuklir. 2019. Accessed at https://www.cnbcindonesia.com/news/20191127162910-4-118453/wow-pertamina-bakal-kembangkan-energi-nuklir on 28 Nov 2019.

12 November 2019

Pahlawan di Ujung Laut Lepas


Oleh: Syamsul Arifin, SKM. MKKK


Menemukan cadangan minyak dan gas (migas) menjadi semakin menantang. Lokasi temuan hidrokarbon semakin sulit dan terpencil. Jika dulu lapangan migas banyak dengan mudah dapat ditemukan di darat (onshore), saat ini aktivitas eksplorasi dan produksi mengarah ke arah laut lepas (offshore), bahkan ke menjauh ke laut dalam (deepwater).

Meskipun demikian, perkembangan teknologi telah memungkinkan ekplorasi (exploration), pengeboran (drilling), pengembangan (development), dan produksi (production) lapangan migas dapat dilakukannya secara ekonomis di lingkungan yang semakin bertambah sulit tersebut.

Analis memprediksi bahwa di 2020, migas masih menempati porsi terbesar konsumsi energi dunia, sebesar 56%, diikuti batu bara 26%, dan kombinasi energi terbarukan, hidro, dan nuklir sebesar 17%.

Secara umum, siklus penuh migas dibagi menjadi hulu (upstream) dan hilir (downstream). Di hulu, dilakukan eksplorasi, pengembangan, dan produksi minyak mentah, sedang di hilir dilakukan transportasi, pengilangan (refinery), dan distribusi produk jadi migas.

Para pelaku industri migas hulu secara sederhana dapat dibagi menjadi 2 kategori utama: perusahaan operator dan perusahaan jasa.

Perusahaan operator adalah perusahaan yang mendapatkan kontrak dengan suatu negara/badan pemerintah untuk melakukan eksplorasi, produksi, dan pengembangan lapangan/wilayah kerja migas.

Operator dapat dibagi menjadi beberapa sub kategori. Di sub kategori perusahaan terintegrasi -yang memiliki bidang usaha dari hulu sampai hilir- (integrated oil company), ada perusahaan migas internasional (International Oil Company/IOC) -kepemilikan sahamnya terbuka dan beroperasi secara internasional- contohnya Chevron, ExxonMobil, BP, Shell, Total; dan perusahaan nasional (National Oil Company/NOC) - kepemilikan sahamnya dikuasai oleh suatu negara/pemerintah- semisal Pertamina, Saudi Aramco, Petronas, China National Petroleum Corporation; ada juga operator migas yang hanya beroperasi di bidang usaha hulu dan kepemilikan sahamnya terbuka untuk umum (independent oil company) semisal Medco, Energi Mega Persada, ConocoPhillips, Anadarko, dll.

Sesuai nama kategorinya, perusahaan jasa (service company) adalah perusahaan yang memberikan produk dan/atau jasa migas tertentu. Perusahaan jasa di industri migas memegang peranan signifikan karena baik IOC ataupun NOC membutuhkan jasa yang sangat spesifk dan tidak memiliki waktu, uang dan energi untuk mengembangkan teknologi tertentu dalam rentang waktu proyek.

Perusahaan jasa migas yang baik memiliki departemen penelitian dan pengembangan (research and development) yang kuat sehingga dapat menyediakan klien/perusahaan operator dengan layanan atau produk berkualitas tinggi dengan harga yang lebih murah ketimbang mengembangkan sendiri mulai dari nol oleh perusahaan operator.

Contoh perusahaan jasa di bidang eksplorasi untuk survei seismic adalah CGG, Petroleum Geo-Services, TGS; untuk kontraktor utama pengeboran (drilling contractor) misalnya Apexindo, Transocean, Ensco, Seadrill; untuk jasa spesifik ketika pengeboran, penyelesaian sumur (completion), workover atau well service (perawatan sumur) diantaranya yaitu Elnusa, Schlumberger, Halliburton, Baker Hughes, Weatherford, dll.

Contoh lain perusahaan jasa di bidang Engineering, Procurement dan Construction (EPC) adalah Tripatra, Bukaka, Timas, JGC, Rekind, Technip, Fluor, Amec, McDermott, Saipem, Samsung Heavy Industries, Petrofac. Perusahaan EPC ini mendesain dan membangun (konstruksi, installation, commissioning) fasilitas produksi migas.

Perusahaan jasa lain-lain seperti untuk pekerjaan inspeksi, surveyor, transportasi darat-laut-udara, penyedia atau pengolahan pipa, pelatihan, penyedia tenaga kerja (labour supply), kesehatan, catering adalah BKI, Sucofindo, DNV-GL, Radiant, Franklin Offshore, IMECO, Altus, Petrosea, Abhitech, Supraco, SPIE, Alkon, Samson Tiara, Medica Paza, Pangan Sari Utama, Indocater, Baruna Raya Logistik, Travira Air, Pelita Air, CHAS, dll.

Begitu banyak pihak yang terlibat untuk bisa memproduksi migas. Kesemuanya saling terkait untuk kesuksesan operasional.



Bekerja di industri migas memiliki risiko yang sangat besar. Semua itu terjadi karena karakteristik lepas pantai yang khas berupa lokasi kerja yang terisolasi, potensi bahaya besar (kebakaran, ledakan), pola kerja 12 jam per hari dengan 2 atau 4 minggu kerja terus menerus, terpaparan banyak bahaya di waktu bersamaan (misalnya terpajan material berbahaya, kebisingan, getaran, panas, pengangkatan manual), dan kondisi lingkungan yang ekstrim.

Teknologi yang kompleks, interdepensi antar tim yang tinggi, ketidakpastian kondisi dengan perubahan dengan cepat, kerumitan pekerjaan, semakin menambah tantangannya.

Pada tahapan produksi migas, di satu anjungan lepas pantai (offshore platform), ada banyak profesi dan bisa jadi beberapa perusahaan yang terlibat.

Dipimpin oleh Offshore Installation Manager (OIM), ada pekerja produksi (pengawas, operator, dispatcher), insinyur (engineer) atau teknisi mekanik-listrik-instrumentasi-kimia-konstruksi, pengelas (welder), laboratorium, marine (mooring master, kapten kapal, penyelam/diver, rigger), operator crane, petugas keselamatan kerja, dokter atau paramedis, koki, operator radio, room boy, dll.


Dengan sistem manajemen yang terorganisir dengan baik, desain teknis yang mumpuni, kompetensi yang handal, kolaborasi yang erat, diharapkan mampu meminimalisir tingkat risiko, guna menjamin kebutuhan energi nasional. Kedaulatan energi bangsa.

Para pekerja offshore, merekalah para pahlawan teknologi, pejuang di ujung laut lepas dalam memenuhi kebutuhan bangsa akan energi yang terjangkau sebagai bahan bakar pembangunan.


#pertaminaemployeejournalism
#EnergiUntukMaju



Referensi:
Herkenhoff, Linda. A Profile of the Oil and Gas Industry. 2014. Amerika
BP. BP Energy Outlook 2019 edition. 2019. UK
Baker, Ron. A Primer of Offshore Operations. 1998. Amerika

05 November 2019

Sustainable Environment di Hulu Migas

Oleh Syamsul Arifin, SKM. MKKK.


Minyak dan gas bumi (migas) bisa menghasilkan bermacam produk bermanfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari bahan bakar pesawat, mobil, truk; bahan bakar kompor gas; sampai produk  turunan petrokimia berupa plastik dan obat-obatan.

Meskipun produk migas telah membuat hidup menjadi lebih mudah; menemukan, memproduksi, mengolah, dan transportasi minyak mentah menjadi produk jadi telah terbukti memiliki ancaman yang serius bagi lingkungan.

Tumpahan minyak, polusi perairan, kerusakan daratan, pelepasan gas berbahaya, ledakan dan kebakaran telah mewarnai industri migas di beberapa tempat.

Untungnya, perkembangan teknologi, pengetatan peraturan keselamatan dan perlindungan lingkungan telah membuat kecelakaan atau kejadian yang tidak diinginkan dapat terhindar dan semakin menurun frekuensinya.

Di bawah ini adalah beberapa potensi gangguan lingkungan pada aktifitas migas.

Aktifitas
Potensi gangguan Lingkungan
Seismik
Kebisingan
Pengeboran eksporasi
Pembebasan lahan/vegetasi, emisi udara dan limbah cair dari hunian sementara dan operasi pengeboran, gangguan sosial-ekonomi dan budaya
Pengembangan lapangan dan produksi migas
Penempatan lahan dalam jangka panjang, peningkatan volume transportasi kendaraan, meningkatnya kepadatan penduduk sekitar, perubahan pada habitat lokal, perubahan air permukaan, meningkatnya kebutuhan suplai air, pengolahan air limbah, kebisingan dan getaran dari peralatan

Jika kita mau secara sederhana menganalisis bagaimana industri migas mengelola dampak lingkungan, dapat dibagi menjadi 3 fase: pra-operasi, operasi, dan pasca operasi.

Pertama, pra-operasi.

Ada banyak hal yang harus dipatuhi oleh perusahaan sebelum melakukan kegiatan fisik di lapangan, baik berupa seismik, pengeboran, konstruksi fasilitas, produksi, maupun transportasi migas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) - institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi- mewajibkan perusahaan untuk melakukan kajian awal saat akan mengoperasikan sebuah wilayah kerja melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal (Environmental Baseline Assessment/EBA). Persyaratan ini tertuang dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 005 tahun 2018 tentang Pengelolaan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan di Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup juga mewajibkan perusahaan untuk memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Proses penyusunan AMDAL melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat, pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan membutuhkan kajian-kajian yang teknis pada lingkungan termasuk sosial-kemasyarakatan.

AMDAL ini merupakan produk hukum turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Kedua, ketika operasi.

Dalam menjalankan bisnisnya, pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh Perusahaan migas diawasi ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Mengikuti peraturan yang berlaku dan persyaratan yang tertuang dalam izin lingkungan untuk operasinya, ada banyak baku mutu dan aktifitas yang harus dijaga serta dilakukan untuk memastikan limbah atau buangan yang diproduksi tidak merusak lingkungan.

Beberapa baku mutu tersebut dapat dilihat pada PermenLH P.68 tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, PermenLH 05 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, dan PermenLH 19 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.

Pemantauan atau monitoring berkala wajib dilakukan perusahaan secara rutin pada air terproduksi, emisi udara, kebisingan, dan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun). Saat ini, laporan diserahkan kepada KLHK melalui SIMPEL (Sistem Informasi Pelaporan Elektronik Lingkungan Hidup).

Sewaktu-waktu, Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) LHK dapat melakukan inspeksi mendadak dan menyetop operasi jika ditemukan pelanggaran.

Di fase ini juga, Perusahaan wajib mempersiapkan kapasitas yang mumpuni jika terjadi hal yang tidak diinginkan, semisal tumpahan minyak. Ada personil tanggap darurat yang terlatih, organisasi tim manajemen terpadu, latihan yang sistematis, peralatan yang handal guna mendukung respon dan penanganan kejadian darurat.

Ketiga, Pasca Operasi.

Perusahaan migas diwajibkan melakukan pemulihan bekas penambangan (site restoration) jika sumur migas sudah tidak berproduksi lagi.

Area yang sebelumnya menjadi bagian aktivitas usaha hulu migas harus dikembalikan ke kondisi semula seperti saat sebelum kegiatan eksplorasi dimulai. Perusahaan wajib mencadangkan dana ASR (abandonment and site restoration) saat menyusun rencana pengembangan lapangan (Plan of Development/POD) untuk keperluan restorasi dan rehabilitasi wilayah kerja.


SKK Migas mengeluarkan PTK 040-PTK-XI-2010 mengenai Abandonment and Site Restoration, dan desain teknis cara menyumbat sumur migas secara selamat dapat ditemukan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 13-6910 tahun 2002 tentang Operasi Pemboran Darat dan Lepas Pantai yang Aman di Indonesia.



Itulah sebagian kecil gambaran pengelolaan lingkungan di industri hulu migas. Sebetulnya, di samping itu semua, masih banyak pedoman teknis internasional/industry code yang harus diterapkan guna meminimalisir jejak gangguan lingkungan dan memastikan kesinambungan lingkungan di tempat operasi migas.

Di antaranya yaitu layout fasilitas produksi (facility sitting); standar desain peralatan dari American Petroleum Institute (API) semisal API Spec 12J Specification for Oil and Gas Separators, API Std 650 Welded Tanks for Oil Storage, API Std 2000 Venting Atmospheric and Low-pressure Storage Tanks, API Std 2350 Overfill Protection for Storage Tanks in Petroleum Facilities dll; sistem manajemen lingkungan dan dokumen rencana penanganan tumpahan dari International Organization for Standardization (ISO) 14001:2015 tentang Environmental Management Systems dan Panduan International Maritime Organization (IMO) untuk Shipboard Oil Pollution Emergency Plans (SOPEP).

Dengan itu semua, industri migas akan lebih harmonis dengan lingkungan, minimal footprint (dampak/gangguan lingkungan), untuk menyediakan energi yang terjangkau bagi pembangunan bangsa.



Referensi:
Oil Industry International Exploration and Production Forum (E&P Forum) and the United Nations Environment Programme Industry and Environment Centre (UNEP IE). Environmental management in oil and gas exploration and production. 1997. UK
American Petroleum Institute (API). Guidelines for Commercial Exploration and Production Waste Management Facilities. 2001. UK
Global oil and gas industry association for environmental and social issues (IPIECA). Mapping The Oil and Gas Industry to The Sustainable Development Goals. 2017. UK
U.S. Energy Information Administration (EIA). Oil and the environment. 2019. Diakses di: https://www.eia.gov/energyexplained/oil-and-petroleum-products/oil-and-the-environment.php (5 November 2019)
BUMN.go.id. Peran Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi terhadap Lingkungan Hidup. 2015. Diakses di: http://bumn.go.id/pertamina/berita/0-Peran-Industri-Hulu-Minyak-dan-Gas-Bumi-terhadap-Lingkungan-Hidup (5 November 2019)


#pertaminaemployeejournalism
#EnergiUntukMaju