12 November 2018

Meraih Derajat yang Tinggi

Harta, jabatan, atau keturunan tidak serta-merta membuatmu mulia, tapi iman dan ilmulah yang meninggikan derajat kemuliaan seseorang.

Betapa banyak orang yang hartanya banyak, jabatannya tinggi, dan berada pada garis keturunan yang mulia, justru adalah orang yang terhina?

Fir'aun, Haman, dan Qabil adalah sebagian contoh kecilnya.

Betapa banyak orang yang tidak memiliki harta tapi justru Allah muliakan dengan kekuasaan, sebagaimana Yusuf A.S dan Thalut.

Meski berayah Nabi (Yakub), kemuliaan Yusuf justru karena keistiqomahannya menjaga kesuciannya dan ilmu yang ia miliki.

Demikian juga dengan Thalut, walaupun tidak memiliki harta, tapi Allah mengangkatnya sebagai raja karena ilmu dan kekuatannya.

Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir); untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf: 55-56)

Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 247)

Perbaikilah imanmu, dan carilah ilmu. Semoga dengannya Allah meninggikan dan memperbaiki derajatmu. *Amin.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadila: 11)

---000---

Balikpapan, 11 November 2018
Syamsul Arifin

30 October 2018

Yaumul Hisab

Di yaumul hisab/hari perhitungan amal (pahala-dosa) nanti, membawa dosa kepada Allah itu lebih ringan dari pada membawa dosa kepada sesama manusia.

Sebab Allah maha pengampun, sedang manusia, di hari itu akan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri masing-masing.

Ketika ada piutang dosa orang terhadap dirinya, pasti akan diambil.

Pahala amal kebaikan kita akan diberikan kepada orang yang kita zalimi atau kalau kita tidak punya cadangan pahala lagi, maka dosa orang tersebut akan ditransfer ke kita sebagai balasan atas kezaliman kita.

Karenanya, selama di dunia ini, berhati-hatilah dalam bertindak (di dunia offline maupun online). Termasuk urusan perkataan (dan juga tulisan/postingan).

Jangan menyebarkan keburukan orang lain (ghibah), terlebih lagi berita bohong tentang mereka (fitnah).

Jangan merasa ringan, jika sembarangan sharing, forward atau posting sesuatu. Sebab semua hal dicatat, dan tidak ada yang luput dari catatan (hal besar maupun kecil).

Seorang hamba akan ditunjukkan catatan amalnya, hingga ia takut karena tidak ada hal yang terlewat olehnya,

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

"Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzhalimi seorang jua pun."
(QS. Al-Kahf: 49).

---000---

Balikpapan, 21 Oktober 2018
Syamsul Arifin

Bersikap baik terhadap orang bodoh itu susah

Ada suatu hadits yang menarik tentang seorang Arab badui yang kencing di ujung masjid Rasulullah. Orang-orang marah, tapi Rasulullah menahan orang-orang, dan setelah si badui tadi menuntaskan kencingnya, beliau menyuruh orang agar menyiram bekas kencing itu dengan air.

Suatu hadits yang mungkin kita semua pernah mendengarnya.

Di balik pelajaran fiqh mengenai cara mensucikan bekas najis, ada pelajaran sulit mengenai bagaimana bersikap terhadap orang yang bodoh, yaitu bersabar dan berlemah lembut terhadap mereka.

Si Arab badui itu tidak tahu. Jadi apa yang ia lakukan ia anggap bukanlah suatu kesalahan/masalah.

Dalam kehidupan. Kita bisa sangat mudah sekali emosi akibat ketidaktahuan (atau ketidakmautahuan?) orang lain.

Hal yang sepatutnya kita lakukan adalah tetap tenangkan pikiran (atau hati), jangan terpancing emosi, dan cari solusi dengan tetap berlaku lemah lembut.

Mudah? Jelas tidak.

*inspirasidaripembacaanhaditsketikaasardimasjidkantor

---000---

Syamsul Arifin
Balikpapan, 15 Oktober 2018

Nasihat Imam Syafi'i

"Hindarilah telinga kalian dari pendengaran tak senonoh sebagaimana kalian menjaga lidah dari ucapan tak senonoh, sebab orang yang mendengarkan adalah mitra orang yang mengucapkan."

(Nasihat Imam Syafi'i kepada murid-muridnya di buku Biografi Empat Imam, Abdurrahman al-Syarqawi, hal 147)

Konteks nasihat yang menurut saya masih sangat relevan di zaman ini.

Tinggal di-update sedikit:

"Hindari mata & jari kita dari bacaan/foto/video/postingan/chat online yang tidak senonoh/tidak baik sebagaimana kita menjaga mulut kita dari berbicara hal yang tidak senonoh, sebab orang yang mendengarkan/membaca/melihat postingan adalah mitra/kawan yang memposting."

?

25 September 2018

Bintang Penunjuk Jalan

Sebelum ada GPS, kompas, dan sekarang Google Map, Waze, atau alat navigasi modern lainnya, para pengembara mempergunakan rasi bintang sebagai penunjuk arah perjalanan.

Mereka menatap ke langit malam, memperhatikan susunan bintang (Polaris, konstelasi Orion, Crux), mencari sudut mempergunakan kuadran, atau mengobservasi pergerakan bintang langit guna menentukan arah tujuan.

Saat ini, terangnya lampu kota di malam hari membuat kesulitan ketika mengamati langit malam. Binar bintang kalah terang, membuat mata kita kesulitan mencari-cari susunan bintang.

Jika dianalogikan ke dalam perjalanan hidup. Sebagai susunan bintang, ada Al-Quran yang paling terang, lalu As-sunah yang menjelaskan.

Namun sebagai pengembara di dunia, apakah kita sering memperhatikan penunjuk jalan itu?

Sudahkah kita mengecek kemana arah tujuan? Memastikan kita bergerak ke titik yang benar? Di jalur yang paling mudah, cepat, tidak membahayakan/menyulitkan?

Keriuhan kota bisa jadi membuat kita lupa akan indah dan pentingnya memperhatikan garis-garis (bintang) penunjuk arah tujuan. Bahkan bisa jadi, kita lupa berjalan melanjutkan pengembaraan (pulang) karena tertawan keramaian.

Kitab Al-Quran dan Sunah Rasulullah, mereka adalah bintang-bintang (pemandu arah tujuan) di langit malam (kehidupan) kita.

Jangan sekali-kali kau lupakan.

Bukalah, pelajarilah, lalu cobalah diamalkan, semoga dengannya kita akan selamat sampai ke arah tujuan.

---000---

Balikpapan, 24 September 2018
Syamsul Arifin

19 August 2018

Kecewa - Sabar - Usaha Lagi

Kekecewaan muncul ketika kenyataan tak sesuai harapan.

Tapi, benarkah harapan kita merupakan hal yang terbaik untuk kita?

Ilmu manusia terbatas.

Kita tidak tahu apa yang kita tidak tahu. Masa depan adalah salah satu hal gaib yang tidak kita ketahui.

Seperti orang tua yang anaknya dibunuh oleh Nabi Khidir ketika bersama Nabi Musa.

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” (QS. Al-Kahf: 74)

Hikmah perbuatannya baru diungkap Nabi Khidir beberapa waktu kemudian,

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا. فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا

Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya). (QS. Al-Kahf: 80-81)

Jika kita berada di posisi orang tua anak muda tersebut, bagaimana respon kita? Marah, kecewa, sedih? Sebagai orang beriman, kenapa musibah besar itu (anak dibunuh) menimpa kita? Apakah kita akan mampu bersabar? Berat pastinya.

Sabar itu berat. Karenanya balasannya besar pula.

Kesabaran itu tidak pasif, tapi aktif. Tidak diam, tapi penuh amal. Tidak putus asa, terus berusaha.

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ. جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ. سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya). (QS. Al-Kahf: 80-81)

---000---

Balikpapan, 19 Agustus 2018
Syamsul Arifin

11 August 2018

Bahagia

Kita bisa bahagia (dan tidak bahagia) terlepas dari kondisi apapun yang kita miliki.

Bahagia itu berawal ketenangan hati.

Apa yang membuat hati kita tenang?

Uang banyak, tapi takut diambil orang, jengkel dipotong pajak?

Rumah lapang tapi tidak berpenghuni (ayah ibu pulang malam, anak selalu bermain di luar)?

Kendaraan mewah tapi stres di jalanan macet?

Kedekatan kita dengan Tuhan, adalah pondasi menuju bahagia.

Kita bisa membuat diri kita bahagia, dalam kondisi/situasi apapun juga.

Punya anak ataupun tidak punya anak.
Punya rumah sendiri ataupun masih ngontrak.
Punya kendaraan pribadi ataupun naik angkutan umum.

Rumah lapang yang hangat penuh cinta. Bahagia.
Rumah ngontrak yang disinari kasih sayang di antara penghuninya. Juga bahagia.

Uang banyak, disalurkan pula jatah zakatnya. Bahagia.
Uang sedikit, meski hanya tercukupi makan minum saja, tapi masih mampu bersyukur. Juga bisa bahagia.

Kendaraan mewah, dengan hati yang sabar. Bahagia.
Naik bus umum, sembari berzikir, bahkan sampai tertidur lelap di kursinya. Juga bahagia.

Tidak semua orang berhak atas kepemilikan materi tertentu.
Tapi semua orang berhak bahagia.

Tuhan Maha Adil.
Tidak semua orang punya penghasilan yang sama.
Tapi semua orang punya hak kebahagiaan yang sama.

Pilihlah untuk bahagia.
Bagaimana kau bersikap ketika menghadapi berbagai kondisi hidup, bisa membuatmu bahagia.

Pilihlah untuk bahagia.
Dekat dengan Yang Maha Esa, banyak bersyukur atas karunia-Nya, pondasi menuju bahagia.

---000---

Balikpapan, 10 Agustus 2018
Syamsul Arifin

05 August 2018

Interview Aramco

Di ata kertas, aku terlihat hebat, namun di atas tanah, nyata terlihat kelemahanku.
Kadang, kita mudah dibutakan oleh ilusi yang kita ciptakan sendiri.
Interview 31 Juli lalu menunjukkan banyak kekurangan yang harus segera saya perbaiki.

19 July 2018

Dekat Bukan Jaminan

Betapa banyak orang-orang yang dekat dengan kebaikan, tapi hal itu tidak menjadi jaminan bahwa kebaikan akan sampai kepadanya.

Ada yang dekat dengan orang shalih, bahkan berhubungan kerabat dengan pemilik dan penyebar hidayah, seperti Qabil anaknya Nabi Adam, Walaghah istrinya Nabi Nuh, Kan'an anaknya Nabi Nuh, Tarikh ayahnya Nabi Ibrahim, Walahah istrinya Nabi Luth, Minephtah -si Fira'un ayah angkatnya Nabi Musa, Abu Lahab pamannya Nabi Muhammad, mereka semua menjadi contoh keburukan yang patut dihindari karena tidak menerima dan/atau bahkan memerangi hidayah.

Di keseharian, ada pula yang berada di dekat rumah ibadah (tempat tinggal, kerjaan, istirahat), tapi ketika seruan shalat berkumandang, tidak bergerak kakinya melangkah sedikit saja ke masjid untuk bersujud menyembah, mengingat, dan memuji-Nya, sebentar saja.

Sungguh sayang, kedekatan-kedekatan yang tidak dioptimalkan.

Semoga Allah mengampuni kita.., dan mendekatkan kita dengan kebaikan.

---000---
Balikpapan, 19 Juli 2018
Syamsul Arifin

21 June 2018

Sombong

Janganlah sombong, sebab kesombongan adalah selendang Tuhan.

Apa yang bisa kau sombongkan pula.

Kau tidak memiliki kerajaan seperti yang dimiliki Nabi Sulaiman, yang menguasai bukan hanya manusia, tapi juga binatang, angin, jin.

Pun tidak memiliki ketampanan yang dimiliki Nabi Yusuf, yang para wanita sampai melukai tangan mereka ketika memotong buah karena tertawan ketampanannya.

Apalagi memiliki keajaiban seperti yang dimiliki Nabi Isa, yang lahir tanpa ayah, mampu menyembuhkan orang buta dan menghidupkan orang mati -dengan izin Allah.

Tidak pula secerdas Nabi Khidir, yang Nabi Musa belajar padanya, tahu masa depan dan hikmah masa lalu.

Belum mencapai juga kesholehan setinggi Nabi Ibrahim, sang kekasih Allah.

Maka apa lagi yang bisa kau banggakan?

Selama ini kamu berjalan-jalan membawa kotoran di perut, telinga, mata, hidung, dan mulut. Dan jika kau mati akan jadi bangkai yang tak berguna.

Berhentilah menyombongkan diri.

Amalmu belum tentu diterima, sedang kesalahanmu banyak dan belum tentu diampuni-Nya.

Siapa yang bisa menjamin dirimu akan masuk surga? Padahal kamu sendiri tidak tahu kapan dicabutnya nyawa.

Janganlah menyombongkan diri.

Sebab iblis diusir dari surga karena sombong, merasa lebih baik dari Adam yang diciptakan dari tanah.

Buanglah jauh kesombongan, sebab tidak akan masuk surga orang yang sombong, meski hanya sebesar biji semangka.

Usahlah sombong, karena kita semua sejajar dihadapannya, sama-sama ciptaan-Nya, sama-sama kan menghadap dan dimintai pertanggungjawaban atas segala tindak tanduk kita.

Kesombongan tidak akan membuatmu mulia. Tidak akan mengangkat derajat martabatmu di hadapan manusia.

Buat apa juga merasa lebih baik dari orang lain, kalau ternyata Tuhan memandangmu hina.

Janganlah sekali-kali merasa lebih baik dari orang lain, dan janganlah sekali-kali kamu menolak kebenaran, hanya karena kamu merasa lebih baik dari padanya.

---000---

Balikpapan, 21 Juni 2018
Syamsul Arifin

20 April 2018

Menjadi Lebih Baik

Satu-satunya orang yang selalu ingin aku kalahkan (lebih baik darinya) adalah diriku sendiri di masa lalu.

Terus menerus menjadi lebih baik, setiap waktu.

Maka, -terinspirasi dari perkataannya Trevor Noah- kalau kita teringat kelakuan diri kita sendiri di masa lalu, dan tersadar, bahwa sepertinya apa yang kita lakukan dulu adalah bodoh, maka hal itu sebetulnya wajar saja.

Berarti kamu telah mampu berintrospeksi, mengevaluasi diri, atau mungkin dirimu saat ini sudah lebih baik dari dirimu di masa lalu.

Ada sekelompok orang (bodoh) yang tidak sadar kalau dirinya bodoh. Maka, lumrah ketika kita tidak tahu kalau kita telah melakukan kesalahan, terus melakukan kesalahan itu.

Kita tidak tahu apa yang kita tidak tahu.

Ada satu tingkat di atas level tersebut (tidak tahu kalau dirinya tidak tahu), yaitu: tahu kalau dirinya tidak tahu. Ini lebih baik.

Setidaknya ia akan jadi pribadi pembelajar (mau mencari tahu), tidak sombong (sok tahu) dan rendah hati kepada yang lebih tahu.

Kembali ke judul, tidak perlu malu kalau teringat hal bodoh yang telah dilakukan dulu, akui saja -kalau perlu diiringi istigfar-, langkah pertama perbaikan.

Jangan mengingkari apalagi menyalahkan orang lain atas kelakuan salah kita.

Ambil pelajaran, dan teruslah belajar.

Semoga dengannya kita bisa menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

---000---

Balikpapan, 18 April 2018
Syamsul Arifin

06 January 2018

Tentang Prioritas

Menurut saya, permasalahan hidup muncul karena kita sering salah dalam menentukan prioritas.

(Seingat saya), dulu saya pernah membaca buku Fikih Prioritas karangan DR Yusuf Al Qardhawi. Filosofi konten di dalamnya membekas dalam diri saya. Merenungi Sirah Nabawiyah, biografi para ulama, dan kisah-kisah orang-orang shalih dahulu (para sahabat, tabiin, tabiut tabiin), banyak membantu mengenalkan kita pada pilihan prioritas hidup yang seharusnya diambil.

Contoh paling mudah misalnya, ketika sahabat mulia, khalifah ketiga, sahabat yang dijamin masuk surga, orang yang malaikat pun malu kepada beliau, menantu Rasulullah, Ustman bin Affan RA, tidak ikut perang badar karena menjaga istri beliau yang sedang sakit -meski demikian, Rasulullah tetap menganggapnya sebagai bagian dari pasukan perang badar dan memberinya bagian harta rampasan perang-.

Saat ini, banyak orang yang mendahulukan kepentingan orang lain atau (katanya) umat, padahal keluarganya sendiri lebih pantas untuk diprioritaskan urusannya. Menganggap baik dengan perbuatan tersebut, padahal tindakan yang ia ambil sebetulnya menyelisihi sunnah.

Bahkan ada kaidah, jika hak manusia berbenturan dengan ibadah sunah (kepada Allah), maka hak manusia harus didahulukan.

Contohnya apa? Cukuplah kita merenungi kisah Juraij dan Uwais Al Qarni.

Karena pilihan prioritas yang benar, hidup mereka bisa berantakan (Juraij) dan hidupnya bisa dimuliakan (Uwais).

Perhatikanlah baik-baik pilihan hidupmu. Urutkanlah berdasarkan prioritas yang BENAR. Standar kebenaran ini berdasarkan Quran dan Hadits. Maka pelajarilah benar-benar Quran dan Hadits, semoga kita bisa benar menjalani hidup, karena tahu prioritas.