08 June 2020

Kesehatan Mental, Penting Juga Lho

Jika seseorang mengungkapkan secara verbal ataupun non verbal (tulisan/posting sosmed), badan/anggota tubuhnya sedang sakit, kemungkinan besar ia akan mendapat empati (atau minimal simpati), ucapan doa semoga lekas sembuh/GWS (get well soon), dukungan kesabaran*, maupun kalimat penghibur lainnya.

Di sisi lain, jika seseorang mengatakan kalau mental atau psikisnya sedang sakit/menderita (stres, depresi, dll), berapa banyak empati yang akan ia terima?

Ataukah justru perundungan (bullying) dan cemoohan yang akan ia terima, karena dianggap tidak tegar, cemen, lebay, lemah, drama queen, atau sebutan negatif lainnya?

Sangat bertolak belakang ya.

Sakit fisik dapat umpan balik/feed back yang positif, tapi sakit psikis kok malah dapat hal yang negatif?

Sepertinya ada yang salah dengan pola pikir kita.

Kita harus mulai mengakui bahwa sakit psikis itu nyata dan ada.

Hal yang sama harus diberikan juga pada penderita sakit psikis. Pengobatan, dukungan, motivasi, atau setidaknya sedikit simpati.

Banyak hal yang bisa membuat kesehatan jiwa seseorang terganggu. Terutama di era pandemi seperti sekarang ini.

Jangan takut untuk mencari bantuan atau memberitahu orang lain kalau dirimu mengalami depresi.

Dan jangan mem-bully penderita sakit mental. Kita tidak tahu kondisi apa yang telah ia alami/lalui.

Setidaknya dengarkan ia terlebih dahulu. Terkadang, obat terbaik adalah tersedianya telinga yang mau mendengar. Hanya sekedar melepaskan kegundahan dari dalam diri.

Mari hentikan diskriminasi sakit mental/psikis.



---000---

Depok, 31 Mei 2020
Syamsul Arifin.

* Definisi sabar secara aktif yaitu terus berusaha/optimis dalam usaha pengobatannya)

No comments:

Post a Comment