18 August 2011

Politik Kotor Anti BPJS

Dapat di milis FKM UI, pa Hasbullah adalah salah satu dosen saya (pernah jadi Dekan juga) waktu saya kuliah dulu.

Oleh: Hasbullah Thabrany
Guru Besar Universitas Indonesia 


Tanggal 16 Agustus ini Presiden akan  menyampaikan nota keuangan, program dan RAPBN 2012. Setelah itu, RUU BPJS akan mendapat waktu satu masa sidang lagi untuk diselesaikan. Semakin dekat target penyelesaian, semakin intensif politik kotor pembusukan RUU BPJS.  

Rumusan yang tertuang dalam UU SJSN adalah ‘Konsensus Bangsa’ yang telah diwujudkan dalam dokumen formal UU SJSN. Sebuah UU memang tidak akan pernah memuaskan semua pihak. Tetapi, aturan demokrasi mengharuskan semua pemangku kepentingan menghormati dan menjalankan sebuah UU setelah UU tersebut disetujui DPR dan diundangkan oleh Pemerintah. Akan tetapi kasus, UU SJSN yang merumuskan tujuan inti sebuah negara Republik Indonesia menunjukkan betapa kita belum siap merdeka. Bukan saja Pemerintah tidak menjalankan UU SJSN, yang merupakan kewajibannya sesuai sumpah Presiden, tetapi ada pejabat Pemerintah yang sengaja justeru menentang atau menunda-nunda implementasi UU SJSN. Secara hukum bernegara, hal ini merupakan pelanggaran berat konstitusi UUD45. Tetapi, banyak petinggi negeri ini memang lebih sibuk mengurus kepentingan diri dan kelompoknya. 

Dalam lingkungan berbangsa yang mentah seperti itu, maka politik kotor fitnah dan pemutar balikan fakta mudah tumbuh subur, demi (barangkali) mempertahankan kocek rejeki yang sedang dinikmati. 

Dari Neolib sampai Sogok ADB 

Untuk mencapai tujuan negara, mewujudkan rakyat yang adil dan makmur, mutlak diperlukan sebuah sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat, sesuai perintah UUD45 pasal 34 ayat 2. Untuk itu, telah diundangkan UU SJSN. Untuk menjalankan UU SJSN yang konsisten, diperlukan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengatur pengelolaan dana jaminan sosial yang transparan, adil, dan memaksimalkan jaminan sosial. Mahkamah konstitusi telah memerintahkan Pemerintah melakukan transformasi pembentukan BPJS dengan UU. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa Pemerintah lalai menjalankan UU SJSN dan UU BPJS dan karenanya menghukum Pemerintah untuk menjalankan UU SJSN. Aspek legal sudah sangat kuat. Aspek teknis sudah disepakati dan dirumuskan dalam UU SJSN. Karena kegagalan dan kelalaian Pemerintah, DPR telah pula mengambil inisitatif menyusun RUU BPJS yang konsisten dengan prinsip-prinsip universal dan best practices di seluruh dunia.  

Tetapi,… RUU BPJS memang membuat sebagian orang yang kini sudah nyaman mengendalikan dana pekerja sekitar Rp 190 Triliun tanpa transparansi, memang tidak menyenangkan. Memang, jika segera disetujui, jalan untuk mewujudkan rakyat adil dan makmur akan semakin jelas untuk seluruh rakyat. Bisa difahami (tetapi tidak boleh ditolerir) jika sebagian orang merasa terancam. Dalam keadaan terancam itulah, maka fitnah dan politik kotor ditebar, guna menggagalkan terwujudnya rakyat yang merdeka dari kesulitan ekonomi. Demi kepentingan sekelompok orang.  

Salah satu isu busuk yang dilontarkan adalah bahwa SJSN dan BPJS adalah konsep neolib. Bisa jadi isu ini dilepaskan oleh kelompok neolib dengan menggunakan tangan anti-neolib. Kelompok neolib mendapat untung berlipat ganda jika pekerja bisa dibayar murah, tanpa jaminan sosial. Sistem jaminan sosial didunia adalah padanan untuk melindungi seluruh rakyat dari kerakusan kapitalisme. Jadi, jelas SJSN mengancam kapitalis dan kaum neolib. Untuk meruntuhkan ancaman, politik ‘maling teriak maling’ bisa tumbuh subur pada kondisi rakyat dan buruh miskin di Indonesia.  

Salah satu kelompok yang anti BPJS yang berbasis iuran wajib sebagai upaya gotong royong dimotori justeru oleh seorang anggota Dewan Petimbangan Presiden. Kelompok ini menginginkan rakyat tidak mengiur (yang bayar pajakpun kini tidak sampai 10% penduduk), tetapi mendapat jaminan kesehatan, jaminan pensiun dan jaminan lain. Mereka menguji materi UU SJSN dengan meminta keputusan MK bahwa penarikan iuran bertentangan dengan UUD45. Dari mana uang untuk menyediakan jaminan sosial untuk seluruh rakyat? Tidak mau tahu! 

Yang penting hak rakyat gratis!!. Konsep yang diusung lebih dekat dengan konsep komunisme dan sosialisme. Jika hal ini disetujui MK, maka Indonesia harus direset.Skema Askes, Pensiun PNS, pensiun DPR, dan Jamsostek menjadi bertentangan dengan UUD45. Semua pengaturan bubar. Semua rakyat mendapat jaminan sosial yang sama rasa sama rata yang masuk APBN.  

Politik kotor lain yang dilontarkan adalah bahwa UU BPJS akan meleburkan dan menghilangkan hak-hak peserta Jamsostek. Tebar isu ini memang bisa memicu protes buruh yang tidak faham jaminan sosial dan tidak faham Jamsostek, bukan buruh/pekerja yang pintar yang bisa membaca isi RUU dan konsep transformasi dengan benar. Konsep RUU BPJS justeru meningkatkan manfaat yang diterima pekerja, memberikan peran pekerja dan pengusaha yang lebih besar dalam kendali dana amanat (dana jaminan sosial), dan menjamin pekerja memiliki jaminan sosial seumur hidup. Semua itu tidak ada dalam Jamsostek sekarang. Tetapi, sebagian buruh yang tidak faham, buta dan tidak mau membaca diprovokasi dengan isu-isu busuk menciptakan ancaman bagi mereka. Inilah teknik adu domba yang kini sedang dimainkan.  

Isu gila terakhir lainnya adalah mengusik sentimen nasional dengan mengatakan bahwa RUU BPJS didalangi dan disusun untuk kepentingan asing. Tidak puas dengan kurang lakunya isu ini, sms ditebar yang menyebutkan bahwa beberapa anggota DPR menerima suap dari ADB (Asian Development Bank) menerima milyaran rupiah sebagai sogok untuk mengoalkan UU BPJS. Mereka yang bodoh akan mudah termakan isu ini. Mereka yang pintar akan bertanya, “bagaimana mungkin BPJS yang merupakan badan hukum publik, sama halnya badan hukum Pemerintah atau Pemda, bisa disusun untuk kepentingan ADB?”. Masih dalam koridor pembusukan BPJS, mereka yang merasa terancam menyebarkan isu bahwa BPJS adalah privatisasi Jamsostek.  Padahal, ke-empat BUMN (PT Persero ASABRI, Askes, Jamsostek, dan Taspen) justeru merupakan badan hukum privat. 

Pemutar balikan fakta-fakta seperti itu memang mudah tumbuh subur di negeri yang sedang kacau dan sebagian besar rakyatnya masih berpendidikan rendah. 

Adakah Harapan? 

Suka atau tidak suka, memang harus diakui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia memang masih mudah jadi umpan isu fitnah. Tetapi,..di negara manapun di dunia, selalu ada orang (meskipun minoritas) yang berakal sehat dan bebas kepentingan. Kelompok inilah yang kita harapkan muncul dan memiliki keberanian. Baik mereka di Pemerintah, di DPR, di perguruan tinggi, di LSM, di serikat pekerja, di KAJS, maupun di masyarakat. Tanda-tanda keberadaan mereka sudah mulai tampak. Semoga dalam dua bulan ke depan, mereka berani tampil sejalan dengan muaknya rakyat terhadap maraknya korupsi, mafia hukum, dan permainan kotor lain di negeri ini. Semoga.