20 August 2017

Waspada Predator Seks Anak [Lomba Blog #TantanganPengasuhanEraDigital]

Kejahatan terhadap anak semakin marak dan parah. Yang terbaru di media, kekerasan seksual berbasis dunia maya yang melibatkan penjahat berkedok pedofilia dan pemerkosaan.

Data yang ada memang menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Contohnya di Penajam Paser Utara, Antara Kaltim menyebutkan bahwa selama periode Januari-Agustus 2016, terdapat 39 kasus kekerasan seksual terhadap anak, atau meningkat sebesar 77% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Di Balikpapan, datanya lebih mengerikan. Tahun 2016, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Balikpapan mencatat telah terjadi 149 kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, atau meningkat 359% dibanding tahun sebelumnya.

Beberapa hal bisa kita lakukan dalam lingkup kecil keluarga untuk mencegah anggota keluarga masuk ke dalam daftar korban maupun pelaku kejahatan keji ini.

Pertama, batasi kegiatan online anak. Bukan hal umum, bahwa sosial media bagaikan pedang bermata ganda, di satu sisi bisa menghubungkan kita dengan orang yang jauh, tapi di sisi lain, sudah banyak contoh kejahatan yang dimudahkan dengan adanya platform pertemanan sosial semisal Facebook.

Ingatlah, orang bisa terlihat baik, sopan, peduli dan penuh perhatian di tampilan sosial medianya, padahal di dalam hatinya menyimpan niat jahat.

Bijaklah jika hendak memberikan anak smartphone yang memiliki akses internet atau paket data. Karena dengan klik-klik singkat, si anak bisa saja nyasar di rimba konten pornografi online yang pada akhirnya akan membuatnya kecanduan, penasaran, dan mungkin saja membangkitkan keinginan/dorongan kuat untuk mempraktekkan.

Temani jika anak hendak berselancar di dunia maya. Taruh komputer di ruang keluarga, jangan biarkan anak berselancar web melalui laptop pribadi di kamarnya, karena ketiadaan pengawasan dari orang tua, bisa menjadi celah bagi anak berbuat khilaf dan memberikan peluang bagi teman chatting predator anak anda.

Kedua, filter tontonan anak (film, sinetron, bahkan kartun sekalipun) yang mengandung konten percintaan. Semakin sering terpapar roman picisan percintaan, tidak jarang penonton ABG menjadi terobsesi dan bersaing dalam memiliki pacar ketimbang mengejar prestasi akademik; serta tidak risih dalam melakukan praktek mesum yang diawali dengan pelukan, ciuman, dan seterusnya.

Ketiga, perhatikan teman main anak dan jangan lengah terhadap orang dekat. Banyak kejahatan terhadap anak dilakukan oleh pelaku yang kenal baik dengan korban, seperti yang dinyatakan Komisi Nasional Perlindungan Anak, 72% kejahatan seksual itu dilakukan orang dewasa atau lingkungan terdekat korban.

Kenali siapa saja teman main anak. Kalau perlu, undang dan biarkan mereka main di rumah. Lebih baik rumah berantakan dan agak repot sedikit karena mempersiapkan jamuan, dari pada anak main di tempat orang yang kita tidak tahu apa yang mereka perbuat.

Jangan merasa aman kalau anak dititipkan pengawasannya pada orang dekat semisal orang tua tiri, paman, sepupu, tetangga, supir atau teman dekat, karena ada contoh kejadian kekerasan seksual nyata yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut.

Jangan juga merasa aman kalau usia teman main anak masih kecil. Di Lampung, ada kejadian anak kelas 1 SD memperkosa anak TK. Mengerikan!

Keempat, sadarilah, di dunia ini, entah karena paparan konten pornografi, godaan syaitan, ataupun karena lemahnya iman, siapapun bisa berbuat dosa. Termasuk figur yang seharusnya dihormati semisal tokoh agama, tenaga pengajar, tokoh masyarak atataupun profil pekerjaan yang kita anggap mulia.

Ajari anak sentuhan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Latihlah dengan bermain peran, sehingga anak tahu apa yang mesti dilakukan jika berada dalam kondisi tersebut. Tidak jarang, anak akan bingung karena mereka biasanya diajari untuk taat/patuh terhadap orang yang lebih tua, atau terhadap profesi tertentu.

Ajari cara untuk melawan, bagaimana harus berteriak, dan bersikap tegas ketika menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, serta harus melapor atau bercerita ke siapa. Meskipun wanita, tidak ada salahnya dilatih untuk membela dirinya sendiri.

Kelima, jalin komunikasi yang terbuka dengan anak. Luangkan waktu bermain dan bercerita. Buat dia nyaman dengan anda sebagai orang tua, terutama dengan ayah.

Dr. David Popenoe, sosiolog dan Co-Director di National Marriage Project Rutgers, Universitas New Jersey, mengatakan bahwa anak yang banyak berinteraksi dengan ayahnya memiliki IQ lebih tinggi dibanding anak yang tak cukup berinteraksi dengan sang ayah.

Studi Father Involvement Research Alliace juga menunjukkan bahwa anak yang dekat dengan ayah cenderung memiliki emosi yang stabil. Saat dewasa dia akan lebih percaya diri dan bersemangat dalam mengeksplorasi potensi diri untuk merealisasikan ide serta impian.

Dengan begitu, diharapkan anak tidak akan mencari pelampiasan emosi/kebutuhan kasih sayang dengan berpacaran yang berpotensi negatif dan merugikan karena sudah tercukupi perhatian, dan kebutuhan emosi/kasih sayang dari rumah.

Keenam, terakhir, berdoalah kepada Allah agar Ia menjaga buah hati anda. Karena Ia Maha Kuasa dan Maha Perkasa, meskipun berkumpul seluruh jin dan manusia berusaha mencelakakan anak anda, jika Tuhan tidak berkehendak, maka tidak akan mungkin terjadi keburukan padanya. Maka dari itu, segarkan kembali keimananmu, dan perbaiki ibadahmu, semoga dengannya Allah berkenan menjawab doa dan memberikan kita kebahagiaan berupa anak yang sehat, selamat, dan membanggakan kita di dunia dan akhirat.

 
Sarah dan Yusuf sedang main laptop


---000---

Diposting untuk mengikuti Lomba Blog #TantanganPengasuhanEraDigital #TantanganPengasuhanEraDigital #LombaBlogYKBH

Penulis:
Syamsul Arifin, SKM. MKKK.
Praktisi dan pengajar K3 Balikpapan


Referensi: