28 February 2008

Tutorial Mendengarkan myQ Radio

Tidak susah kok untuk turut serta mendengarkan myQ Radio. Yang kamu perlukan hanyalah koneksi internet dan winamp (bisa juga Windows Media Player).

Ok, 1. jalankan winamp / windows media player kamu...

2. Klik add, add URL, trus ketikkan http://www.myquran.org:8000 (lihat gambar deh, urutannya sudah ada juga)



3. Klik Open, jadi deh! Bisa dengerin myQ Radio ^_^

Gampang tho!

Selamat bergabung dengan myQ Raadioooo (*izti mode: On)  Ngikik..

Sumber: http://myquran.org/forum/index.php/topic,16694.0.html

Cara Mencari Jawaban Ustadz H. Ahmad Sarwat, Lc. di Situs Eramuslim

Jumat, 22 Peb 08 06:39 WIB

Assalamu 'alaikum

Saya seringkali dipojokkan untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan masalah syariah. Dan ternyata saya sering mendapatkan jawaban yang tepat di situs ini. Hanya sayangnya, situs ini tidak ada mesin pencari yang khusus mencari jawaban yang sudah tersedia.

Kalau boleh tahu, bagaimana caranya untuk bisa melakukan pencarian yang lebih mudah dan tepat?

Mohon dijelaskan ada berapa banyak jumlah jawaban yang tersedia di situs ini khususnya rubrik yang pak Ustadz asuh. Dan mohon juga disebutkan berapa pertanyaan yang masih antri atau waiting list untuk dijawab?

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas semua yang telah ustadz lakukan, sungguh sangat berguna. Mungkinkah kami dapat meminta kesediaan ustadz untuk memberikan taushiyah di tempat kami, mohon minta nomor kontak ustadz.

Shalihah
maratunsholihah@yahoo.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang benar sekali bahwa salah satu kekurangan situs kami ini adalah belum adanya mesin pencari yang khusus untuk mendapatkan jawaban yang sudah diposting. Mesin pencari yang kami miliki masih belum mampu membedakan antara satu rubrik dengan rubrik yang lain.

Insya Allah ke depan kami akan upayakan apa yang anda inginkan, agar dapat memudahkan para pembaca. Doakan agar programer kami siap begadang untuk mengerjakannya, mumpung belum ada isterinya.

Sementara ini, Anda bisa memanfaatkan mesin pencari semacam Google untuk mencari jawaban di rubrik Ustadz Menjawab. Caranya sederhana, setelah anda buka Google, maka ketikkan: site: eramuslim.com/ustadz "topik", lalu enter.

Bila anda ingin mencari jawaban tentang "bai'at" misalnya, maka ketiklah di google site: eramuslim.com/ustadz "bai'at", maka akan muncul semua jawaban yang ada kata "bai'at."

Percayalah, kami sendiri ketika butuh melihat ulang jawaban yang pernah diposting di rubrik ini, juga menggunakan jasa Google.

Jumlah Jawaban Yang Tersedia

Database yang kami miliki sampai hari ini menunjukkan ada 1.500 jawaban yang tersedia. Namun dibandingkan dengan soal yang masuk ke database kami, memang masih jauh. Sampai hari ini soal yang sudah masuk berjumlah 13.147 petanyaan. Jadi jawaban yang masih dalam status waiting list alias belum terjawab adalah 11.649 buah.

Lumayan banyak dan sebenarnya terlalu banyak. Penjelasan mengapa tidak semua pertanyaan dijawab ada beberapa faktor.

Pertama, karena kuota jawaban memang dibatasi hanya beberapa pertanyaan saja perhari.

Kedua, karena ada beberapa pertanyaan yang terulang-ulang. Maksudnya, pertanyaan yang sejenis dan mirip sudah dijawab sudah pernah ditampilkan, tapi barangkali karena malas mencari atau memang belum ada mesin pencari yang powerfull, akhirnya muncullah pertanyaan yang sama berulang-ulang.

Ketiga, sebagian dari penanya bertanya hal-hal yang sifatnya pribadi dan meminta kami menjawab secara pribadi lewat email. Tentu saja pertanyaan yang seperti ini tidak mungkin diposting di situs ini.

Keempat, ada beberapa pertanyaan yang sifatnya sekedar komentar, masukan, informasi, bahkan ada juga yang sekedar mengetesdan gugatan. Yang begini biasanya juga tidak kami tanggapi lewat jawaban di rubrik ini.Tapi jumlahnya sangat sedikit.

Kelima, ini yang paling esensial. Bahwa ilmu dan pengetahuan kami sangat terbatas, sehingga tidak mungkin semua pertanyaan bisa dijawab. Kapasitas kami bukan ulama dan bukan juga mufti, kami hanyalah seorang yang berupaya mencari rujukan atas beberapa masalah yang sebenarnya sudah difatwakan oleh para masyaikh dan ulama besar di bidang hukum Islam.

Dan kami kemudian berupaya menyuguhkannya kepada masyarakat pembaca di jagad maya. Dengan harapan ada yang bisa dimanfaatkan. Kalau kebetulan apa yang kami sampaikan itu tidak berkenan di hati, atau bahkan juga mungkin salah, kasar, tidak sopan atau menyakiti hari, tentu semua karena kelemahan dan keterbatasan kami.

Semoga Allah SWT mengampuni semua kekurangan dan keterbatasan itu. Dan kami meminta keluasan hati para pembaca untuk sudilah kiranya memaafkan dan mengikhlaskannya.

Pada prinsipnya kami bersedia untuk menghadiri undangan dan silaturrahim, yang penting dikoordinasikan dengan baik masalah waktunya. Silahkan hubungi pak Tio di 999-80-000 atau 0813-999-80-000. Karena pak Tio lah yang mengatur waktu saya untuk mengisi acara bedah tema Eramusiim Digest atau acara-acara kajian lainnya.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/8221094207-cara-mencari-jawaban-ustadz.htm

Kalender Islam

Kamis, 31 Jan 08 11:33 WIB

Assalamualaikum Wr.Wb

Ustad yang di rahmati Allah SWT,

Ada satu hal yang ingin saya tanyakan, mungkin ini adalah suatu pertanyaan yang bodoh dan sederhana. Tapi tetap saya masih ingin menanyakannya.

Begini ustad, Kalau kalender Islam itukan dibuat berdasarkan masa/ saat hijrah nabi, yang ingin saya tanyakan. Apakah kalender itu sudah ada saat rasulullah masih hidup. Kalau tidak, khan pada saat itu kita umat Islam sudah melaksanakan puasa, haji dan sholat id.

Jika belum ditentukan saat itu, kalender apa Islam menggunakan sebelumnya. Karena sebelumnya orang arab pun sudah melaksanakan haji dan orang yahudi pun sudah melaksanakan puasa asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Apa hijrah nabi itu bertepatan dengan tanggal 1 muharram atau tidak?

Terimakasih atas jawabannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

A&t

Jawaban

Assalau 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Harus dibedakan antara sistem penghitungan kalender dengan awal mula perhitungan tahun hijriyah. Keduanya merupakan hal yang berbeda. Dengan menggunakan istilah kalender Islam, keduanya jadi semakin tidak jelas.

Sistem Penghitungan Kalender

Ada dua macam sistem penghitungan kalender yang paling umum digunakan oleh manusia. Pertama, sistem syamsiyah, yaitu perhitungan didasarkan pada putaran bumi mengelilingi matahari. Kedua, sistem qamariyah, yaitu perhitungan berdasarkan putaran bulan mengelilingi bumi.

Kedua sistem penghitungan ini sudah ada sejak lama, jauh sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW. Bangsa Arab dan juga Yahudi mengunakan sistem penghitungan kalender Qamariyah, yaitu berdasarkan putaran bulan mengelilingi bumi.

Maka yang dihitung masa waktu satu bulan, yaituberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh bulan untuk mengelilingi planet bumi ini dalam satu kali putaran. Ternyata lamanya tidak seragam untuk tiap bulannya, kadang 29 hari dan kadang 30 hari. Posisi seseorang di permukaan bumi juga ikut mempengaruhi sistem perhitungannya.

Itulah mengapa juga ada 2 mazhab dalam masalah ini, yaitu ta'addud al-mathalai' dan ikhtilaf al-mathali'.

Jumlah bulannya ada 12 dalam setahun. Nama-nama bulannya oleh bangsa Arab disebut sebagaiMuharram, Safar, Rabiul Awwal, Rabiutstani, Jumadil Awwal, Jumaditstsani, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzul Qa'dah dan Dzulhijjah.

Sistem penghitungan ini sudah ada jauh sebelum masa diutusnya Nabi Muhammad SAW. Maka benar kalau anda katakan bahwa bangsa Arab jahiliyah telah melaksanakan ritual haji di bulan Dzulhijjah. Juga benar ketika orang Yahudi berpuasa di bulan Muharram pada tanggal 10, sehingga disebut sebagai 'Asyura.

Awal Mula Tahun Hijriyah

Meski sistem penghitungan kalender sudah ada dan sudah digunakan, namun yang belum ada justru angka tahunnya. Orang Arab sejak sebelum masa kenabian sudah terbiasa menyebut tanggal dan bulan, tapi mereka tidak pernah menyebut angka tahun. Jadi mereka bisa mengatakan bahwa hari ini adalah tanggal 1 bulan Muharram, tapi mereka tidak tahu sekarang ini tahun berapa.

Konon dahulu ketika Khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu menerima surat, kalimat pembuka surat itu membuatnya tertegun. Orang itu menulis, "Saya telah menerima surat dari Anda yang tidak ada angka tahunnya."

Maka bermusyawarahlah beliau mengajak para shahabat yang utama, dan singkatnya mereka sepakat untuk menetapkan momentum tahun di mana Rasulullah SAW hijrah sebagai awal mula perhitungan tahunnegara Islam.

Yang dijadikan penetapan saat itu bukan penetapan awal tanggal dan bulan, tetapi hanya angka tahunnya saja. Sebab yang belum ada memang angka tahunnya saja. Sedangkan sistem metode penghitungannya tetap mengacu kepada sistem qamariyah yang sudah lama digunakan di negeri Arab.

Makaperlu ditegaskan bahwa yang dijadikan momentum bukan tanggal saat Nabi Hijrah, juga bukan bulan saat beliau SAW melaksanakan hijrah, tetapi tahun di mana beliau SAW berhijrah.

Tahun itu dijadikan perhitungan awal tahun dalam sejarah negara Islam. Pertimbangannya, karena sejak tahun itulah Islam secara resmi menjadi sebuah negara, tidak lagi sekedar gerakan dakwah, moral atau sosial. Tetapi secara sah mulai tahun itu Islam telah berbentuk institusi formal bernama negara, dengan terpenuhinya 3 syarat utama sebuah negara.

Hijrah Nabi Bukan Tanggal 1 Muharram

Perlu dijelaskan bahwa peristiwa hijrah Nabi SAW dari Makkah ke Madinah tidak terjadi pada tanggal 1 Muharram.

Syeikh Al-Mubarakfury dalam kitabnya Ar-Rahiq Al-Makhtum menulis bahwa Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Makkah menuju perjalanan hijrah pada malam hari, 27 Shafar 14 tahun setelah kenabiannya. Tanggal itu adalah tanggal 12 atau 13 September 622 Masehi.

Mungkin Anda bertanya, kok 14 tahun setelah kenabian? Bukannya 13 tahun setelah kenabian? Mengingat periode Makkah disebut-sebut 13 tahun dan periode Madinah 10 tahun.

Jawabnya begini, kita bilang bahwa hijrah itu terjadi 14 tahun setelah kenabian apabila kita menghitung bahwa bulan Shafar di mana terjadinya hijrah itu sudah masuk ke tahun ke 14, bukan tahun ke 13.

Tapi kalau yang kita hitung adalah bulannya, maka bulan Ramadhan yang merupakan bulan turun wahyu pertama kali itu memang berjarak 13 tahun sampai ke bulan Shafar saat terjadinya hjirah nabi SAW.

Jadi ungkapan bahwa Nabi SAW berdakwah di Makkah selama 13 tahun adalah benar. Cuma kalau disebut angka tahunnya, maka beliau berdakwah di Makkah sejak bulan Ramadhan tahun 1 sampai bulan Shafar tahun 14.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalau 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/pol/8130131625-kalender-islam.htm

Apa Itu Mazhab? Apa Perlu Kita Bermazhab?

Sabtu, 20 Okt 07 11:47 WIB

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Ustadz, banyak yang sering menyebutkan bahwa umat Islam di Asia Tenggara menganut Mazhab Syafi'i. Orang-orang di sekitar saya juga sering mengatakan kita bermazhab Syafi'i dari empat mazhab yang ada.

Yang menjadi tanda tanya bagi saya, apa yang dimaksud dengan Mazhab? Apa perlu kita bermazhab? Padahal pada masa Rasulullah. SAW dan Sahabat Beliau tidak pernah menyinggung hal ini.

Terima kasih atas tanggapan Ustadz sebelumnya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Wahdan Hidayat
wahhid

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Mazhab fiqih bukanlah sekte atau pecahan kelompok dalam agama. Mazhab fiqih adalah metologi yang sangat diperlukan dalam memahami nash-nash agama.

Mengatakan kembali kepada Quran dan Sunnah memang mudah, tetapi dalam kenyataannya, ada banyak masalah yang muncul dan tidak terpikirkan sebelumnya. Dan ujung-ujungnya, tiap orang akan berimprofisasi sendiri-sendiri dalam berpegang kepada Quran dan Sunnah, bahkan variannya akan menjadi sangat banyak tidak terhingga.

Munculnya aliran sesat semacam Islam Jamaah, Ahmadiyah, serta kelompok nyeleneh lainnya adalah akibat dari tidak adanya sistem istimbath hukum yang baku dalam menarik kesimpulan hukum yang benar dari Quran dan sunnah.

Semua jamaah sesat selalu mengklaim bahwa mereka merujuk kepada Quran dan sunnah. Untuk itu dibutuhkan rule of the game dalam menggunakan Quran dan sunnah, agar hasilnya tidak bertentangan dengan esensi keduanya.

Mazhab Fiqih Adalah Sebuah Upaya Memudahkan

Kita mengenal Al-Quran dengan 6000-an ayatnya, serta mengenal jutaan hadits nabawi. Tentunya, tidak semua orang mampu membaca semuanya, apalagi sampai menarik kesimpulan hukumnya.

Apalagi mengingat bahwa Al-Quran tidak diturunkan dalam format kitab undang-undang atau peraturan. Al-Quran berbentuk prosa yang enak dibaca sebagai bentuk sastra. Tentunya, menelusuri 6000-an ayat untuk dipetakan menjadi sebuah kitab undang-undang yang rinci dan spesifik membutuhkan sebuah kerja berat.

Maka para ulama pendiri mazhab itulah yang berperan untuk menyelesaikan proyek maha raksasa itu. Satu demi satu ayat Quran dibaca, ditelaah, diteliti, dikaji, dibandingkan dengan ayat lainnya, lalu dicoba untuk ditarik kesimpulan hukum yang terkandung di dalamnya.

Sedangkan hadits nabawi yang berjumlah jutaan itu, lebih repot lagi menanganinya. Sebab sebelum ditarik kesimpulan hukumnya, hadits-hadits itu masih harus mengalami proses validisasi terlebih dahulu, serta ditetapkan status derajat keshahihannya.

Hasil dari penelusuran panjang baik dari ayat Quran maupun jutaan butir hadits itu kemudian ditulis dengan susunan yang mudah, dengan bahasa yang lebih teknis dan komunikatif oleh para ulama mazhab itu. Dengan mengikuti sebuah pola tertentu yang sudah distandarisasi sebelumnya secara ilmiyah. Ada puluhan bahan ratusan ulama ahli dan ekspert di bidangnya yang bekerja 24 jam sehari untuk melakukan proses ini sepanjang zaman. Sehingga menghasilkan kesimpulan dan rincian hukum yang sangat detail dan bisa menjawab semua masalah syariah sepanjang zaman.

Produknya telah berjasa besar sepanjang perjalanan hidup umat Islam sejak abad kedua hingga abad 15 hijriyah ini.

Dan semua itu kita sebut mazhab fiqih!!!

Kalau ada orang yang dengan lugunya mengatakan mengapa harus menggunakan mazhab dan tidak langsung saja mengacu kepada quran dan sunnah, jelaslah bahwa orang ini tidak tahu persoalan.

Dan ketika orang ini nantinya mengambil kesimpulan hukum sendiri langsung dari Quran dan sunnah, tanpa sadar dia sedang mendirikan sebuah mazhab baru, yaitu mazhab dirinya sendiri. Dan begitulah, setiap kali ada orang membaca Al-Quran atau sunnah sebagai sumber hukum, maka apa yang disimpulkannya adalah mazhab. Mazhab itu bisa saja mazhabbaru, karena belum ada orang yang memahami dengan cra demikian sebelumnya, atau bisa juga mazhab lama, karena sebelumnya sudah ada yang menyimpulkan seperti kesimpulannya.

Mengapa Ada Banyak Mazhab?

Banyaknya mazhab itu tidak ada kaitannya dengan perpecahan, apalagi permusuhan di dalam tubuh umat Islam. Sebaliknya, banyaknya mazhan dan pendapat itu justru menunjukkan sangat dinamisnya syariat Islam, serta sangat luasnya wilayah ijithad.

Semakin banyak mazhab justru kita semakin bangga, bukan semakin sedih. Sebab mazhab itu tidak seperti sekte atau pecahan-pecahan yang saling bermusuhan. Adanya mazhab-mazhab itu menunjukkan kecanggihan dan keistimewaan syariah Islam.

Kita bisa ibaratkan sebuah organisasi, semakin banyak departemen dan bidang-bidangnya, menunjukkan semakin banyak besar dan semakin luas jangkauan organisasi itu. Dan tentunya semakin profesional.

Latar Belakang Perbedaan

Ada banyak latar belakang perbedaan pendapat yang menyebabkan banyaknya versi kesimpulan hukum, di antaranya adalah:

  1. Adanya nash-nash yang secara zahir saling bertentangan, baik antara Quran dengan Quran, atau antara Quran dengan hadits, atau antara hadits dengan hadits.
  2. Adanya celah penafsiran dan kesimpulan hukum yang berbeda di dalam satu dalil yang sama
  3. Adanya perbedaan status dan derajat keshaihan suatu hadits, sehingga sebagian ulama menerima suatu hadits karena menurutnya shahih bisa dijadikan dalil, namun sebagian lainnya menolak keshahihan hadits itu dan tidak mau menjadikannya sebagai dalil.
  4. Adanya metode istimbath hukum yang berbeda antara satu ulama dengan lainnya. Prakek penduduk Madinah (amalu ahlil Madinah) adalah metode atau sumber hukum yang diterima oleh Imam Malik, namun ulama lain tidak mau menggunakan metode ini.
  5. Adanya perbedaan dalam penggunaan istilah-isitlah fiqih di antara masing-masing mazhab. Sehingga meski sekilas kelihatannya salin berbeda, namun boleh jadi esensinya justru sama dan sejalan.
  6. Adanya 'urf dan kebiasaan masyarakat yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini mengingat bahwa kesimpulan hukum itu seringkali terkait dengan realitas sosial yang berkembang pada suatu masyarakat tertentu.

Dan masih banyak lagi penyebab perbedaan pandangan di kalangan ulama. Hal seperti ini tidak bisa dihindarkan, bahkan sudah terjadi semenjak nabi SAW masih hidup. Bahkan nabi SAW sendiri pernah berbeda pendapat dengan para shahabat dalam hasil ijtihadnya, dan justru ijtihad shahabatnya yang dibenarkan Allah SWT.

Maka kesimpulan dari jawaban ini adalah bahwa bermazhab itu adalah bentuk paling benar dari slogan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan bahwa berbeda pandangan yang terjadi di dalam masing-masing mazhab itu adalah sebuah keniscayaan yang mustahil dihindari. Namun perbedaan itu haram untuk dijadikan dasar perpecahan dan permusuhan, sebaliknya harus menjadi sebuah khazanah kekayaan syariah Islam yang luas dan luwes.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/6b21085053-apa-mazhab-apa-perlu-kita-bermazhab.htm

Mengapa Ada Perbedaan Mazhab dan Pendapat Ulama?

Selasa, 20 Peb 07 09:53 WIB

Saya dan banyak teman lainnya seringkali merasa aneh dengan perbedaan di kalangan ulama. Seringkali ketika membaca tulisan yang terkait dengan kajian fiqhiyah, kamidapati isinya merupakan penjabaran perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan tidak jarang disebutkan ada mazhab A, mazhab B, atau ulama ini dan ulama itu. Masing-masing datang dengan pendapatnya sendiri-sendiri yang nyaris tidak pernah sama.

Mohon maaf kalau seringkali kami bukannya menjadi paham, tapi malah tambah bingung. Mohon pak Ustadz bisa menjelaskan duduk perkaranya. Seringkali banyak hal yang belum terjawab di otak saya. Seperti: Bukankah agama ini satu? Bukankah syariat ini satu? Bukankah kebenaran satu tidak berbilang? Bukankah sumbernya pun satu juga? Yaitu wahyu Allah.

Tapi kenapa terjadi perbedaan sehingga dalam satu masalah ada pendapat lebih dari satu dan tidak satu pendapat antara madzhab sehingga umat Islam lebih mudah mengambil pendapat, karena mereka adalah umat yang satu?

Terkadang ada yang menduga bahwa perbedaan ini menyebabkan kontradiksi dalam syariat atau kontradiksi dalam sumber syariat atau perbedaan akidah, seperti perbedaan aliran-aliran dalam agama selain Islam seperti golongan Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan.

Sukmawati

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Perbedaan antara madzhab fiqh dalam Islam merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Khazanah kekayaan syariat yang besar ini adalah kebanggaan dan izzah bagi umatnya. Perbedaan fuqaha hanya terjadi dalam masalah-masalah cabang dan ijtihad fiqh, bukan dalam masalah inti, dasar dan akidah.

Tak pernah kita dengar dalam sejarah Islam, perbedaan fiqh antara madzhab menyeret mereka kepada konflik bersenjata yang mengancam kesatuan umat Islam. Sebab perbedaan mereka dalam masalah parsial yang tidak membahayakan.

Perbedaan dalam masalah akidah sesungguhnya yang dicela dan memecah belah umat Islam serta melemahkan eksistensinya.

Pangkal perbedaan ulama adalah tingkat berbeda antara pemahaman manusia dalam menangkap pesan dan makna, mengambil kesimpulan hukum, menangkap rahasia syariat dan memahami illat hukum.

Semua ini tidak bertentangan dengan kesatuan sumber syariat. Karena syariat Islam tidak saling bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan terjadi karena keterbatasan dan kelemahan manusia. Meski demikian tetap harus beramal dengan salah satu pendapat yang ada untuk memudahkan manusia dalam beragama sebab wahyu sudah terputus.

Namun bagi seorang mujtahid ia mesti beramal dengan hasil ijtihadnya sendiri berdasarkan interpretasinya (dhzan) yang terkuat menurutnya terhadap makna teks syariat. Karena interpretasi ini yang menjadi pemicu dari perbedaan. Rasulullah saw bersabda, ”Jika seorang mujtahid berijtihad, jika benar ia mendapatkan dua pahala dan jika salah dapat satu pahala, ”

Kecuali jika sebuah dalil bersifat qathi’ (pasti) dengan makna sangat jelas baik dari Al-Quran, Sunnah mutawatir atau hadis Ahad Masyhur maka tidak ruang untuk ijtihad.

Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat dhzanni (lawan dari qathi) atau yang lafadlnya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan Makna Lafadz Teks Arab.

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum dan khusus, atau lafadl yang memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain.

Contohnya, lafadlquru’ memiliki dua arti; haid dan suci (Al-Baqarah:228). Atau lafadl perintah (amr) bisa bermakna wajib atau anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh.

Contoh lainnya adalah lafadl yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al-Baqarah: 206 “Tidak ada paksaan dalam agama” apakah ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang hal sebenarnya?

2. Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, di antaranya:

  • Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya.
  • Atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat.
  • Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat.
  • Atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadis.
  • Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. Seperti hadis mursal.

3. Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

4. Perbedaan Kaidah Usul Fiqh
Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", "mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

5. Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas di samping juga ada kesepakatan antara ulama.

6. Pertentangan (kontradiksi) dan Tarjih antar Dalil-dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan.

Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam berpolitik atau memberi fatwah.

Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama – semoga Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan – tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama.

Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan tali Allah.

Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun mereka menyebut, "Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."

Di antara nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau tidak adalah, "

Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin memberlakukan hukum Allah, maka jangan kalian terapkan mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada mereka atau tidak, " (HR Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah)

Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau kesalahannya dalam masalah cabang fiqh.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7220094327-mengapa-ada-perbedaan-mazhab-pendapat-ulama.htm

Definisi Madzhab

Senin, 12 Mar 07 07:39 WIB

Assalamu 'alaikum Wr Wb

Pertanyaan saya bagaimana sebuah madzhab dapat terbentuk, definisinya, pada abad keberapa dan di mana letak madzhab bila disejajarkan dengan dasar hukum Islam yang lain.

Terima kasih banyak, semoga Allah SWT memberikan pahala yang besar bagi anda.

Wasalamu 'alaikum Wr Wb

Bernadi
mustadafin_85

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Rasulullah saw. tidak meninggalkan dunia ini, kecuali setelah bangunan syariat Islam lengkap dengan nash yang tegas dan jelas. Allah SWT berfirman:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)

Namun demikian Rasulullah saw. tidak meninggalkan “buku fiqh tertulis” yang berisi hukum-hukum Islam baku. Namun beliau meninggalkan sejumlah kaidah global, sebagian hukum-hukum juz’i (penggalan masalah), dan hukum-hukum pengadilan yang ada di Al-Quran dan Sunnah. Sebagian kecil dan ringkas ini hampir mencukupi untuk menata hidup mereka. Namun (umat) Islam berkembang dan memenuhi jazirah Arab dan sekitarnya. Mereka menemukan realitas dan tradisi yang sebelumnya tidak di alami. Kondisi ini menuntut ijtihad fiqh untuk meletakkan dasar-dasarnya (kaidah) untuk mengaturnya sesuai dengan syariat Islam. Kaidah-kaidah yang kemudian disebut kaidah fiqh itu merupakan nilai yang diambil dari Al-Quran.

Kejadian dan peristiwa semakin berkembang seiring semakin bertambahnya populasi umat Islam. Kebutuhan terhadap fiqh dan kaidah-kaidah umumnya pun semakin meningkat. Terutama di negara dan wilayah baru yang dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh kian berkemang dari generasi ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri yang sangat luas dan sistematis. Jika diteliti, fiqh sejak zaman Rasulullah hingga masa-masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang berbeda-beda dalam empat generasi atau empat abad pertama (hijriyah).

Diawali dari penulisan (kodifikasi) fiqh madzhab, dilanjutkan syuruh (penjelasan rinci), ihtisharat (ringkasan), penulisan matan (teks inti pendapat seorang imam), mausuat (eksiklopedi) fiqh, penulisan kaidah fiqh, ashbah wan nadlair (masalah-masalah yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam tinjauan fiqh), fiqhul muqorin (fiqh perbandingan), nadlariyah fiqhiyah (teori fiqh), hingga fiqh menjadi ketetapan undang-undang dan hukum Islam. Fase I:

Berikut adalah fase-fase tersebut:

Masa Risalah dimulai dan diakhiri selama Rasulullah saw. hidup hingga wafat. Di masa ini bangunan syariat dan agama telah sempurna.

Fase II:

Masa Khulafaur rashidin hingga pertengahan abad pertama hijriyah. Dua fase I dan II adalah fase pengantar penulisan fiqh.

Fase III:

Diawali sejak pertengahan abad pertama hijriyah hingga awal abad kedua hijriyah. Ilmu fiqh menjadi disiplin ilmu tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh pesat yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media bagi setiap madzhab fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase peletakan dasar bagi kodifikasi fiqh.

Fase IV:

Diawali dari pertengahan abad keempat hijriyah hingga pertengahan abad empat hijriyah. Di fase ini fiqh telah sempurna terbentuk.

Fase V:

Diawali pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya Baghdad, ibu kota daulah abbasiyah sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam ke tangan Tartar di pertengahan abad tujuh. Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid dalam penulisan fiqh.

Fase VI:

Diawali dari pertengahan abad tujuh hijriyah hingga awal abad modern. Fase ini adalah fase kelemahan dalam sistematika dan metodologi penulisan fiqh.

Fase VII: diawali dari pertengahan abad 13 hijriyah hingga sekarang. Di fase ini studi fiqh, terutama studi perbandingan fiqh berkembang.

Sekilas tentang ahli fiqh (fuqaha) madzhab

Al-Faqiih, mufti atau mujtahid, adalah orang yang sudah memiliki kemampuan mengambil kesimpulan hukum-hukum (istinbathul ahkam) dari dalil-dalilnya. Sementara yang dimaksud madzhab, secara bahasa adalah tempat pergi atau jalan. Secara istilah adalah pandangan seseorang atau kelompok tentang hukum-hukum yang mencakup sejumlah masalah.

Benih madzhab muncul sejak masa sahabat. Sehingga dikenal ada madzhab Aisyah, madzhab Abdullah bin Umar, madzhab Abdullah bin Masud. Di masa tabiin juga terkenal tujuh ahli fiqh dari kota Madinah; Said bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Bakr bin Abdullah bin Utbah bin Masud, Sulaiman bin Yasar, Ubaid bin Abdillah, Nafi’ Maula Abdullah bin Umar. Dari penduduk Kufah; Alqamah bin Masud, Ibrahim An Nakha’i, guru Hammad bin Abi Sulaiman, guru Abu Hanifah. Dari penduduk Basrah; Hasan Al-Basri.

Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula Ibnu Abbas dan Atha’ bin Abu Rabbah, Thawus bin Kiisan, Muhammad bin Sirin, Al-Aswad bin Yazid, Masruq bin Al-A’raj, Alqamah An Nakha’i, Sya’by, Syuraih, Said bin Jubair, Makhul Ad Dimasyqy, Abu Idris Al-Khaulani.

Di awal abad II hingga pertengahan abad IV hijriyah yang merupakan fase keemasan bagi itjihad fiqh, muncul 13 mujtahid yang madzhabnya dibukukan dan diikuti pendapatnya. Mereka adalah Sufyan bin Uyainah dari Mekah, Malik bin Anas di Madinah, Hasan Al-Basri di Basrah, Abu Hanifah dan Sufyan Ats Tsury (161 H) di Kufah, Al-Auzai (157 H) di Syam, Syafii, Laits bin Sa’d di Mesir, Ishaq bin Rahawaih di Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad bin Hanbal, Daud Adz Dzhahiri dan Ibnu Jarir At Thabary, keempatnya di Baghdad.

Namun kebanyakan madzhab di atas hanya tinggal di kitab dan buku-buku seiring dengan wafatnya para pengikutnya. Sebagian madzhab lainnya masih tetap terkenal dan bertahan hingga hari ini. Berikut adalah sekilas tentang madzhab-madzhab tersebut:

1. Abu Hanifah.

Nama aslinya An Nu’man bin Tsabit (80-150 H); pendiri madzhab Hanafi. Ia berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut Tabiin (tabi’utabiin), sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in. Beliau pernah bertemu dengan Anas bin Malik (Sahabat) dan meriwayatkan hadis terkenal, ”Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, ”

Imam Abu Hanifah dikenal sebagai terdepan dalam “ahlu ra’y”, ulama yang baik dalam penggunaan logika sebagai dalil. Beliau adalah ahli fiqh dari penduduk Irak. Di samping sebagai ulama fiqh, Abu Hanifah berprofesi sebagai pedagang kain di Kufah. Tentang kredibelitasnya sebagai ahli fiqh, Imam Syafi’i mengatakan, ”Dalam fiqh, manusia bergantung kepada Abu Hanifah, ”. Imam Abu Hanifah menimba ilmu hadis dan fiqh dari banyak ulama terkenal. Untuk fiqh, selama 18 tahun beliau berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman, murid Ibrahim An Nakha’i. Abu Hanifah sangat selektif dalam menerima hadis dan lebih banyak menggunakan Qiyas dan Istihsan. Dasar madzhab Imam Abu Hanifah adalah; Al-Quran, As Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istihsan. Dalam ilmu akidah Imam Abu Hanifah memiliki buku berjudul “Kitabul fiqhul akbar” (fiqh terbesar; akidah).

Beberapa murid Imam Abu Hanifah yang terkenal:

  • Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim dari Kufah (113 – 182 H). Beliu menjadi hakim agung di masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Beliau juga sebagai mujtahid mutlak (mujtahid yang menguasai seluruh disiplin ilmu fiqh).
  • Muhammad bin Hasan Asy Syaibani (132 – 189 H). Lahir di Damaskus (Syuriah) dan besar di Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad. Pernah menimba ilmu kepada Abu Hanifah, kemudian Abu Yusuf. Pernah menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas. Ia juga termasuk mujtahid mutlak. Ia menulis kitab “dlahirur riwayah” sebagai pegangan madzhab Abu Hanifah.
  • Abu Hudzail Zufar bin Hudzail bin Qais (110 – 158 H) ia juga sebagai mujtahid mutlak.
  • Hasan bin Ziyad Al-Lu’lu’iy (w 204 H). Dalam urusan fiqh beliau belum mencapai Abu Hanifah dan dua muridnya.

2. Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93 – 179 H)

Beliau adalah pendiri madzhab Maliki. Beliau adalah Imam penduduk Madinah dalam urusan fiqh dan hadis setelah Tabi’in. Beliau dilahirkan di masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dan meninggal di masa khalifah Al-Rasyid di Madinah. Beliau tidak pernah melakukan perjalanan keluar dari Madinah ke wilayah lain. Sebagaimana Abu Hanifah, Imam Malik juga hidup dalam dua masa pemerintahan Daulah Umawiyah dan Abbasiyah. Di masa dua Imam besar inilah, kekuasaan pemerintahan Islam meluas hingga Samudra Pasifik di barat dan hingga Cina di timur, bahkan ke jantung Eropa dengan dibukanya Andalusia.

Imam Malik berguru kepada ulama Madinah. Dalam jangka cukup panjang beliau mulazamah (berguru langsung) kepada Abdur Rahman Hurmuz. Beliau juga menimba ilmu kepada Nafi’ maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab Az Zuhri. Guru fiqh beliu adalah Rabiah bin Abdur Rahman.

Imam Malik adalah ahli hadis dan fiqh. Ia memiliki kitab “Al-Muwattha’” yang berisi hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata tentangnya, ”Malik adalah guru besarku, darinya aku menimba ilmu, beliau adalah hujjah antaraku dan Allah. Tak seorang pun yang lebih banyak memberi ilmu melebihi Malik. Jika disebut ulama-ulama, maka Malik seperti bintang yang bersinar, ”

Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman dlahir, lafadl umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, Amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat, Istihsan, Saddudzarai’, muraatul khilaf, Istishab, maslahah mursalah, syaru man qablana (syariat nabi terdahulu).

Murid Imam Malik tersebar di Mesir, utara Afrika, dan Andalus. Di antara mereka adalah Abu Abdillah; Abdur Rahman bin Al-Qasim (w 191 H) ia dikenal murid paling mumpuni tentang madzhab Malik dan paling dipercaya. Ia juga yang mentashih kitab pegangan madzhab ini “Al-Mudawwnah”. Murid Imam Malik lainnya adalah Abu Muhammad (125 – 197 H) ia menyebarkan madzhabnya di Mesir, Asyhab bin Abdul Aziz, Abu Muhammad; Abdullah bin Abdul Hakam, Muhammad bin Abdullah bon Abdul Hakam, Muhammad bin Ibrahim. Murid Imam Malik dari wilayah Maroko; Abul Hasan; Ali bin Ziyad, Abu Abdillah, Asad bin Furat, Yahya bin Yahya, Sahnun; Abdus Salam dll.

3. Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H)

Beliau adalah pendiri madzhab Syafi’i. Dipanggil Abu Abdullah. Nama aslinya Muhammad bin Idris. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah saw. pada kakek beliau Abdu Manaf. Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.

Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al-Ashma’i berkata, ”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris, ” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.

Di Mekah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Beliau mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Beliau memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.

Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

Salah satu karangannya adalah “Ar Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i, ”Beliau adalah orang yang paling faqih dalam Al-Quran dan As Sunnah, ” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i, ”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah, ”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adaalah (kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap, ”

Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat, ”. Penduduk Baghdad mengatakan, ”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah), ”

Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i.

Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya, ”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok, ”

4. Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H)

Beliu adalah pendiri madzhab Hanbali. Beliau dipanggil Abu Abdillah. Nama aslinya Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Adz Dzhali Asy Syaibani. Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.

Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 – 183 H).

Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Ibrahim Al-Harbi berkata tentangnya, ”Saya melihat Ahmad seakan Allah menghimpun baginya ilmu orang-orang terdahulu dan orang belakangan, ” Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir, ”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad), ”

Di masa hidupnya, di zaman khalifah Al-Makmum, Al-Mu’tasim da Al-Watsiq, Imam Ahmad merasakan ujian siksaan dan penjara karena mempertahankan kebenaran tentang “Al-Quran kalamullah” (firman dan perkataan Allah), ia dipaksa untuk mengubahnya bahwa Al-Quran adalah makhluk (ciptaan Allah). Namun beliau menghadapinya dengan kesabaran membaja seperti para nabi. Ibnu Al-Madani mengatakan, ”Sesungguhnya Allah memuliakan Islam dengan dua orang laki-laki; Abu Bakar di saat terjadi peristiwa riddah (banyak orang murtad menyusul wafatnya Rasulullah saw.) dan Ibnu Hambal di saat peristiwa ujian khalqul quran (ciptaan Allah), ”. Bisyr Al-Hafi mengatakan, ”Sesungguhnya Ahmad memiliki maqam para nabi, ”

Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.

Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.

Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H), Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr Al-Khallal (w 311 H), Abul Qasim (w 334 H) yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/7310142907-definisi-madzhab.htm

[puisi] Tuk Bidadari yang Melongok dari Ujung Langit

Sebuah maaf dariku, karena tinggiku yang tidak cukup, sehingga jemariku tak sampai meraihmu
Seratus maaf untukmu, sebab tangga langit yang ku bangun, belum jua bisa menyentuh atap langitmu
Seribu maaf buatku, tuk sayap yang belum sempurna mekarnya sehingga belum kuat menerbangkanku mendekatimu
Sejuta maaf tercipta, tuk semua khilaf yang (mungkin) ada di antara kita
Semilyar maaf bertaburan, tuk semua harap yang berceceran
Dan sejumlah maaf yang tak terhingga, tuk kesabaran yang tanpa ujung, dan tuk semangat yang tak boleh redup
Maaf, saya belum bisa menjemputmu...

-ipin4u-
28022008


Maaf, klo puisi ini mirip salah satu karakter di komedi situasi bajaj bajuri yang selalu mengucapkan “maaf” dalam setiap dialognya. Tapi, maaf, saya tidak tahu siapa namanya… Ngikik..
Maaf ya, klo udah ganggu waktu dan mengusik ketenanganmu karena membaca puisi ini Yiiihaaaa! Peace ahhh!

27 February 2008

Kiai, Sastra, dan Puisi

Oleh M Ishom Hadzik

Setiap kali bertemu Kiai Mustofa Bisri, saya selalu ditagih apakah diwan atau kitab kumpulan puisi karya Kiai Hasyim Asy'ari sudah ditemukan? Tentu saya jawab belum. Bahkan setahu saya yang sejak 1994 menyunting belasan karya Kiai Hasyim, beliau tak memiliki kumpulan puisi seperti yang dimaksud penyair balsem asal Rembang itu.

Kalau ada satu dua bait puisi yang terselip di sela-sela tulisan beliau, memang ya. Tetapi dalam bentuk antologi puisi, rasanya tidak ada. Padahal -- selain Gus Dur yang beberapa tahun silam pernah meminta Kiai Muchith Muzadi dan Kiai Aziz Masyhuri melacak naskah-naskah karya Kiai Hasyim -- sampai kini mungkin cuma saya yang punya koleksi cukup lengkap.

Entah dari mana Mustofa Bisri mendapatkan informasi tentang antologi puisi Kiai Hasyim itu. Yang jelas, kiai penyair ini rupanya terobsesi untuk menerjemahkan puisi-puisi Kiai Hasyim ke dalam bahasa Indonesia supaya bisa dinikmati khalayak yang lebih luas. Maklum, puisi-puisi yang ditulis Kiai Hasyim -- seperti halnya kiai-kiai lain di masa itu -- sebagian besar berbahasa Arab. Itu karena para kiai terkemuka di awal abad XX rata-rata pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Tak heran bila mereka terkadang lebih fasih berbicara dan menulis dalam bahasa Arab ketimbang bahasa Melayu.

Kemampuan berbahasa Arab para kiai itu memang sangat mengagumkan. Mereka dituntut menguasai bahasa dan sastra Arab karena merupakan pintu masuk untuk memahami dan mengungkap rahasia Alquran. Kitab suci ini oleh kebanyakan orang Arab bukan dianggap sekedar pedoman hidup, tetapi juga mukjizat kesusastraan abadi yang mustahil ditandingi karya sastra mana pun. Karena itu, seperti dinyatakan salah seorang teoritikus sastra Arab terkemuka, Jalaluddin As Suyuthi, tanpa menguasai sastra Arab, mustahil dimensi esoterik Alquran yang amat halus itu dapat dipahami dengan baik.

Tak seperti dipahami orang awam yang kadang membatasi kiai sekedar agamawan, mereka ternyata juga peminat dan kolektor antologi karya para sastrawan Arab terkemuka. Di perpustakaan sejumlah kiai, dapat ditemukan diwan karya Imam Asy Syafi'i, Al Buhturi dan Al Farazdaq. Bahkan kadang dijumpai karya sastra berbahasa Persia yang sudah diterjemahkan, misalnya Mastnawi karya Jalaluddin Rumi atau Rubaiyyat Omar Khayyam.

Jangan tanya soal shalawat dan madaih nabawiyyah (pujian kepada Nabi), mereka gudangnya. Dari Banat Su'adu buah pena Ka'ab bin Zuhair dan Qashidah Al Burdah karya Al Bushiri yang sangat imajinatif dan puitis, hingga beraneka prosa dan puisi maulid, terutama karya Ja'far Al Barzanji. Malah ada karya genuine yang mereka gubah sendiri, seperti Shalawat Quraniah tulisan Kiai Abdullah Umar Semarang yang mirip himne bagi para penghafal Alquran. Juga Shalawat Badar karya Kiai Ali Manshur Tuban yang amat populer dan nyaris menjadi shalawat wajib bagi kaum sarungan.

Keakraban dengan sastra Arab, menyebabkan karya intelektual dan karya sastra yang lahir dari tangan para kiai tak lepas dari rumpun bahasa Semit ini. Dari belasan judul karya Kiai Hasyim misalnya, hanya dua tiga buah menggunakan bahasa Jawa bertulisan Arab pego. Sisanya berbahasa Arab. Ayah Mustofa Bisri sendiri -- yang namanya kebalikan dari sang anak, Kiai Bisri Mustofa -- meski banyak menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa, tapi karya sastranya, Syarh Qashidah Munfarijah, buah pena Taqiuddin As Subki, juga berbahasa Arab.

Kepiawaian berolah kata para kiai itu muncul karena malakah atau naluri berekspresi yang mereka miliki berkat intensitasnya menggeluti sastra Arab. Bahkan, ada juga yang dianugerahi ikhtira' alias kemampuan berimprovisasi sehingga ketika terlibat dalam sebuah peristiwa, spontan dapat melahirkan puisi dan anekdot. Kiai Hasyim pernah berdebat dengan Kiai Amar Faqih dalam suatu masalah. Masing-masing menulis buku untuk mempertahankan pendapatnya. Ketika polemik sudah mencapai puncak dan tak ada titik temu karena argumen keduanya sama-sama bersumber dari Alquran, maka secara spontan Kiai Hasyim menggubah sebait puisi Arab di akhir bukunya -- yang kalau diterjemahkan kira-kira demikian:

Aku boleh ragu
Kalian boleh ragu
Mereka boleh ragu
Tapi semua keraguan
tak akan menghapus kebenaran
firman Tuhan


Sebuah sajak sederhana, tapi memiliki kedalaman makna. Melalui sajak ini, Kiai Hasyim menegaskan, pendapat yang lahir dari pemikiran seseorang harus direlatifkan kebenarannya, dan karena itu bisa berbeda atau diragukan. Kebenaran mutlak hanyalah kebenaran wahyu yang acapkali berada di luar jangkauan nalar manusia.

Bagi para kiai, sajak berirama yang lazim disebut nazham bahkan sering digunakan untuk merangkai teks-teks keagamaan agar lebih mudah dihafal oleh para santri. Kiai Ahmad Qusyairi Siddiq Jember misalnya, menulis 312 bait nazham berjudul Tanwir Al Hija yang mengulas tuntas ajaran teologi dan ibadah bagi santri pemula. Hebatnya, karya teologi dan fikih bercorak sufistik ini mendapatkan perhatian hingga dibuatkan komentar panjang oleh ulama terkemuka Arab Saudi, Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki, berjudul Inarat Ad Duja.

Menantu Kiai Siddiq, yaitu Kiai Abdul Hamid Pasuruan -- seorang wali yang amat kesohor, tak kalah kreatif. Ia mensyairkan Sullam At Taufiq -- sebuah kitab fikih sufistik yang bercorak Ghozalian dan menjadi mainstream pemahaman Islam Sunni di Indonesia -- dalam 553 bait. Selain itu, ia juga menyairkan 99 nama Allah yang dikenal sebagai Al Asma' Al Husna. Masih banyak lagi contoh lain yang bila diungkap satu per satu, akan membuat tulisan ini jadi terlalu panjang.

Persoalannya, kini tak banyak lagi kiai atau gus yang memiliki malakah, apalagi ikhtira' untuk menciptakan karya sastra. Bahkan, tingkat apresiasi mereka terhadap sastra bisa dibilang sangat rendah. Ini merupakan sebuah ironi, karena bila dibandingkan dengan generasi kiai terdahulu, mereka yang belajar di Timur Tengah kini jauh lebih banyak. Tapi intensitas menggeluti sastra dan melahirkan karya sangat kurang. Alumnus Timur Tengah saat ini agaknya lebih suka menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab ke bahasa Indonesia ketimbang melahirkan karya genuine. Larisnya penjualan buku terjemahan dan banyaknya penerbit yang memfasilitasi penerbitan buku terjemahan seperti Mizan, Risalah Gusti dan masih banyak lagi, mungkin menjadi salah satu faktor penyebab.

Akibatnya, seperti ditulis Hes Y Gumai dalam esainya, Memperkokoh Tradisi Sastra Kaum Santri (Republika, 28 April 2002), kalangan pesantren tak lagi mampu memproduksi karya sastra yang cukup signifikan untuk ikut mewarnai jagad sastra nasional. Apalagi mengintroduksi karya sastra yang sarat nilai-nilai religi dan moral sebagai counter wacana terhadap karya sastra yang mengedepankan nilai-nilai peradaban global, seperti konsep seksualitas modern yang muncul pada karya-karya Ayu Utami.

Maka, tak mengherankan bila pesantren belakangan ini cenderung kering dari sentuhan sastra, karena para kiai dan ustadz tak lagi produktif menulis karya sastra, terutama puisi seperti dilakukan para pendahulunya. Memang, ada beberapa nama yang pantas disebut, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Misalnya Mustofa Bisri dan Acep Zamzam Noor (putera Kiai Ilyas Rukhiat). Tentu tak boleh dilupakan Celurit Emas D Zawawi Imron dan "Kiai Mbeling" Emha Ainun Nadjib.

Di luar itu, kita masih harus menunggu lama sampai munculnya nama-nama lain yang meneruskan apresiasi sastra dan tradisi berpuisi dari para kiai terdahulu.

Penulis adalah cerpenis, pekerja budaya dan pengasuh Pesantren Al Masruriah Tebuireng Jombang.

Sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=83548&kat_id=102&kat_id1=&kat_id2=

---------------------------------------------

Di luar puisi, para kiai juga menulis cerita, anekdot serta . Sebut misalnya kitab Qashash Al Anbiya yang berisi hikayat para nabi dan kaum terdahulu serta biasa didongengkan para ibu kepada anak mereka sebagai pengantar tidur. Sebagian besar kisah-kisah itu diadopsi dari Alquran dan hadits Nabi.

Tak jarang kisah-kisah Alquran dan Alhadits itu dieksplorasi sedemikian rupa sehingga detil-detilnya terangkat ke permukaan. Di sinilah tampak dimensi kemukjizatan Alquran dan Alhadits seperti diungkap oleh sastrawan Mesir kelahiran Surabaya, Musthafa Shadiq Ar Rafi'i, dalam bukunya I'jaz Al Quran wa Al Balaghah An Nabawiah.

Soal cerita, anekdot dan joke, Kiai Bisri Mustofa barangkali termasuk biangnya. Ayah Mustofa Bisri ini mengumpulkan banyak sekali anekdot dan joke dalam buku berjudul Kasykul. Contoh lain adalah Kiai Abdurrahman Ar Roisi yang menerbitkan belasan jilid kumpulan cerita yang diberi judul 30 Kisah Teladan.

Tradisi penulisan cerita, anekdot dan joke ini diwarisi dari para ulama dan cendekiawan Arab abad pertengahan yang dikenal rajin melakukan hal tersebut. Petualang tenar asal Marokko, Ibnu Bathuthah, misalnya, mencatat pengalamannya ke berbagai belahan dunia. Jika Bondan Winarno menulis Jalan Sutra yang berisi pengalaman dan tips perjalanan yang dipublikasikan di Kompas Cyber Media dan Suara Pembaruan edisi Minggu, maka catatan pengembaraan Ibnu Bathuthah berjudul //Kanz Al Ulum// memiliki isi yang lebih lengkap. Ia tak cuma menuturkan pengalaman perjalanan, melainkan juga realitas peristiwa dan konteks historisnya.

Catatan Ibnu Bathuthah -- terutama pada bagian yang bercerita tentang Wali Songo di Jawa -- telah disadur dan diterjemahkan oleh Kiai Dahlan Abdul Qohhar. Sayang, naskah terjemahan itu tak terdokumentasikan dengan baik.

Adakalanya, berbagai kisah yang ditulis para ulama abad pertengahan itu dikembangkan dari hikayat tutur warisan leluhur lalu dikaitkan dengan fenomenologi. Ini misalnya dilakukan oleh Jalaluddin As Suyuthi dalam kitabnya Bada'i Azh Zhuhur wa Waqa'i Ad Duhur yang mengupas berbagai fenomena alam dan peristiwa sejarah. Di kalangan kiai dan santri, kendati kitab tersebut tak dijejali dengan penjelasan teoritik dan bukti empirik yang detil, tetapi isinya dianggap mirip dengan A Brief History of Time, karya best seller fisikawan kondang asal Inggris yang juga penemu black hole, Stephen Hawking.

Tentu saja tak boleh dilewatkan karya sastra berupa tembang yang juga banyak ditulis para kiai. Siapa yang tak kenal dengan syair Tombo Ati yang amat populer itu. Begitu populernya karya anonim ini sehingga nyaris jadi bacaan wajib di surau-surau di pedalaman Jawa. Belum lagi Ilir-Ilir gubahan Sunan Kalijogo yang tak kalah kesohor. Belakangan, para kiai yang biasa berceramah menyusun sendiri syair atau tembang Jawa yang dirangkaikan bacaan shalawat dan digunakan sebagai selingan dalam pengajian.

Yang agak langka dalam khazanah sastra kiai ialah karya fiksi. Boleh jadi ini karena karya fiksi kurang mendapat perhatian dalam sastra Arab klasik. Dalam tradisi sastra Arab klasik tulisan fiksi dianggap kurang bergengsi dibanding puisi. Karena itu, jangankan novel, cerita pendek pun agak susah dijumpai. Paling-paling yang bisa ditemukan adalah Alf Lailah wa Lailah alias Seribu Satu Malam dan cerita fabel semacam hikayat Kalilah dan Daminah.

Memang ada juga sastrawan Arab yang menulis fiksi dan hidup sezaman dengan para kiai itu, antara lain George Zaidan yang menerbitkan roman tentang tragedi Karbala. Tapi karena Zaidan nonmuslim dan roman yang disebut terakhir kental dengan nuansa Syiah, maka fiksi ini nyaris luput dari perhatian para kiai yang seluruhnya Sunni. Fiksi-fiksi bermutu karya peraih Nobel sastra asal Mesir, Naguib Mahfoud, belum sempat menembus kalangan pesantren sehingga tidak cukup mendapatkan apresiasi. Apalagi, Naguib hidup di zaman yang lebih akhir ketimbang para kiai sepuh tadi.

Kendati demikian, bukan berarti tak ada yang pantas disebut seperti Buya Hamka. Karya-karya mantan Ketua Umum MUI ini, seperti Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Di Dalam Lembah Kehidupan, menorehkan catatan tersendiri di dunia sastra. Di tahun 50-an Hamka menerjemahkan tulisan Kiai Hasyim Asy'ari bertajuk Al Mawaizh (nasihat keagamaan) yang dipublikasikan di majalah Panji Masyarakat yang diasuhnya. Hamka memandang penting nasihat tersebut karena dinilai bisa meredam konflik ideologis yang muncul akibat pertentangan politik antar sesama umat Islam di masa itu.

Entah kenapa, nyaris tak ada kiai atau santri yang tertarik menuangkan kehidupannya dalam karya fiksi. Bahkan sastrawan kaum sarungan semisal Fudoli Zaini atau Ahmad Tohari, lebih suka mengeksplorasi dunia di luar pesantren. Padahal, banyak pihak di luar pesantren yang tertarik. Misalnya, Jujur Prananto beberapa waktu lalu sempat menulis draft skenario film yang rencananya akan diangkat ke layar lebar oleh Garin Nugroho dengan judul Izinkan Aku Menciummu, Sekali Saja.

Draft tersebut diserahkan pada saya untuk disupervisi agar filmnya nanti tidak terlalu berbenturan dengan realitas, kultur dan tata nilai yang ada di pesantren. Maklum, film yang direncanakan membidik tradisi poligami oleh kiai yang di kawasan tertentu tidak dianggap merugikan perempuan tetapi malah dianggap sebagai berkah.
Garin rupanya terobsesi untuk menampilkan kiai dengan wajah lain yang lebih manusiawi dan realistik, tidak seperti kiai di film atau sinetron misteri yang biasanya dimunculkan untuk mengusir setan atau dedemit. Sayang, film itu tidak jadi dibuat lantaran Garin disibukkan menggarap film dan berkampanye tentang bahaya seks bebas dan AIDS.

Dari paparan panjang di atas, terbaca jelas bahwa para kiai terdahulu tak cuma agamawan, melainkan juga sastrawan dan budayawan, karena seperti dikatakan Eric Wolf, peran kiai adalah cultural broker alias makelar budaya yang menjembatani perubahan akibat pengaruh luar terhadap dunia pesantren dan komunitas muslim tradisional yang relatif tertutup.

Selain lewat pendidikan ala pesantren, peran itu mereka implementasikan melalui proses kreatif di jalur budaya. Peran itulah yang amat diinginkan Gus Dur untuk para kiai generasi selanjutnya. Bahkan ia sudah mencoba merintis jalan ke sana. Sebagai budayawan sekaligus peminat sastra, ia merindukan para kiai yang memiliki apresiasi budaya serta mampu melahirkan karya sastra bermutu seperti para kiai di masa lalu.

Tapi, mengembalikan kepedulian para kiai ke dunia budaya dan sastra tak mudah. Apalagi, beberapa tahun belakangan, terlalu banyak aktivitas di luar yang mereka geluti, terutama di kancah politik. Sebagian besar potensi dan energi terkuras di medan perebutan kekuasaan itu. Proses kreatif yang dulu mampu melahirkan karya-karya sastra monumental tak ada lagi, sehingga perkembangan sastra kiai praktis mandek.

Kenyataan di atas memunculkan ironi, kerja budaya yang dirintis Gus Dur serta diikuti oleh banyak kiai dan santri, akhirnya berantakan. Lebih-lebih ketika Gus Dur naik ke kursi presiden dan mereka ikut mereguk madu kekuasaan. Banyak kiai yang beralih dari cultural broker menjadi political broker alias makelar politik yang ujung-ujungnya duit. Padahal, kekuasaan dan uang seringkali melenyapkan akal budi, menumpulkan hati nurani dan pada gilirannya menghentikan proses kreatif.

Mungkin para kiai kini sudah lupa, atau boleh jadi memang tak tahu akan ungkapan yang begitu populer dari mantan Presiden AS, John F Kennedy, "jika politik mengotori, maka sastra mencucinya."
Itu merupakan kenyataan pahit yang sungguh patut disesali.

Penulis adalah cerpenis, pekerja budaya dan pengasuh Pesantren Al Masruriah Tebuireng Jombang.

Sumber: http://202.155.15.208/koran_detail.asp?id=84980&kat_id=102&kat_id1=&kat_id2=

22 February 2008

[flash fiction] Dialog Jiwa (Sebuah Perjalanan Cinta)

“Cinta, engkau mau kemana?”

“Apakah engkau tega meninggalkan ku sendirian menapaki jalan ini?”

 

“Aku sakit”

“Aku rasa, aku butuh istirahat sejenak”

 

Ia menduduki batu besar di samping jalan setapak yang kami lewati bersama. Pohon-pohon mahoni besar yang sedang berguguran dahan-dahannya dan sinar lembut mentari sore membuat jalanan rata ini serasa berada dalam lukisan dengan corak impresionis.

 

“Kakiku terantuk batu, dan ada duri yang tadi menancap disana. Lihatlah, darahnya saja masih bisa terlihat sedikit mengalir kan?”, ia menghela nafas dalam. Wajahnya yang putih terlihat letih.

 

“Hmmm”, aku mendekatinya, pelan. “Tapi, kau tahu kan, kita tidak boleh berhenti dalam menapaki jalan ini?”. Ia mengangguk lemah.

 

“Baiklah, akan ku tunggu engkau di persimpangan di depan sana. Susul aku jika engkau sudah merasa lebih baik ya?”, aku tersenyum sembari membelai rambutnya yang lembut. Ia menatapku. Aku kehilangan sinar matanya.

 

“Aku percaya kita bisa melalui jalan ini”, ku kecup dahinya pelan, berharap semangat yang sama kan mengalir di dirinya.

 

Ku langkahkan kaki. Aku mempercayainya. Aku belum pernah dikecewakannya. Dan ia tidak akan mungkin mengecewakanku. Batiku bergumam.

 

Jalan menanjak dan menurun terlalui. Bisikan suara terdengar pelan dan samar di telingaku. Ia tidak akan menyusulmu. Kau akan berjalan sendiri.

 

Di depan mata, terlihat persimpangan jalan. Aku mempercayainya.

Aku berjalan terus tanpa menoleh.

 

“Iman, tunggu aku”, suara itu terdengar sedikit berteriak. Aku tetap melangkah pelan, masih tanpa menoleh, namun kali ini dengan senyuman gembira yang tersirat di wajah. Terdengar langkah kaki kecil, riang, dan melonjak-lonjak dibelakang.

 

---

Jakarta, 22 Februari 2008

“Cinta dan Iman, sungguh perpaduan yang sempurna” ^_^

20 February 2008

Ini Bukan Duniaku

Berjalan...
Ku melihat sekeliling
Kumerenung
Sepertinya aku tidak seharusnya disini
Ini bukan duniaku...

Teringat..
“Mukmin yang bergaul ditengah-tengah masyarakat dan bersabar atas gangguan mereka lebih baik daripada mukmin yang tidak bergaul dan tidak bersabar dengan gangguan orang” (HR. Ahmad, dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari)

Siapa yang kan mengingatkan mereka?
Yang kan menyadarkan kalau dunia yang mereka nikmati akan musnah?
Yang kan membangunkan kesadaran, bahwa sewaktu-waktu maut dapat menjemput mereka?
Yang kan menampar kesadaran mereka kalau mereka kan dimintai pertanggungjawaban?
Yang membawakan akhirat, syurga dan neraka pada mereka..?

Fiuh...

Namun...
Apa yang bisa kulakukan?
Apa yang telah kulakukan?
Apa yang malah kulakukan?
Apa yang malah telah kulakukan?

Ya Allah...
Selamatkan hamba
Dari do'a yang hamba tidak tahu hakikatnya
Dari keburukan yang indah bungkusnya
Dari dunia dan segala muslihatnya
Dari cinta yang menipu dan dari hati yang terperdaya

Ya Allah...
Hantarkan hamba ketempat terbaik
Di akhiratmu...
Dan di dunia ini...

Sungguh hamba bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau
Engkau maha lembut dan mendengar sgala doa
Dan sungguh Engkau maha penyayang terhadap hamba-hambaMu yang beriman

Astagfirullah...

Astagfirullah hal adziim, Astagfirullah hal adziim, Astagfirullah hal adziim...

Astagfirullahal lazi la ila ha ill huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih

Aku mohon kepada Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang Hidup dan selalu Jaga; dan aku bertaubat padaMu.

18 February 2008

E-Book Ikhwanul Muslimin: Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan

Ikhwanul Muslimin, bukanlah nama asing di belantara pergerakan Islam modern. Kiprah dan peran yang dilakukan da'wah Ikhwanul Muslimin, sebagai salah satu pelopor gerakan Islam yang muncul tahun 1327 H/ 1928 M di Mesir, diakui telah memberi warna perubahan yang cukup besar dalam menumbuhkan dan membina semangat perjuangan menegakkan syari'at Islam dalam kehidupan nyata. Tak keliru bila sejumlah tokoh da'wah Islam menyebutkan organisasi da'wah yang dibangun Ikhwanul Muslimin mewakili organisasi yang paling besar dewasa ini.

Dengan mengadopsi da'wah salafiyyah sebagai salah satu prinsip gerakan da'wahnya, Ikhwanul Muslimin menekankan pada pentingnya penelitian dan pembahasan terhadap dalil, serta urgensi kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah secara murni dan konsekuen. Membersihkan dari segala bentuk kemusyrikan untuk mencapai kesempurnaan tauhid. Ikhwan juga mengambil nilai positif dari tasawwuf sebagai sarana pendidikan dan peningkatan jiwa, tanpa penyimpangan aqidah, jauh dari segala bentuk bid'ah, khurafat, menghina diri dan sifat negatif.

Hasan al-Banna, sang pemimpin pertamanya, telah merangkum pemahaman tersebut dalam da'wah Ikhwan. Ditambah dengan konsepsi-konsepsi yang sesuai dengan kebutuhan zaman dan kondisi. Sehingga da'wah Ikhwan mampu menghadapi berbagai arus yang melanda Mesir dan dunia Islam pada umumnya. Namun demikian, ide-ide dan pemikiran tentang Ikhwanul Muslimin ini tak luput dari pemahaman yang negatif yang muncul dari sementara kalangan. Bahkan tidak jarang muncul tuduhan-tuduhan yang sesungguhnya sangat jauh dari kenyataan. Sementara kalangan menempelkan ide pemikiran ghuluw (ekstrimisme), irhabiyah (terorisme), bid'ah, bahkan syirk, dengan gerakan Ikhwan, pendiri dan sejumlah tokohnya.

Tulisan Syaikh Jasim Muhalhil ini merupakan salah satu alternatif bagi siapa saja, untuk mengetahui lebih utuh dan lebih dekat dengan ashalah (orisinalitas) pemikiran Syaikh Hasan al-Banna – rahimahuLlah - dan gerakan da'wah Ikhwanul Muslimin.

Dalam buku ini, sebelum dikupas berbagai anggapan atau tuduhan sementara pihak terhadap Ikhwanul Muslimin, penulis lebih dulu mendeskripsikan secara komprehensif berbagai prinsip dan karakteristik pemikiran yang melandasi da'wah Ikhwan. Dengan demikian, kemunculan berbagai persepsi negatif dari sementara pihak yang terutama sekali dilatarbelakangi oleh kekurangan memahami ide dan pemikiran da'wah Ikhwan secara utuh dan orisinil dapat diluruskan.


***

Akhi da'iyah,
Jangan jadikan hatimu mudah dihanyutkan syubuhat,
seperti bunga karang di tepi laut yang kian ternoda manakala diterpa gelombang air.
Jadilah bak cermin yang tetap kokoh.
Berbagai isu dan tuduhan hanya lewat di hadapannya,
dan tidak menetap padanya.
Cermin menolak semua itu dengan kekokohannya.
Bila tidak demikian,
bila hatimu menghirup semua syubhat yang melewatinya,
niscaya ia akan menjadi sarang segala tuduhan dan isu yang tak jelas.

Ketahuilah, di antara kaidah syari'at dan hikmah menyebutkan,
bahwa siapa yang banyak dan besar kebaikannya,
dan telah menanam pengaruh nyata di dalam Islam,
mungkin saja melakukan kekeliruan yang bisa jadi tidak dilakukan orang selainnya.
Orang seperti itu dapat dimaafkan.
Maaf yang tidak diberikan pada selainnya.
Sesungguhnya kema'shiatan itu adalah kotoran,
dan air bila mencapai dua kulah,
tidak membawa kekotoran.

(Nasihat Ibnu Taimiyah kepada muridnya, Ibnul Qayyim)



***

Judul asli buku ini adalah Ikhwanul Muslimin: Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan oleh Syaikh Jasim Muhalhil. Ijab qabul eBook ini adalah peminjaman buku, sehingga ikhwah sekalian hanya bisa membaca buku ini, tapi tidak bisa merubah, copy-paste dan printing. PDF filenya telah diproteksi sedemikian rupa. Silahkan ikhwah sekalian membeli buku aslinya. Dan untuk sementara, silahkan akses eBook: Ikhwanul Muslimin: Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan. Besar filenya adalah sekitar 389 kbytes.

Sumber: http://www.pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=53&mode=thread&order=0&thold=0

Ebook ini juga terlampir di postingan blogs ini (Judul: Ikhwanul Muslimin, Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan.pdf). Semoga bermanfaat

E-Book Poligami Versi 2.0

Sumber: http://www.hdn.or.id/index.php/perjalanan/2006/e_book_poligami_versi_2_0

E-Book Poligami Versi 2.0

Alhamdulillah, ketika pertama kali e-book Poligami saya susun dan saya sebarkan di internet, cukup banyak respon yang masuk ke saya, baik via email, instant message, situs pribadi, dan sebagainya.

Selanjutnya, untuk menanggapi berbagai masukan dan saran dalam respon-respon tersebut, kini saya susun kembali e-book Poligami versi ke-2.0. Versi ke-2.0 ini adalah penyempurnaan dari e-book sebelumnya. Kini naskahnya lebih lengkap dari versi awal, dan naskah-naskah dalam versi ke-2.0 ini saya klasifikasikan menjadi beberapa kategori, antara lain:

  1. Landasan Teori
  2. Kisah, Wawancara, dan Realitas
  3. Konsultasi
  4. Opini

E-Book Poligami versi 2.0 bisa didownload dari:

http://www.hdn.or.id/files

NB:

  • situs terletak di IIX Server, jadi mohon maklum jika lambat diakses dari (proxy) luar negeri
  • best viewed with Firefox internet browser

Disclaimer:

  • Penyusunan e-book tentang Poligami ini, bukan berarti saya akan langsung melakukan poligami. 
  • Saya akan berpikir "seribu kali" jika ingin melaksanakan poligami.
  • Dan saya menyatakan salut kepada yang telah melaksanakan poligami dengan baik dan benar, karena hal itu menunjukkan bahwa mereka yang melaksanakan poligami memiliki kesanggupan yang lebih daripada saya.
  • Saya dengan e-book ini hanya ingin menempatkan poligami pada proporsi yang sebenarnya, yaitu bahwa: 1) poligami adalah sesuatu yang boleh dan halal dengan syarat-syarat tertentu. 2) jangan sampai kita mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah SWT, apalagi kalau "pengharaman yang halal" itu sampai dilegalkan dalam bentuk perundang-undangan di muka bumi ini. Belum cukupkah peringatan Allah kepada kita dengan berbagai bencana yang menimpa negeri ini? Oleh karena itu jangan sampai kita sombong di hadapan Allah SWT dengan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah SWT.
     

Berikut ini sekelumit daftar isi dari e-book tersebut:

LANDASAN TEORI

  • Poligami (Oleh DR. Yusuf Qardhawi)
  • POLIGAMI (Oleh DR. Yusuf Qardhawi)
  • Menerjemahkan Legalitas Poligami dalam Kehidupan Bermasyarakat
  • PERNIKAHAN (Oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.)
  • Sehari di Kediaman Rasulullaahi Shalallaahu alaihi wasalam
  • Seputar Ta'addud (poligami) : merelakan giliran kepada madu
  • Masalah Kelebihan Wanita (Oleh Ahmeed Deedat)

KISAH, WAWANCARA, DAN REALITAS

  • "I am a Second Wife"
  • Dr. Gina Puspita : "Anak Saya Senang Memiliki Ibu yang Banyak"
  • Mengapa Kami Memilih Islam (Navis B. Jolly (Inggris))
  • Mengapa Saya Masuk Agama Islam (Zulkarnain / Eddy Crayn Hendrik)

KONSULTASI

  • Istri Minta Cerai Jika Poligami
  • Poligami Sunnah Kah?
  • Poligami...again
  • Suami Mau Poligami, Bolehkah Minta Cerai ?
  • Aqiqah Dan Ijin Poligami
  • Poligami Utk Menyalurkan Nafsu Birahi
  • Izin Istri Dalam Hal Poligami
  • Poligami Award
  • Poligami Betulkah Sunnah Rosul ?
  • Hadist Tentang Poligami
  • Poligami Tapi Istri Terdahulu Tidak Mengetahui
  • Poligami (Legalitas)
  • Poligami harus meminta izin istri pertama?
  • Diskusi Dengan Non Muslim Mengenai Perceraian Dan Poligami Dalam Islam
  • Menikah Kedua, Haruskah Seizin Istri?
  • Poligami dalam Pandangan Syariah
  • Bagaimana Merelakan Suami Berpoligami?
  • Mengapa Rasulullah Melarang Puterinya Dipoligami?
  • Hukum Asalnya Adalah Poligami
  • Tafsir Ayat Poligami
  • Seputar Poligami (1)
  • Seputar Poligami (2)
  • Seputar Nasyid dan Poligami
  • Seputar Poligami (3)
  • Seputar Poligami (4)
  • Seputar Poligami (5)
  • Seputar Poligami (6)
  • Seputar Poligami (7)
  • Hikmah dan Rahasia Poligami Rasulullah SAW
  • Isu Poligami Yang Sering Diteriakkan Orientalis dan Misionaris
  • Ingin Menjalani Poligami Tapi Ibu Tidak Merestui

OPINI

  • Potret (Keliru) Poligami
  • Ketika Poligami Dicemooh
  • Poligami Bukan Prioritas Permasalahan Bangsa
  • Poligami VS Perzinahan
  • ANTARA POLIGAMI DAN VIDEO PORNO
  • Kaum Sekuler Mengharamkan Poligami Mendukung Perzinahan
  • Poligami Mengangkat Martabat Wanita
  • Surat Cinta Untuk Ibu- ibu Perindu Surga...
  • Ngomong-ngomong soal Poligami

Demikianlah, semoga e-book ini bermanfaat. Jazakumullah khair atas segala masukan dan saran. Semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya balasan.

Sumber: http://www.hdn.or.id/index.php/perjalanan/2006/e_book_poligami_versi_2_0

File E-booknya sudah terlampir di postingan ini (judul: POLIGAI versi 2.0; tipe file: pdf). Semoga bermanfaat. Enjoy

17 February 2008

Ibu (dan Ayah) vs Wanita Lain (Calon Istri)

Oleh: Syamsul Arifin*

Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).

---

Dulu, seorang pernah sahabat bertutur bahwa dia pernah membawa/bercerita mengenai calon istrinya kepada ibunya, namun ibunya kurang begitu menyetujuinya. Lalu kemudian ia mengikuti pilihan ibunya, sehingga akhirnya tidak jadi menikah dengannya.

Ketika itu, saya berpendapat bahwa ia memang belum layak tuk menikah. Karena ia masih belum dewasa, masih berada dalam bayang-bayang orang tuanya, masih berdiri diatas kaki ibunya, masih belum dianggap sebagai seorang pria dewasa yang sudah mampu tuk menelurkan sebuah keputusan besar.

Namun, semakin lama, aku merenungi bahwa mungkin pilihannya tersebut adalah pilihan yang terbaik.

Kita memang diperintahkan Allah swt agar berbuat baik dan mentaati kedua orang tua kita dalam perkara-perkara yang baik, kecuali dalam kemaksiatan.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman: 14-15)

Sebuah kisah yang sarat hikmah mengenai bakti dan kepatuhan seorang insan kepada ibu tergambar dengan indah dalam hadits marfu riwayat Abu Hurairah ra berikut:

Seorang yang bernama Juraij sedang shalat di sebuah tempat peribadatan, lalu datanglah ibunya memanggil. (Kata Humaid: Abu Rafi' pernah menerangkan kepadaku bagaimana Abu Hurairah ra menirukan gaya ibu Juraij memanggil anaknya itu, sebagaimana yang dia dapatkan dari Rasulullah saw yaitu dengan meletakkan tapak tangan di atas alis matanya dan mengangkat kepala ke arah Juraij untuk menyapa). Lalu ibunya berkata: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah kepadaku! Kebetulan perempuan itu mendapati anaknya sedang melaksanakan salat. Saat itu Juraij berkata kepada diri sendiri ditengah keraguan: Ya Tuhan! Ibuku ataukah salatku. Kemudian Juraij memilih meneruskan salatnya. Maka pulanglah perempuan tersebut. Tidak berapa lama perempuan itu kembali lagi untuk yang kedua kali. ia memanggil: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kembali Juraij bertanya kepada dirinya sendiri: ya Tuhan! Ibuku atau salatku. Lagi-lagi dia lebih memilih meneruskan salatnya. Karena kecewa, akhirnya perempuan itu berkata: Ya Tuhan! Sesungguhnya Juraij ini adalah anakku, aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata dia enggan menjawabku, Ya Tuhan! Janganlah engkau mematikan dia sebelum Engkau perlihatkan kepadanya perempuan-perempuan pelacur. Dia berkata: Seandainya wanita itu memohon bencana fitnah atas diri Juraij niscaya ia akan mendapat fitnah. Suatu hari seorang penggembala kambing berteduh di tempat peribadatan Juraij. Tiba-tiba muncullah seorang perempuan dari sebuah desa kemudian berzinalah penggembala kambing itu dengannnya, sehingga hamil dan melahirkan seorang anak lelaki. Ketika ditanya oleh orang-orang: Anak dari siapakah ini? perempuan itu menjawab: Anak penghuni tempat peribadatan ini. Orang-orang lalu berbondong-bondong mendatangi Juraij. Mereka membawa kapak dan linggis. Mereka berteriak-teriak memanggil Juraij dan kebetulan mereka menemukan Juraij di tengah salat. Tentu saja Juraij tidak menjawab panggilan mereka. Akhirnya mulailah mereka merobohkan tempat ibadahnya. Melihat hal itu Juraij keluar menemui mereka. Mereka bertanya kepada Juraij: Tanyakan kepada perempuan ini! Juraij tersenyum kemudia mengusap kepala anak tersebut dan bertanya: Siapakah bapakmu? Anak itu tiba-tiba menjawab: Bapakku adalah si penggembala kambing. Mendengar jawaban anak bayi tersebut, mereka segera berkata: Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu yang telah kami robohkan ini dengan emas dan perak. Juraij berkata: Tidak usah. Buatlah seperti semula dari tanah. Kemudian Juraij meninggalkannya (HR. Bukhari-Muslim)

Sebuah kisah yang saya kira perlu sama-sama kita renungi secara mendalam. Bagaimana akhirnya Allah swt memberikan cobaan kepada salah satu hambanya yang shalih karena doa dan kekecewaan seorang ibu kepada anaknya yang sedang beribadah kepadaNya.

Bakti seorang anak juga bernilai sangat luar biasa dihadapan Allah swt. Perhatikan bagaimana berbakti kepada kedua orangtua lebih diutamakan dari pada amalan yang paling mulia, yaitu jihad.

Seorang datang kepada Nabi Saw. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi Saw bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?" Orang itu menjawab, "Masih." Lalu Nabi Saw bersabda, "Untuk kepentingan mereka lah kamu berjihad." (Mutafaq'alaih)

Penjelasan: Nabi Saw melarangnya ikut berperang karena dia lebih diperlukan kedua orang tuanya untuk mengurusi mereka.

Di buku Riyaduh Shalihin, Imam Nawawi bercerita mengenai keutamaan seorang pemuda bernama Uwais bin 'Amir dari Yaman, yang bahkan sahabat sekaliber Umar bin Khattab meminta agar didoakan pengampunan olehnya karena beliau pernah mendengar dari Rasulullah saw bersabda:

"Akan datang padamu semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit upak lalu sembuh dari Penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar wang dirham. Ia juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya itu - dengan sebab amat berbaktinya terhadap ibunya itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan - kepada Allah - untukmu, maka lakukanlah itu!" (HR Muslim)

Sesungguhnya, setiap kita adalah pasti seorang anak. Dan semoga kita semua bisa menjadi anak yang diridhai Allah disebabkan perantara ridha orang tua kita.

Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)

Perkenankanlah saya menutup artikel ini dengan mengangkat sebuah hadits berikut:

Dari Jabir Ra meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor. Dia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku ...." "Pergilah kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau. Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh teliganya. Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk keperluan saya sendiri?" Rasulullah bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..." Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan kepadanya kata-kata ini: 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita. Lalu airmataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang..., kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu ..., seakanakan kesejukann bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.' Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan Al-Ausath).

Wallahu ‘alam

Semoga Allah bisa menjadikan kita seorang muslim sejati, seorang muslim paripurna yang bisa berbakti kepada ibu dan ayahanda kita. Ya Allah, berilah kami hidayah dan kekuatan tuk tetap teguh menapaki jalanMu… (amin)

 

---

Jakarta, 17 Februari 2008

*Seorang anak yang sedang mempelajari Islam dan sedang belajar berbakti…

14 February 2008

Kekerasan di Tempat Kerja

Apakah anda pemarah, pernah memukul, meludahi, mengancam, mengintimidasi, meneriaki, melecehkan (secara seksual maupun suku/asal (rasis)) ataupun mengasingkan bawahan maupun rekan kerja? Jika ya, maka berhati-hatilah, karena anda telah melakukan kekerasan di tempat kerja.

 

 Saat ini, kekerasan di tempat kerja dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang membutuhkan perhatian serius bagi para pemberi kerja, pembuat kebijakan/peraturan, dan masyarakat.

Di beberapa media massa sering kita dengar berita mengenai pembunuhan di tempat kerja, namun hal itu merupakan bagian kecil dari kecelakaan akibat kekerasan di tempat kerja. Penyerangan, kekerasan domestik (dalam rumah tangga), ancaman, pelecehan (termasuk pelecehan seksual), dan tekanan fisik maupun emosi, merupakan kekerasan di tempat kerja yang sering tidak dilaporkan kepada perusahaan.

Survei kekerasan nasional, Departemen Keadilan Amerika Serikat menyatakan bahwa terjadi kekerasan di tempat kerja sebanyak 1.7 juta selama tahun 1993-1999, dan 95% diantaranya merupakan kekerasan yang sederhana namun sangat mengganggu.

Survei Uni Eropa terhadap 15,800 pewawancara di 15 negara menunjukan bahwa 4% (6 juta) pekerja mengalami kekerasan fisik, 2% (3 juta) mengalami pelecehan seksual, dan 8% (12 juta) merasa terintimidasi dan dimarahi.

Di Inggris, survei kekerasan yang dilakukan oleh konsorsium pengecer Inggris pada tahun 1995 menemukan bahwa lebih dari 11,000 pekerja merupakan korban dari kekerasan fisik, dan 350,000 pekerja mengalami ancaman dan kekerasan verbal selama tahun 1994-1995.

Kekerasan di tempat kerja sangatlah bervariasi, mulai dari tindakan yang menyinggung atau ucapan yang mengancam sampai pembunuhan. NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health – Lembaga Nasional Kesehatan dan Keselamtan Kerja Amerika Serikat) mendefinisikan kekerasan di tempat kerja sebagai tindak kekerasan (termasuk ancaman dan kekerasan fisik) yang ditujukan kepada seseorang yang sedang bekerja atau sedang bertugas.

Berikut merupakan variasi dari perilaku kekerasan ditempat kerja: pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, membuat luka, serangan fisik,  menendang, menggigit, memukul, meludahi, mencakar, meremas, mencubit, pelecehan (termasuk seksual dan merendahkan asal/suku), pemarah, intimidasi, ancaman, pengasingan dari pergaulan, meninggalkan pesan yang menyinggung, postur yang mengancam, gerakan yang kasar, mengganggu dengan alat kerja, sikap yang bermusuhan, sumpah serapah, teriakan, memanggil dengan sebutan nama yang buruk, sindiran, dan mendiamkan dengan sengaja.

Kekerasan di tempat kerja dapat digolongkan menjadi beberapa kategori:

Tipe 1, kekerasan yang dilakukan oleh penjahat yang tidak memiliki hubungan dengan tempat kerja, yang bertujuan untuk melakukan perampokan ataupun kejahatan lainnya.

Tipe 2, kekerasan pada pekerja oleh pelanggan, klien, pasien, murid, ataupun oleh orang yang diberikan jasanya oleh perusahaan.

Tipe 3, kekerasan yang dilakukan oleh sesama pekerja, supervisor, atau manajer yang masih bekerja ataupun mantan pekerja.

Tipe 4, kekerasan yang dilakukan di tempat kerja oleh orang yang tidak bekerja di sana, namun mempunyai hubungan dengan pemberi kerja, seperti kerabat dan teman yang suka menyiksa.

 

Pencegahan dari bahaya ini memerlukan 2 tingkatan. Tingkat pertama, bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan atau setidaknya mengurangi. Tingkat kedua, jika tindak kekerasan sudah terjadi, yaitu dukungan yang dibutuhkan oleh orang yang mengalami kekerasan, dukungan ini untuk meminimalisir efek yang berbahaya dan mencegah timbulnya rasa bersalah dari si korban setelah kejadian sehingga dapat mencegahnya membuat laporan/keluhan.

Komponen dari program pencegahan kekerasan di tempat kerja bisa mencakup hal-hal berikut:

·                 Pernyataan kebijakan perusahaan mengenai kekerasan dan ancaman, seperti peraturan mengenai penggunaan obat-obatan, alkohol, dan segala bentuk penghinaan.

Tindakan pencegahan juga dapat dilakukan saat melakukan rekruitmen, dengan mengidentifikasi dan menyaring orang-orang yang berpotensi melakukan tindak kekerasan.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat peraturan yang melarang penggunaan Napza/obat-obatan terlarang dan alkohol selama berada di tempat kerja.

·                 Survei keamanan dan jajak pendapat

Identifikasi semua situasi/kondisi yang bermasalah dan faktor resiko para pekerja dapat dilakukan untuk mengantisipasi kekerasan di tempat kerja yang mungkin muncul.

Survei keamanan di tempat kerja dan penempatan supervisor keamanan yang dapat mengendalikan keadaan konfrontatif agar tidak berkembang menjadi kekerasan juga dapat dilakukan.

·                 Prosedur penanganan terhadap ancaman dan tindakan yang mengancam.

Dalam banyak kesempatan, tindak kekerasan sering didahului dengan adanya ancaman. Ancaman bisa dilakukan secara terbuka/langsung atau tersembunyi/tidak langsung, dikatakan/verbal atau tidak dikatakan/non verbal (tindakan), jelas maupun samar.

Dalam bentuk lain, bisa dilakukan pengamatan perilaku yang bisa mengarah kepada tindak kekerasan. Hal ini bisa dilakukan oleh rekan kerja tanpa memberitahu subjek yang diamatinya.

Menangani ancaman atau perilaku yang mengancam - mendeteksi, mengevaluasi, dan mencari cara untuk menanganinya -  bisa jadi merupakan satu-satunya kunci terpenting dalam mencegah kekerasan.

·                 Penunjukan dan pelatihan tim respon

Program pencegahan kekerasan di tempat kerja harus menugaskan personil yang secara spesifik bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan anti kekerasan perusahaan, mencakup juga evaluasi ancaman dan manajemen krisis. Tim ini harus mempunyai kewenangan, mendapatkan pelatihan, dan dukungan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka.

·                 Akses terhadap sumber di luar perusahaan, seperti para professional di bidang penilaian ancaman/kekerasan

·                 Pelatihan manajemen dan pekerja

Pelatihan harus bisa mencakup seluruh pekerja baru maupun yang lama, supervisor, dan manajer; dilakukan secara teratur/terjadwal; dan menjabarkan mengenai topik-topik berikut:

-          Kebijakan perusahaan mengenai pencegahan kekerasan di tempat kerja

-          Faktor resiko yang bisa menyebabkan peningkatan ancaman ataupun kekerasan

-          Peringatan dini mengenai tanda-tanda masalah perilaku

-          Cara-cara mencegah atau mencairkan situasi yang tegang atau perilaku yang mengancam

-          Informasi mengenai perbedaan kebudayaan untuk lebih sensitif terhadap perbedaan rasial

-          Rencana aksi standar untuk situasi yang penuh kekerasan, termasuk ketersediaan bantuan, respon terhadap sistem alarm, dan prosedur komunikasi

-          Lokasi dan sistem operasi peralatan keselamatan seperti sistem alarm, juga mengenai jadwal perawatannya dan prosedur pengoperasiannya

-          Cara untuk melindungi diri sendiri dan rekan kerja, termasuk penggunaan sistem berpasang-pasangan (Buddy system)

-          Kebijakan dan prosedur pelaporan dan pencatatan

-          Kebijakan dan prosedur perawatan medis, konsultasi, dan  kompensasi atau bantuan hukum setelah kecelakaan akibat kekerasan

·                 Pengukuran respon krisis

-          Penerapan sistem pelaporan yang seragam terhadap bentuk penghinaan, kemarahan, ancaman dan perilaku yang tidak pantas, serta tinjauan ulang terhadap laporan tersebut

-          Pengukuran frekuensi dan tingkat keparahan kekerasan di tempat kerja agar dapat diketahui apakah program pencegahan kekerasan ini menghasilkan efek

-          Analisa trend/kecenderungan dan rata-rata angka kecelakaan akibat kekerasan, jam kerja yang hilang, dll

-          Survei terhadap pekerja sebelum dan sesudah bekerja atau pergantian shift; atau mengaplikasikan pengukuran keamanan atau sistem baru untuk menentukan efektifitas program

-          Mengikuti strategi-strategi terbaru dalam menangani kekerasan di tempat kerja

·                 Penerapan standar perilaku yang konsisten, termasuk prosedur kedisiplinan yang efektif.

Pendisiplinan karyawan akibat bertindak kasar, mengancam atau tindak kekerasan memiliki 2 tujuan. Untuk orang yang melakukan tindak kekerasan, tindakan pendisiplinan bertujuan untuk mengganjar tindakannya dan mencegahnya supaya tidak berulang. Bagi para pekerja yang lain, hal itu bisa menandakan ketegasan komitmen perusahaan akan penyediaan tempat kerja yang bebas dari ancaman dan kekerasan, serta meningkatkan keyakinan karyawan bahwa keselamatan mereka memang dilindungi dengan tegas namun adil.

Untuk mencapai tujuan ini, hukuman dan tindakan pendisiplinan harus – dan harus bisa dilihat – proporsional, konsisten, beralasan, dan adil. Tindakan pendisiplinan yang sewenang-wenang, sikap pilih kasih, dan tidak menghargai hak dan kehormatan karyawan hanya akan mengakhiri dan merusak dukungan terhadap program pencegahan kekerasan. Ketidaksukaan atas tindakan yang tidak adil hanya akan meningkatkan atau bahkan meyebabkan perilaku yang bermasalah.

 

Referensi:

·         Critical Incident Response Group; Workplace Violence; National Center for the Analysis of Violent Crime FBI Academy, Quantico, Virginia

·         Chappell, Duncan and Vittorio Di Martino; Violence at Work; Asian-Pacific Newsletter on Occupational Health and Safety, volume 6, number1, April 1999

·         National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH); Violence, Occupational Hazards in Hospital

·         Health and Safety Executive; Violence at work, A guide for employers

·         European Agency for Safety and Health at Work; Facts, Violence at work

 

Penulis:
Syamsul Arifin, SKM

Safety Professional

Alumni Departemen K3 FKM UI angkatan 2001

syamsul.arifin@yahoo.com

 

Lampiran: