Oleh Syamsul
Arifin, SKM. MKKK.
Minyak dan gas bumi (migas) bisa menghasilkan bermacam
produk bermanfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari bahan bakar pesawat,
mobil, truk; bahan bakar kompor gas; sampai produk turunan petrokimia berupa plastik dan
obat-obatan.
Meskipun produk migas telah membuat hidup menjadi lebih
mudah; menemukan, memproduksi, mengolah, dan transportasi minyak mentah menjadi
produk jadi telah terbukti memiliki ancaman yang serius bagi lingkungan.
Tumpahan minyak, polusi perairan, kerusakan daratan,
pelepasan gas berbahaya, ledakan dan kebakaran telah mewarnai industri migas di
beberapa tempat.
Untungnya, perkembangan teknologi, pengetatan peraturan
keselamatan dan perlindungan lingkungan telah membuat kecelakaan atau kejadian
yang tidak diinginkan dapat terhindar dan semakin menurun frekuensinya.
Di bawah ini adalah beberapa potensi gangguan lingkungan
pada aktifitas migas.
Aktifitas
|
Potensi gangguan Lingkungan
|
Seismik
|
Kebisingan
|
Pengeboran eksporasi
|
Pembebasan lahan/vegetasi, emisi udara dan limbah cair
dari hunian sementara dan operasi pengeboran, gangguan sosial-ekonomi dan
budaya
|
Pengembangan lapangan dan produksi migas
|
Penempatan lahan dalam jangka panjang, peningkatan
volume transportasi kendaraan, meningkatnya kepadatan penduduk sekitar,
perubahan pada habitat lokal, perubahan air permukaan, meningkatnya kebutuhan
suplai air, pengolahan air limbah, kebisingan dan getaran dari peralatan
|
Jika kita mau secara sederhana menganalisis bagaimana
industri migas mengelola dampak lingkungan, dapat dibagi menjadi 3 fase:
pra-operasi, operasi, dan pasca operasi.
Pertama,
pra-operasi.
Ada banyak hal yang harus dipatuhi oleh perusahaan
sebelum melakukan kegiatan fisik di lapangan, baik berupa seismik, pengeboran,
konstruksi fasilitas, produksi, maupun transportasi migas.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK Migas) - institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi- mewajibkan
perusahaan untuk melakukan kajian awal saat akan mengoperasikan sebuah wilayah
kerja melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal (Environmental Baseline
Assessment/EBA). Persyaratan ini tertuang dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor
005 tahun 2018 tentang Pengelolaan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan di Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup juga mewajibkan
perusahaan untuk memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Proses penyusunan AMDAL melibatkan banyak pihak, termasuk
masyarakat, pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan membutuhkan
kajian-kajian yang teknis pada lingkungan termasuk sosial-kemasyarakatan.
AMDAL ini merupakan produk hukum turunan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Kedua, ketika
operasi.
Dalam menjalankan bisnisnya, pengelolaan lingkungan yang
dilakukan oleh Perusahaan migas diawasi ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK).
Mengikuti peraturan yang berlaku dan persyaratan yang
tertuang dalam izin lingkungan untuk operasinya, ada banyak baku mutu dan
aktifitas yang harus dijaga serta dilakukan untuk memastikan limbah atau
buangan yang diproduksi tidak merusak lingkungan.
Beberapa baku mutu tersebut dapat dilihat pada PermenLH
P.68 tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, PermenLH 05 tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah, dan PermenLH 19 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
Pemantauan atau monitoring berkala wajib dilakukan
perusahaan secara rutin pada air terproduksi, emisi udara, kebisingan, dan
pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun). Saat ini, laporan diserahkan
kepada KLHK melalui SIMPEL (Sistem Informasi Pelaporan Elektronik Lingkungan
Hidup).
Sewaktu-waktu, Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) LHK dapat
melakukan inspeksi mendadak dan menyetop operasi jika ditemukan pelanggaran.
Di fase ini juga, Perusahaan wajib mempersiapkan kapasitas
yang mumpuni jika terjadi hal yang tidak diinginkan, semisal tumpahan minyak.
Ada personil tanggap darurat yang terlatih, organisasi tim manajemen terpadu,
latihan yang sistematis, peralatan yang handal guna mendukung respon dan
penanganan kejadian darurat.
Ketiga, Pasca
Operasi.
Perusahaan migas diwajibkan melakukan pemulihan bekas
penambangan (site restoration) jika
sumur migas sudah tidak berproduksi lagi.
Area yang sebelumnya menjadi bagian aktivitas usaha hulu
migas harus dikembalikan ke kondisi semula seperti saat sebelum kegiatan
eksplorasi dimulai. Perusahaan wajib mencadangkan dana ASR (abandonment and site restoration) saat
menyusun rencana pengembangan lapangan (Plan
of Development/POD) untuk keperluan restorasi dan rehabilitasi wilayah
kerja.
SKK Migas mengeluarkan PTK 040-PTK-XI-2010 mengenai Abandonment
and Site Restoration, dan desain teknis cara menyumbat sumur migas secara
selamat dapat ditemukan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 13-6910
tahun 2002 tentang Operasi Pemboran Darat dan Lepas Pantai yang Aman di
Indonesia.
Itulah sebagian kecil gambaran pengelolaan lingkungan di
industri hulu migas. Sebetulnya, di samping itu semua, masih banyak pedoman
teknis internasional/industry code
yang harus diterapkan guna meminimalisir jejak gangguan lingkungan dan
memastikan kesinambungan lingkungan di tempat operasi migas.
Di antaranya yaitu layout fasilitas produksi (facility sitting); standar desain
peralatan dari American Petroleum Institute (API) semisal API Spec 12J
Specification for Oil and Gas Separators, API Std 650 Welded Tanks for Oil
Storage, API Std 2000 Venting Atmospheric and Low-pressure Storage Tanks, API
Std 2350 Overfill Protection for Storage Tanks in Petroleum Facilities dll; sistem
manajemen lingkungan dan dokumen rencana penanganan tumpahan dari International
Organization for Standardization (ISO) 14001:2015 tentang Environmental
Management Systems dan Panduan International Maritime Organization (IMO) untuk Shipboard
Oil Pollution Emergency Plans (SOPEP).
Dengan itu semua, industri migas akan lebih harmonis dengan
lingkungan, minimal footprint
(dampak/gangguan lingkungan), untuk menyediakan energi yang terjangkau bagi
pembangunan bangsa.
Referensi:
Oil Industry
International Exploration and Production Forum (E&P Forum) and the United
Nations Environment Programme Industry and Environment Centre (UNEP IE). Environmental management in oil and gas
exploration and production. 1997. UK
American
Petroleum Institute (API). Guidelines for
Commercial Exploration and Production Waste Management Facilities. 2001. UK
Global oil
and gas industry association for environmental and social issues (IPIECA). Mapping The Oil and Gas Industry to The
Sustainable Development Goals. 2017. UK
U.S. Energy
Information Administration (EIA). Oil and
the environment. 2019. Diakses di: https://www.eia.gov/energyexplained/oil-and-petroleum-products/oil-and-the-environment.php
(5 November 2019)
BUMN.go.id. Peran Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi
terhadap Lingkungan Hidup. 2015. Diakses di: http://bumn.go.id/pertamina/berita/0-Peran-Industri-Hulu-Minyak-dan-Gas-Bumi-terhadap-Lingkungan-Hidup
(5 November 2019)
#pertaminaemployeejournalism
#EnergiUntukMaju
No comments:
Post a Comment