16 April 2016

Hidup itu (Tidak) Adil

Kita harus menerima fakta bahwa memang terkadang, hidup itu tidak adil.

Ada beberapa hal (menurut kita) yang terjadi tidak sesuai dengan peruntukannya. Orang baik masuk penjara, orang jahat berkuasa, kerja bagus dan keras tidak promosi, kerja jelek-culas karir melesat, kejujuran disalahkan, kebohongan dipuji, dan seterusnya.

Beberapa waktu lalu baca bukunya Todd Conklin, Simple Revolutionary Acts, ada bagian berjudul “help people realize that work is not fair”. Menarik.


Jadi ingat juga kisah Imam Ali dan qadhi Syuraih (meskipun ada pendapat bahwa kisah ini bathil dan ada juga bilang kisah ini dhaif),  bisa dibaca ceritanya di: sini. Meskipun Ali adalah orang yang jujur, tapi karena tidak bisa menghadirkan saksi yang memadai di pengadilan, maka hakim (meskipun dia yakin bahwa Ali benar), akhirnya tetap mengalahkan Ali dari gugatannya terhadap seorang Yahudi yang mengambil baju besinya. Ali pun tetap berlalu, bahasa sekarangnya, move-on dari keputusan itu (menerima dan melanjutkan hidup).

Hey, kita ini masih di dunia bung. dimana masih manusia (dengan segala kelebihan dan keterbatasannya) yang memutuskan perkara. Kecuali kita sudah di akhirat nanti, dimana hakimnya adalah Allah ta’ala (maha adil), maka hidup di dunia akan mungkin kita rasa ketidakadilan.

Tapi bukan itu poin utama saya, yang mau saya bahas adalah keadilan bukan hanya bagi diri kita sendiri, tapi keadilan bagi orang lain oleh kita, terutama bagi keluarga terdekat kita.

Kita patut bercermin, sudahkah kita berlaku adil terhadap istri dan anak-anak?

Apakah mereka mendapat perlakuan yang seharusnya mereka dapatkan? Cinta, kasih, perlindungan, perhatian, kecukupan, pengajaran, dan seterusnya.

Setelah menghabiskan sebagian besar waktu di luar rumah. Apakah kita juga memberikan porsi waktu yang adil bagi orang rumah untuk sekedar bercerita -dimana kita menyimak dan memperhatikan cerita mereka-. Bermain bersama. Belajar bersama?

Menjadi seorang yang adil itu tidak mudah. Bahkan ada ancaman bagi orang zalim (tidak adil) dan perintah untuk berusaha tetap adil dalam kondisi apapun juga.

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.  (QS. 4: 135)

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 5: 8)

Yuks, berusaha adil.

Kalau selama ini menuntuk keadilan bagi diri kita. Saatnya kita berikan keadilan pada orang-orang terdekat di sekeliling kita.

Pada istri kita, berikan porsi perhatian, kasih sayang, ucapan yang baik, perilaku yang santun, dan seterusnya.

Pada anak-anak kita, dengan memberikan perhatian penuh (setelah seharian kita tidak perhatikan dia), berikan contoh yang baik, teladan yang baik, dan seterusnya.

Tidak mudah memang. Tapi bukankah kita ini manusia yang harus terus berproses dalam perbaikan...

*sebuah pengingat bagi diri sendiri*


---000---
Syamsul Arifin
Balikpapan, 17 April 2016

No comments:

Post a Comment