16 November 2010

Program Perlindungan Pernafasan

Oleh: Syamsul Arifin, SKM

 

Memberikan masker saja kepada para pekerja tidaklah cukup, harus ada program komprehensif yang mencakup beberapa hal agar perlindungan pernafasan menjadi lebih berdigdaya.

8 April 1998, OSHA (Occupational Safety & Health Administration) menerbitkan 29 CFR 1910.134 dan 29 CFR 1926.103 guna merevisi standar perlindungan pernafasan yang diterbitkannya tahun 1971.

 

Di Amerika Serikat sendiri, diperkirakan ada 5 juta pekerja yang memakai alat perlindungan pernafasan (respirator). Respirator bisa melindungi pekerja dari lingkungan kerja yang minim oksigen, debu, kabut, asap, gas dan uap beracun. Bahaya-bahaya yang bisa menyebabkan kanker, kerusakan paru-paru, penyakit-penyakit lainnya atau bahkan kematian.

OSHA mempersyaratkan agar dibuat program tertulis yang spesifik sesuai dengan area kerja jika perusahaan mewajibkan penggunaan respirator. Program tersebut juga harus diperbaharui jika ada perubahan kondisi lapangan yang mungkin bisa mempengaruhi penggunaan respirator. Dikelola oleh administrator yang telah terlatih dan berpengalaman untuk mengawasi dan mengevaluasi jalannya program. Perusahaan juga diharuskan menyediakan respirator, pelatihan dan evaluasi medis tanpa biaya bagi para pekerja.

 

Sebuah program perlindungan pernafasan haruslah mencakup beberapa hal berikut:

1.      Prosedur pemilihan respirator yang tepat

2.      Evaluasi medis bagi pekerja yang wajib memakai respirator

3.     Prosedur pengujian kerapatan (fit testing) bagi pemakai respirator yang rapat di wajah pengguna (tight-fitting)

4.      Prosedur penggunaan respirator dan tanggap daruratnya

5.     Prosedur dan jadwal perawatan respirator (pembersihan, disinfeksi, penyimpanan, inspeksi, perbaikan, penandaan tidak layak pakai/pembuangan, dll)

6.      Prosedur penjaminan kecukupan kualitas, kuantitas dan aliran udara bagi respirator yang suplai udaranya langsung diambil dari atmosfir

7.     Pelatihan bagi pekerja mengenai penggunaan, keterbatasan, dan perawatan respirator.

8.      Prosedur evaluasi efektifitas program perlindungan pernafasan

 

Prosedur Pemilihan

 

Ada berbagai macam bahaya di tempat kerja yang bisa mengancam, diantaranya yaitu:

·         Debu dan serat: partikel padat yang dihasilkan dari material padatan akibat proses mekanis seperti penghancuran, penggrindaan, pengeboran, pengamplasan/pengelupasan atau peledakan. Contohnya: timbal, silika dan asbestos.

·         Uap padatan (fume): partikel padat yang terbentuk ketika logam menguap dan molekulnya mengembun/kembali menjadi padatan di udara dingin. Contohnya: uap logam pada peleburan atau pengelasan.

·         Kabut: tetesan kecil air yang melayang di udara. Contohnya: kabut minyak yang dihasilkan pada penggunaan pelumas pada pekerjaan pemotongan logam, kabut asam yang dihasilkan pada pekerjaan penyepuh dengan listrik (electroplanting) dan kabut cat yang dihasilkan pada pengecatan dengan penyemprot.

·         Gas: zat yang berada pada wujud gas (molekul tunggal) pada suhu ruangan. Contohnya: asitelin dan nitrogen yang digunakan pada pengelasan, dan karbonmonoksida yang dihasilkan pada proses pembakaran mesin.

·         Uap cairan (vapor): kondisi gas zat yang umumnya berada pada kondisi cairan pada tekanan dan suhu ruangan, terbentuk akibat proses evaporasi/penguapan. Bahan pelarut/solvent umumnya menghasilkan uap cairan. Contohnya: toluen dan metil klorida.

·         Bahaya biologis seperti bakteri, virus, jamur atau mahluk hidup lain yang bisa menyebabkan infeksi akut dan kronis. Contohnya: penyakit legionnaire, serbuk tanaman/bunga, dan kotoran, sengatan/racun binatang.

 

Respirator harus dipilih berdasarkan bahaya yang memapar pekerja dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dan pemakai yang bisa mempengaruhi kinerja dan kehandalan respirator


Evaluasi Medis

 

Penggunaan respirator bisa menambahkan beban pada kondisi kesehatan pekerja. Beban itu tergantung pada beberapa faktor semisal berat badan dan ketahanan pernafasan pekerja dan kondisi lingkungan dimana respirator dikenakan.

Evaluasi medis diperlukan guna menentukan kemampuan pekerja dalam mempergunakan respirator.

 

Beberapa kondisi medis pekerja yang bisa meningkatkan resiko cedera, sakit atau kematian, semisal:

·        Penyakit pernafasan dan jantung: tekanan darah tinggi, kejang jantung, asma, bronkitis kronis, empisema

·         Kerusakan jantung yang diakibatkan oleh serangan jantung atau stroke

·         Penurunan fungsi paru-paru akibat merokok atau paparan bahaya sebelum memakai respirator

·         Gangguan syaraf, seperti epilepsy

·         Gangguan tulang, seperti sakit punggung bawah

·         Kondisi psikologis, seperti klaustrofobia dan kecemasan berlebih.

 

Fit Testing (Uji Kerapatan)

 

Prosedur ini diimplementasikan untuk menentukan seberapa “fit” (rapat) sebuah respirator di wajah pekerja. Jika sebuah respirator tipe tight-fitting (rapat di wajah pengguna) semisal quarter mask, half mask, dan full facepiece tidak rapat di wajah maka tingkat perlindungan respirator tersebut akan menjadi lebih rendah dari yang seharusnya. Tanpa kerapatan yang baik, pengguna respirator bisa tetap terkontaminasi bahaya pada udara pernafasannya.

  

Ada 2 tipe uji kerapatan, kuantitatif dan kualitatif.

 

Uji kuantitatif adalah metode pengukuran jumlah/nilai kebocoran yang terjadi pada respirator. Uji ini adalah penilaian berdasarkan angka mengenai seberapa baik sebuah respirator bisa cocok/rapat pada pekerja. Untuk dapat mengukur kerapatan respirator, alat pengukur harus mampu menghitung konsentrasi aerosol di dalam dan diluar respirator, kemudian si pemakai respirator (pekerja yang diuji) mengikuti langkah-langkah aktivitas/gerakan yang telah ditentukan.

 

Sedang uji kualitatif adalah uji lulus/gagal tanpa angka yang berdasarkan pada respon pengguna respirator terhadap tes agen yang dipergunakan untuk menguji kerapatan. Pada uji kualitatif, setelah melakukan pemeriksaan kerapatan, si pemakai respirator (pekerja yang diuji) berdiri di dalam tutupan lalu kemudian disemprotkan tes agen seperti minyak pisang (isoamil asetat), sakarin, atau bitrek, jika dia dapat membaui tes agen itu, hal ini menandakan bahwa agen tersebut bocor menembus kerapatan.

 

Jika seorang pekerja tidak berhasil di uji kerapatan ini, dia harus diuji lagi dengan respirator bentuk lain, ukuran yang berbeda, atau merk yang lain, sampai di dapat hasil yang bagus.


Prosedur Penggunaan

 

Di dalam program perlindungan pernafasan ini, harus juga tertera prosedur mengenai cara penggunaan respirator pada pekerjaan rutin dan tanggap darurat.

Prosedur yang spesifik ini diperlukan guna:

·         Mencegah kebocoran pada kerapatan facepiece

·        Mencegah pekerja agar tidak melepas respirator di lingkungan yang berbahaya

·         Memastikan respirator bekerja secara efektif sepanjang waktu kerja

·         Melindungi pekerja yang memasuki atmosfir IDLH (Immediately Dangerous to Life or Health)

 

Prosedur dan Jadwal Perawatan

 

Perawatan berkala ini penting diperlukan agar respirator selalu berada dalam kondisi bersih, sehat dan berfungsi dengan baik. Karenanya, harus disediakan beberapa hal berikut:

·         Prosedur pembersihan dan disinfeksi

·         Penyimpanan yang layak

·         Inspeksi berkala

·         Metode perbaikan

 

Kualitas Suplai Udara

 

Pekerja yang mempergunakan respirator penyulai udara semisal SCBA (Self Contain Breathing Apparatus) umumnya dipergunakan pada area kerja yang sangat berbahaya. Karenanya, sangat penting untuk memastikan bahwa udara yang disuplai berkualitas baik, dan peralatan yang dipergunakan dapat dipercaya.

Kompresor udara yang dipergunakan harus setidaknya mematuhi persyaratan tipe 1 – kelas D untuk udara pernafasan yang disebutkan di standar ANSI/CGA G-7.1-1989:

·         Oksigen: 19.5 - 23.5%

·         Hidrokarbon (kondensat): ≤ 5 mg/m3 volume udara

·         CO: ≤ 10 ppm

·         CO2: ≤ 1,000 ppm

·         Tidak ada bau

 

Kompresor udara ini juga harus dilengkapi dengan saringan dan penyerap gas yang dirawat dan diganti sesuai petunjuk manufakturnya.

 

Pelatihan

 

Pelatihan harus dilakukan sebelum pekerja memakai respirator. Pelatihan ulang harus diadakan secara berkala dan dilakukan juga ketika ada perubahan tempat kerja/perubahan tipe respirator yang menyebabkan training sebelumnya menjadi usang; terlihat ketidakmampuan pekerja dalam memakai/mengetahui tentang respirator; atau ada kondisi lain yang dianggap perlu sehingga perlu dilakukan pelatihan ulang.

 

Evaluasi Program

 

Evaluasi dilakukan untuk memastikan efektifitas penerapan program. Hal ini bisa dilakukan dengan menanyakan para pekerja yang memakai respirator untuk menggali pandangan mereka tentang efektifitas program, dan juga untuk mengidentifikasi serta memperbaiki jika ada kesulitan.

 

 

 

---000---

 

Referensi:

·        OSHA. Respiratory Protection Standard 29 CFR 1910.134

·        Eastern Research Group Inc. Small Entity Compliance Guide. Massachusetts. 1998

·        NIOSH. Guide to Industrial Respiratory Protection. Ohio. 1987

 

 

Syamsul Arifin, SKM

HES Engineer Chevron Kalimantan

Alumni K3 FKM UI angkatan 2001

syamsul.arifin@yahoo.com

4 comments:

  1. kalo saya resikonya pas nata buku, debunya suka bikin bersin.

    ReplyDelete
  2. Thanks for nice sharing bro,
    kalau seperti di Jakarta ini, dengan tingkat polusi udara yg begitu tinggi, apa sebaikanya klo kita jalan-jalan itu pakai masker ?

    ReplyDelete
  3. @nahwi, hohoho... jarang dibaca2 (lagi) sih buku2nya, jadinya numpuk debunya :D
    @ichamary, wah, klo gitu ngga tahu juga, kudu dilakukan penelitian dulu tentang kualitas udara jakarta dan kebutuhannya sampai perlu tidaknya pake masker ini mah :)

    ReplyDelete
  4. kualitas udara di jakarta itu sangaat saangaat buruk.. apalagi tepat di jalan raya banyak berseliweran bus2 dg asap knalpot hitam pekat..
    tapi klo pake masker hijau yg biasa itu kadang sumpek juga rasanya..
    akhirnya cuma pake sapu tangan saja..

    btw thx bangeet itu sharignya..
    secara saya juga problemnya ke nafas..

    ReplyDelete