03 February 2011

Istri Bukan Pembantu

Sumber: http://www.ustsarwat.com/web/foto_berita/istri.pdf
Oleh: Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.

Dalam format berpikir bangsa kita, posisi seorang istri memang lebih merupakan abdi atau pembantu buat suami. Secara tidak sadar, kita menganggap semua itu berasal dari ajaran agama Islam. Seolah-olah kita mengatakan bahwa Islam telah  mewajibkan para istri untuk melakukan banyak pekerjaan rumah tangga, layaknya seorang pembantu.

Istri harus menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika, memasak, pokoknya semua pekerjaan rumah tangga lainnya. Waktunya akan tersita dengan pekerjaan sebanyak itu. Bahkan, waktu suami pulang, istri sudah lelah dengan pekerjaan rumah tangga hariannya. Tak ada waktu untuk melayani suami dan anak-anaknya.

Lalu, seperti apa sebenarnya peran seorang istri dalam rumah tangganya? Apakah seorang istri memiliki kewajiban untuk melakukan semua pekerjaan itu? Bagaimaan Al-Quran, Sunnah dan para ulama memandang masalah ini? Ataukah ini hanya merupakan kesalahan persepsi bangsa kita saja?

1. Dalil Al-Quran

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian  yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telahmenafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. AnNisa' : 34)

Ayat ini menegaskan bahwa kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada istri, bukan kewajiban istri untuk memberi nafkah kepada suaminya. 

Sedangkan yang dimaksud dengan nafkah termasuk makanan minuman, pakaian dan tempat tinggal.

Memberi makan itu merupakan kewajiban suami kepada istri. Dan kalau disebut makanan, artinya bukan bahan mentah melainkan makanan yang siap disantap. Sehingga proses memasaknya bukan menjadi tugas dan tanggung-jawab istri.

Memberi pakaian itu adalah kewajiban suami kepada istri, bukan kewajiban istri kepada suami. Dan kalau disebut pakaian, artinya adalah pakaian yang bersih, wangi, rapi siap dipakai. Maka kalau baju itu kotor dan bau karena bekas dipakai, mencuci, menjemur dan menyetrikanya tentu menjadi kewajiban suami.

Memberikan tempat tinggal adalah kewajiban suami kepada istri, bukan kewajiban istri kepada suami. Dan kalau disebut tempat tinggal, artinya rumah dan segala isinya yang siap pakai dalam keadaan baik. Bila ada yang kotor dan berantakan, pada dasarnya membersihkan dan merapikan adalah tugas suami, bukan tugas istri.

2. Dalil Sunnah

Kita temukan contoh real dari kehidupan Nabi SAW dan juga para shahabat tentang kewajiban suami kepada istri.

Ada pun kisah Fatimah puteri Rasulullah SAW yang bekerja tanpa pembantu, memang sering kali dijadikan hujjah kalangan yang mewajibkan wanita bekerja berkhidmat kepada suaminya. Namun ada banyak kajian menarik tentang kisah ini dan tidak semata-mata begitu saja bisa dijadikan dasar kewajiban wanita bekerja untuk suaminya.
Padahal Asma' binti Abu Bakar justru diberi pembantu rumah tangga. Dalam hal ini, suami Asma' memang tidak mampu menyediakan pembantu, dan oleh kebaikan sang mertua, Abu Bakar, kewajiban suami itu ditangani oleh sang pembantu. Asma' memang wanita darah biru dari kalangan Bani Quraisy.

Dan ada juga kisah lain, yaitu kisah Sa'id bin Amir radhiyallahu 'anhu, pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika dikomplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor. Siad bin Amir beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang yang bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri.

3. Pendapat 5 Mazhab Fiqih

Dan kalau kita telusuri dalam kitab-kitab fiqih para ulama, terutama mazhab-mazhab yang besar dan muktamad, kita akan menemukan bahwa pendapat mereka umumnya cenderung mengatakan bahwa para wanita tidak wajib melakukan semua pekerjaan pembantu.

Ternyata 4 mazhab besar plus satu mazhab lagi yaitu mazhab Dzahihiri semua sepakat mengatakan bahwa para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.

a. Mazhab al-Hanafi

Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai' menyebutkan :

Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan unutk memasak dan mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membaca makanan yang siap santap.

Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan:

Seandainya seorang istri berkata,"Saya tidak mau masak dan membuat roti", maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santan, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.

b. Mazhab Maliki

Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan:

Wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

c. Mazhab As-Syafi'i

Di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan:

Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.

d. Mazhab Hanabilah

Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.

e. Mazhab Az-Zhahiri

Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.

Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.

4. Pendapat Yang Berbeda

Namun kalau kita baca kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini. 

Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkihdmat di luar urusan seks kepada suaminya.

Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah imbal balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.

Kita bisa mafhum dengan pendapat Syeikh yang tinggal di Doha Qatar ini, namun satu hal yang juga jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga.

Jadi para istri harus digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya. 

Karena Allah SWT berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekedar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus 'menggaji' para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.

Yang sering kali terjadi memang aneh, suami menyerahkan gajinya kepada istri, lalu semua kewajiban suami harus dibayarkan istri dari gaji itu. 

Kalau masih ada sisanya, tetap saja itu bukan lantas jadi hak istri. Dan lebih celaka, kalau kurang, istri yang harus berpikir tujuh keliling untuk mengatasinya.

Jadi pendapat Syeikh Al-Qaradawi itu bisa saja kita terima, asalkan istri juga harus dapat 'jatah gaji' yang pasti dari suami, di luar urusan kebutuhan rumah tangga.

5. Perempuan Dalam Islam Tidak Butuh Gerakan Pembebasan

Kalau kita dalami kajian ini dengan benar, ternyata Islam sangat memberikan ruang kepada wanita untuk bisa menikmati hidupnya. Sehingga tidak ada alasan buat para wanita muslimah untuk latah ikut-ikutan dengan gerakan wanita di barat, yang masih primitif karena hak-hak wanita disana masih saja dikekang.

Islam sudah sejak 14 abad yang lalu memposisikan istri sebagai makhuk yang harus dihargai, diberi, dimanjakan bahkan digaji. Seorang istri di rumah bukan pembantu yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Mereka juga bukan jongos yang kerjanya apa saja mulai dari masak, bersih-bersih, mencuci, menyetrika, mengepel, mengantar anak ke sekolah, bekerja dari mata melek di pagi hari, terus tidak berhenti bekerja sampai larut malam, itu pun masih harus melayani suami di ranjang, saat badannya sudah kelelahan.

Kalau pun saat ini ibu-ibu melakukannya, niatkan ibadah dan jangan lupa, lakukan dengan ikhlas. Walau sebenarnya itu bukan kewajiban. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang teramat besar buat para ibu sekalian. 

Dan semoga suami-suami ibu bisa lebih banyak lagi mengaji dan belajar agama Islam

17 comments:

  1. tumben kurang rapi gini jurnalnya.hehehe..

    sip.. islam itu begitu mengagungkan wanita..

    ReplyDelete
  2. @transparamole, sama2
    @jaraway, coba di refresh deh browsernya, udah diperbaiki kok ^_^

    ReplyDelete
  3. Saya : saya ndak bisa masak
    xy : saya cari istri, bukan tukang masak.
    Saya : saya juga ndak bisa nyuci, mas.
    xy : sekali lagi saya cari istri, bukan tukang cuci.

    Hehe.

    *posting yang bagus, mas. Tapi benar kata mbak fajar, kok rada berantakan. Hehe.
    Sangat mengerti istri..salam ke istrinya, mas. Barakah selalu.

    ReplyDelete
  4. Saya : saya ndak bisa masak
    xy : saya cari istri, bukan tukang masak.
    Saya : saya juga ndak bisa nyuci, mas.
    xy : sekali lagi saya cari istri, bukan tukang cuci.

    Hehe.

    *posting yang bagus, mas. Tapi benar kata mbak fajar, kok rada berantakan. Hehe.
    Sangat mengerti istri..salam ke istrinya, mas. Barakah selalu.

    ReplyDelete
  5. @daichymahia, siapakah xy ituh..? ^_^

    ReplyDelete
  6. sepakaaaaaaaaaaaaaaaad..

    ^_^

    ReplyDelete
  7. Haha, mohon doanya saja, mas samsul :p

    ReplyDelete
  8. salam buat mba Ridha dan si kecil ya mas :D

    ReplyDelete
  9. materi dah lama ya pin.. di kajian kamus dulu nt jadi moderator yak :D

    ReplyDelete
  10. Tetanggaku banyak yang seperti ini, suami ngga mau tahu istri harus bisa mengatur pengeluaran supaya gaji cukup untuk kebutuhan sehari-hari. kalau gajinya gede sih ngga masalah y, nah ini gajinya buat makan aja ngga cukup. dan ngomongnya saya sudah melaksanakan kewajiban menafkahi keluarga, istri saya yang tidak bisa mengatur keuangan. capeeeeeeeeeeee deh.

    ReplyDelete
  11. semoga para pria memahaminya ya :)

    ReplyDelete
  12. Hehe.. Alhamdulillah suami saya mau melakukan tugas2 ini :D

    ReplyDelete
  13. waktu kasus penganiayaan TKW di Arab Saudi belakangan ini, seorang teman seenaknya menulis status di fb, "...mana FPI yang katanya membela orang Islam, kok gak ada aksi apa2? mentang2 TKP di negara para donaturnya...", saya jd panas dan bilang, "kalo FPI dimintain komentar ttg kasus ini, mungkin mrk malah akan melarang semua TKW kerja di LN, dan memerintahkan para suami dan lelaki di keluarganya yg pergi bekerja. Yg salah tuh keluarganya, yg membiarkan wanita pergi bekerja dalam keadaan spt itu...."

    belum lama punya pembantu yang bapaknya punya istri 4 (yang satu udah almarhum, yaitu ibu dari pembantu saya). Ketiga istri si Bapak semuanya adalah TKW, sementara si Bapak asyik pacaran lagi di kampungnya, anaknya pun gak diurus sampe harus cari kerjaan di kota. Saya jadi makin benciiiiiii sama suami model begitu.

    ReplyDelete
  14. fatimah datang kepada rasulullah
    Fatimah radhiallahu 'anha mengeluhkan pekerjaan yang menumpuk dirumah, dan Fatimah meminta pembantu kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam agar dapat meringankan pekerjaan mereka berdua, maka beliau shalallahu 'alaihi wasalam mengajarkan kepada mereka berdua untuk membaca tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33 kali sebelum beranjak keperaduan, kemudian beliau bersabda :

    إنه خير لكما من خادم

     "Sesungguhnya Ia(dzikir) lebih baik untuk kalian berdua dari pada sekedar seorang pembantu".  [HR. Bukhori &Muslim]

    Dari hadits ϑί atas Ibnu Hajar berkata: " Menurut ath Thabari, dari hadits 'Ali radhiallahu 'anhu mengenai pengaduan fatimah dapat ϑίambi (sebagai ketentuan hukum) bahwa setiap wanita Чαπƍ memiliki kemampuan untuk mengurus rumahnya, seperti membuat roti, menggiling dsb, maka itu tidak wajib atas suami jika ini sudah dikenal bahwa wanita sepertinya melakukannya sendiri, argumennya bahwa tatkala fatimah meminta seorang pembantu kepada ayahnya, Rasulullah tidak memerintahkan suaminya mencukupi hal itu kepadanya, baik memperbantukan seorang pembantu kepadanya, atau menyewa orang Чαπƍ dapat melakukan demikian, atau suaminya melakukan itu sendiri. Seandainya itu wajib atas suami, niscaya Beliau Shallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkannya, sebagaimana Beliau Shallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar membayar mahar sebelum bersenggama dengannya. (Fathul Bari IX/ 506-507)

    Syaikh al Albani rahimallahu berkata: Menurut saya, ini Чαπƍ benar insya Allah, bahwa wanita wajib berkhidmat dalam urusan rumah, dan inilah pendapat Malik dan Ashbagh, sebagaimana disebutkan dalam al Fath (Aadaabuz Zifaaf, hal 288-289).

    ReplyDelete
  15. wedew jadi bingung nich, saya sebagai suami sibuk mencari nafkah... tapi harus menyuapi istri. istri jauh.. mau ngasih pembantu pasti pembantunya wanita.Mempekerjakan wanita tidak boleh, harus suaminya waduw... apa yang harus kulakukan ya.Mencari pembantu laki laki, haram kan bukan muhrim istri, wew tambah bingung... Melarang semua wanita bersuami bekerja di perusahaan , bisa ribut... waduw bagaimana ya jadinya sungguh membingungkan? ada yang bisa membantu ?

    ReplyDelete