17 February 2008

Ibu (dan Ayah) vs Wanita Lain (Calon Istri)

Oleh: Syamsul Arifin*

Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).

---

Dulu, seorang pernah sahabat bertutur bahwa dia pernah membawa/bercerita mengenai calon istrinya kepada ibunya, namun ibunya kurang begitu menyetujuinya. Lalu kemudian ia mengikuti pilihan ibunya, sehingga akhirnya tidak jadi menikah dengannya.

Ketika itu, saya berpendapat bahwa ia memang belum layak tuk menikah. Karena ia masih belum dewasa, masih berada dalam bayang-bayang orang tuanya, masih berdiri diatas kaki ibunya, masih belum dianggap sebagai seorang pria dewasa yang sudah mampu tuk menelurkan sebuah keputusan besar.

Namun, semakin lama, aku merenungi bahwa mungkin pilihannya tersebut adalah pilihan yang terbaik.

Kita memang diperintahkan Allah swt agar berbuat baik dan mentaati kedua orang tua kita dalam perkara-perkara yang baik, kecuali dalam kemaksiatan.

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman: 14-15)

Sebuah kisah yang sarat hikmah mengenai bakti dan kepatuhan seorang insan kepada ibu tergambar dengan indah dalam hadits marfu riwayat Abu Hurairah ra berikut:

Seorang yang bernama Juraij sedang shalat di sebuah tempat peribadatan, lalu datanglah ibunya memanggil. (Kata Humaid: Abu Rafi' pernah menerangkan kepadaku bagaimana Abu Hurairah ra menirukan gaya ibu Juraij memanggil anaknya itu, sebagaimana yang dia dapatkan dari Rasulullah saw yaitu dengan meletakkan tapak tangan di atas alis matanya dan mengangkat kepala ke arah Juraij untuk menyapa). Lalu ibunya berkata: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah kepadaku! Kebetulan perempuan itu mendapati anaknya sedang melaksanakan salat. Saat itu Juraij berkata kepada diri sendiri ditengah keraguan: Ya Tuhan! Ibuku ataukah salatku. Kemudian Juraij memilih meneruskan salatnya. Maka pulanglah perempuan tersebut. Tidak berapa lama perempuan itu kembali lagi untuk yang kedua kali. ia memanggil: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kembali Juraij bertanya kepada dirinya sendiri: ya Tuhan! Ibuku atau salatku. Lagi-lagi dia lebih memilih meneruskan salatnya. Karena kecewa, akhirnya perempuan itu berkata: Ya Tuhan! Sesungguhnya Juraij ini adalah anakku, aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata dia enggan menjawabku, Ya Tuhan! Janganlah engkau mematikan dia sebelum Engkau perlihatkan kepadanya perempuan-perempuan pelacur. Dia berkata: Seandainya wanita itu memohon bencana fitnah atas diri Juraij niscaya ia akan mendapat fitnah. Suatu hari seorang penggembala kambing berteduh di tempat peribadatan Juraij. Tiba-tiba muncullah seorang perempuan dari sebuah desa kemudian berzinalah penggembala kambing itu dengannnya, sehingga hamil dan melahirkan seorang anak lelaki. Ketika ditanya oleh orang-orang: Anak dari siapakah ini? perempuan itu menjawab: Anak penghuni tempat peribadatan ini. Orang-orang lalu berbondong-bondong mendatangi Juraij. Mereka membawa kapak dan linggis. Mereka berteriak-teriak memanggil Juraij dan kebetulan mereka menemukan Juraij di tengah salat. Tentu saja Juraij tidak menjawab panggilan mereka. Akhirnya mulailah mereka merobohkan tempat ibadahnya. Melihat hal itu Juraij keluar menemui mereka. Mereka bertanya kepada Juraij: Tanyakan kepada perempuan ini! Juraij tersenyum kemudia mengusap kepala anak tersebut dan bertanya: Siapakah bapakmu? Anak itu tiba-tiba menjawab: Bapakku adalah si penggembala kambing. Mendengar jawaban anak bayi tersebut, mereka segera berkata: Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu yang telah kami robohkan ini dengan emas dan perak. Juraij berkata: Tidak usah. Buatlah seperti semula dari tanah. Kemudian Juraij meninggalkannya (HR. Bukhari-Muslim)

Sebuah kisah yang saya kira perlu sama-sama kita renungi secara mendalam. Bagaimana akhirnya Allah swt memberikan cobaan kepada salah satu hambanya yang shalih karena doa dan kekecewaan seorang ibu kepada anaknya yang sedang beribadah kepadaNya.

Bakti seorang anak juga bernilai sangat luar biasa dihadapan Allah swt. Perhatikan bagaimana berbakti kepada kedua orangtua lebih diutamakan dari pada amalan yang paling mulia, yaitu jihad.

Seorang datang kepada Nabi Saw. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi Saw bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?" Orang itu menjawab, "Masih." Lalu Nabi Saw bersabda, "Untuk kepentingan mereka lah kamu berjihad." (Mutafaq'alaih)

Penjelasan: Nabi Saw melarangnya ikut berperang karena dia lebih diperlukan kedua orang tuanya untuk mengurusi mereka.

Di buku Riyaduh Shalihin, Imam Nawawi bercerita mengenai keutamaan seorang pemuda bernama Uwais bin 'Amir dari Yaman, yang bahkan sahabat sekaliber Umar bin Khattab meminta agar didoakan pengampunan olehnya karena beliau pernah mendengar dari Rasulullah saw bersabda:

"Akan datang padamu semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit upak lalu sembuh dari Penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar wang dirham. Ia juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya itu - dengan sebab amat berbaktinya terhadap ibunya itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan - kepada Allah - untukmu, maka lakukanlah itu!" (HR Muslim)

Sesungguhnya, setiap kita adalah pasti seorang anak. Dan semoga kita semua bisa menjadi anak yang diridhai Allah disebabkan perantara ridha orang tua kita.

Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)

Perkenankanlah saya menutup artikel ini dengan mengangkat sebuah hadits berikut:

Dari Jabir Ra meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor. Dia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku ...." "Pergilah kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau. Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh teliganya. Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk keperluan saya sendiri?" Rasulullah bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..." Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan kepadanya kata-kata ini: 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita. Lalu airmataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang..., kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu ..., seakanakan kesejukann bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.' Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan Al-Ausath).

Wallahu ‘alam

Semoga Allah bisa menjadikan kita seorang muslim sejati, seorang muslim paripurna yang bisa berbakti kepada ibu dan ayahanda kita. Ya Allah, berilah kami hidayah dan kekuatan tuk tetap teguh menapaki jalanMu… (amin)

 

---

Jakarta, 17 Februari 2008

*Seorang anak yang sedang mempelajari Islam dan sedang belajar berbakti…

7 comments:

  1. Amin. Subahanallah! Tanpa disadari, air mataku menetes...

    Padahal, sekarang alin juga sdg membuat tulisan ttg Ibu, Kak. Belum selesai. Tetapi, ada kaitannya dgn pengalaman alin di bandara beberapa hari lalu. Gak apa-apa, kan? Aneh juga ya? Kok bisa sama? Tetapi, begitulah, TIDAK ADA ISTILAH KEBETULAN! :)

    btw, iya. Alin memang orangnya semangat minta ampun. Gak lucu pun bisa tersenyum2 sendiri. *aneh.com* ^_^ Tetapi, hal sepele juga yg ada kaitannya dgn perasaan, juga menangis. *cengeng.com*^_^

    Terimakasih ya, Kak. Aline bersyukur nih, bisa mengenal Kak Ipin walau lewat dunia maya. Banyak pelajaran yg alin dpt di sini. Untuk itu, alin minta izin link MP Kakak di rezaervani alin ya... :)

    Wassalamu'alaikum wr.wb.

    ReplyDelete
  2. semoga Allooh memudahkan antum untuk pahami dien yang lurus ini...

    ReplyDelete
  3. amin...wah syukron banget akh...bermanfaat banget artikelnya....semoga kita bisa lebih baik lagi...
    amin.wassalamualaikum

    ReplyDelete
  4. Maaf, tulisan ini koq tidak menceritakan tentang Bapak/Ayah, yah?

    ReplyDelete
  5. @alina, mbatyas, cintaquww, perajutkata & beakmal
    sama2 :)

    @bundaelly
    salah toh :D
    yaw dah, ngga jadi deh ikutan lombanya, mungkin kapan2 klo sempat buat tulisan ttg ayahnya :)

    ReplyDelete