16 November 2008

Kebangkitan Seorang Muslim, Kebangkitan Islam (?)

Membaca majalan Tarbawi edisi 190 ‘Yang Terpuruk dan Bangkit Kembali’, menularkan semangat dalam diri saya. Menyadari bahwa diri ini memiliki banyak ‘keberuntungan’ namun masih belum bisa mengoptimalkannya dengan baik untuk meraih kebaikan-kemenangan.

 

Membaca kisah Aris Aditya Resi, Febri Sugiyanto, dan Aish Alim, membuat decak kagum atas perjalanan hidup yang mereka lalui. Memang sungguh luar biasa orang-orang yang beriman, sebagaimana Rasulullah SAW pun mengagumi mereka,

 

Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut isterinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

 

Ujian/cobaan adalah sebuah hal yang lumrah, bahkan sangat wajar. Karenanya ada ungkapan yang berbunyi,

 

Orang yang sukses bukanlah orang yang tidak pernah gagal, tapi orang yang sukses adalah orang yang selalu dapat bangkit dari kegagalannya.

 

 

Kata “Putus Asa” dan “Menyerah” dalam Kamus Kehidupan Seorang Muslim

 

Cobaan/ujian yang dialami Aris, Febri dan Aish tidaklah membuat mereka terpuruk, semua hal itu justru membuat dan membentuk mereka menjadi para pemenang.

 

Kepasrahan/keridhaan, optimisme, kepercayaan/keyakinan/keimanan kepada Allah telah menjadi suplai tenaga yang tidak pernah habis dan mencukupi mereka untuk melalui segala bentuk kejadian.

 

Memang sudah sepantasnya seorang muslim menjadi pribadi-pribadi yang tangguh.

 

Bagaimana mungkin mereka akan berputus asa, sedang sikap putus asa mendapat ancaman yang luar biasa, sebagaimana Al-Quran mengabadikan pesan Nabi Yaqub AS dan perkataan bapaknya para Nabi, Ibrahim AS.

 

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yusuf: 87)

 

Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat". (QS. Al-Hijr: 56)

 

Bagaimana pula mereka akan menyerah dan kalah, sedangkan mereka bersama dengan kekuatan yang maha berkuasa atas segalanya.

 

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)

 

Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (QS. Al-Anfaal: 19)

 

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl: 128)

 

Dan bagaimana mungkin mereka akan kehilangan harapan, sedang mereka telah dijanjikan sebuah kebenaran, mengenai solusi/jalan keluar dari segala permasalahan yang mereka hadapi, dari Zat yang maha menepati janji,

 

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyiraah: 5-6)

 

Kata “putus asa” dan “menyerah kalah” tidak boleh hadir di dalam kamus kehidupan seorang muslim, apalagi dalam menghadapi cobaan keduniawiaan. Selama ujian yang melanda bukan ujian yang menimpa agama, hal itu masih terlihat kecil di mata mereka. Sebagaimana perkataan Umar bin Khatab RA,

 

“Tidak pernah satu musibahpun menimpa diriku kecuali Allah akan memberiku tiga nikmat: musibah itu tidak berkenaan dengan agama, tidak lebih besar dari yang sebenarnya, dan Allah akan memberiku nikmat kesabaran” (Umar bin khattab)

 

 

Islam, Harus bisa Bangkit dari Keterpurukannya

 

Selain keterpurukan pribadi, kita sebagai sebuah entitas sosial, sebagai sebuah kaum, umat Islam, mengalami keterpurukan. Hidup tanpa kepemimpinan, tanpa adanya kekhalifahan, padahal Rasulullah sudah mewanti-wanti mengenai masalah kepemimpinan ini, bahkan beliau menekankan pentingnya kepemimpinan ini dalam bentuk yang paling kecil, apalagi dalam bentuk yang besar, seperti kenegaraan?

 

Apabila kamu tiga orang dalam perjalanan hendaklah menunjuk seorang menjadi pemimpin rombongan dan yang berhak menjadi pimpinan adalah orang yang paling pandai dalam bacaan Al Qur'an. (HR. Muslim)

 

Intervensi dan invasi negara-negara asing kepada Negara-negara Muslim, pembunuhan, pengacauan, mengobrak-abrik kedaulatan sebuah Negara, pencaplokan tanah, menjadi sebuah hal yang lumrah kita alami, saat ini.

 

Hidup dibawah kungkungan sistem jahiliyah, tergantung kepada mereka yang jelas-jelas membuat kerusakan, tentu sangat merugikan.

 

Akankah Islam kembali kepada kejayaannya..?

 

 

Sebuah Rumusan

 

Entah disengaja ataupun tidak, di halaman 78 pada edisi yang sama, M. Lili Nur Aulia di kolom Ruhaniyat-nya memberikan sedikit resep keberhasilan menyongsong kemenangan.

 

Dengan mengutip perkataan Ibnu Qayyim Al Jauzi, beliau berkata,

 

“Ajma’a ‘uqalaa-ul ummah alaa annan na’iim laaa yudraku bin na’iim. Wa annar raahah tunaalu bir raahah”. Orang-orang yang pandai dalam umat ini sepakat bahwa kenikmatan tidak bisa diperoleh dengan cara yang nikmat. Ketentraman tidak bisa didapat melalui cara yang tentram.

 

Imam Hasan Al-Banna mengatakan bahwa,

 

Tiada kemenangan tanpa perjuangan, dan tiada perjuangan tanpa pengorbanan.

 

Kemenangan dan kejayaan Islam adalah sebuah keniscayaan.

 

Adalah masa Kenabian itu  ada di tengah tengah  kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit  (Mulkan ‘Adldlon),  adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyom bong (Mulkan Jabariyah),  adanya atas kehendak Allah. Kemu dian  Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.  Kemudian adalah masa  Khilafah yang menempuh jejak  Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam. (HR.Ahmad).

 

Kita sedang atau mungkin telah melewati periode Mulkan Jabariyah, yang berarti menandakan bahwa kita sedang/akan menuju fase Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah.

 

Maka persiapkan diri-diri kita untuk menyambutnya.

 

Di cover awal kolom Dirosat, bahkan Tarbawi mengutip perkataan yang bisa menyemangati kita, ditengah keadaan umat yang terombang-ambing entah mau mengarah kemana,

 

Tidaklah muncul karya-karya orang-orang besar, melainkan di tengah-tengah kesulitan dan kerja keras (Syaikh Muhammad Al Ghazali rahimahullah)

 

Optimisme, keyakinan, ilmu, dan terus beramal, semoga bisa mengembalikan umat ini menuju tempatnya semula, kejayaan Islam di muka bumi. Dan itu memerlukan peran kita semua.

 

 

Pertolongan Allah

 

Maa syaa Allah, laa quwwata illaa billah. Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. (QS. Al-Kahfi: 39)

 

Tiada satupun hal yang terjadi di dunia ini tanpa seizin Allah SWT. Segala kesulitan, cobaan ataupun ujian, hanya bisa kita lalui dengan baik dengan bantuan dari Allah, dengan pertolongan dari Allah, maka sudah seharusnya, setiap ujian tersebut, menjadikan diri kita semakin dekat dengan diriNya.

 

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah: 214)

 

Semoga kita, sebagai seorang pribadi dan sebagai sebuah kaum, termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu bisa bangkit dari keterpurukan. Insya Allah.

 

 

---000---

 

Samarinda, 16 November 2008

Syamsul Arifin

4 comments: