Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara nasehat yang di dapat orang-orang dari sabda nabi-nabi terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu." (HR. Bukhari)
Ada beberapa alasan yang menghalangi manusia dari melakukan kejahatan, salah satunya adalah rasa malu.
Malu terhadap manusia
“Aduh, ngga enak, ada orang lain”
“Malu ah, ada yang ngeliatin”
“Malu dunk sama anak/istri/mertua”
“Ada pa RT dan pa Ustadz, malu ah”
“Ada bos/teman/saudara, malu gw”
Ah, terkadang kita lebih banyak malu kepada manusia, dan rasa malu itu bisa menahan dirinya dari berbuat dosa.
Malu terhadap Allah
Sebetulnya, ada alasan yang jauh lebih utama dan penting. Malu berbuat maksiat karena Allah.
Ada dua alasan mendasar yang seharusnya mendorong munculnya rasa malu ini:
1. Karena Allah maha mengetahui.
Segala yang di langit dan di bumi, baik yang nampak maupun tersembunyi/rahasia, Dia tahu semua. Ketika berada dalam keramaian maupun kesendirian, ketika dalam ruangan tertutup dan tiada orang lain, maka sesungguhnya masih ada Allah yang melihatnya. Tidak satu helai daun kering yang jatuh dari pohonnya, kecuali Allah tahu itu semua.
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS. Al-An'aam: 59)
2. Karena karuniaNya berlimpah atas kita
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrahim: 34)
Dengan apa kita membalas segala kenikmatan tak terhingga yang telah Allah berikan kepada kita..? Dengan pembangkangan terhadap seruan-seruannya..? Dengan kemaksiatan dan perbuatan tercela kita..? Seharusnya tidak.
Bukankah Allah telah mencukupi kebutuhan kita, telah menanamkan keimanan dalam hati-hati kita, telah melimpahkan karunia dan rezekiNya atas kita? Maka mengapa kita tidak tahu diri dan menjadi pembantah yang nyata? Naudzubillah.
Balaslah segala pemberian-Nya dengan kesyukuran, dengan ketaatan (meski jauh dari sempurna).
Keimanan kita diuji, apakah kita memang meyakini bahwa Allah maha mengetahui? Dan salah satu diantara pilar-pilar kesyukuran yaitu mempergunakan kenikmatan tersebut untuk mendekatkan diri kepadanya, bukan dengan “cuek bebek”, tak tahu terima kasih, malah melawan Zat yang memberikan berbagai karunia tersebut!
Milikilah rasa malu, tahan dirimu dari berbuat dosa, karena malu terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua (amin).
---000---
Balikpapan, 5 Oktober 2009
Syamsul Arifin
Amin ya rabbal'alamin... Sepokats...
ReplyDeletemalu itu adalah ciri keimanan
ReplyDeletehiks....jadi maluw.....hiks...hiks...hiks....astaghfirullah....
ReplyDeleteMalu-malu utk bermalu-malu akhirnya malu-maluin..
ReplyDelete
ReplyDelete:(
amiin... makasih dah diingetin lagi ^^
ReplyDelete