01 February 2009

[cerbung] Soul Match - Bagian III: Mimpi-Mimpi

Saya melihat diri saya sedang berada di Masjidil Haram, di samping sebelah kiri, terlihat bangunan besar, hitam persegi, dengan tertutup kain, Ka’bah. Disamping sebelah kanan, ada seorang wanita muda yang ikut tawaf bersama, ia mengenakan baju ihram. Anehnya.., saya mengenggam tangannya, erat.

 

“Astagfirullahal adzim..”, Fatih tersentak kaget, terbangun dari tempat tidurnya.

 

Kakinya diturunkan dari ranjang, tangannya mengusap mukanya yang tidak basah.

 

“Masya Allah, apa artinya mimpi ini..?”

 

Ia melangkah keluar kamar. Menuju kamar mandi. Setelah selesai berwudhu, ia kembali masuk ke kamar kostannya yang berukuran 2 x 2,5 meter, menggelar sajadah coklat. Jam digital di sebuah meja kayu kecil memperlihatkan angka 3.55. Masih bisa shalat qiyammulllail, batinnya berujar.

 

Dua rakaat ringkas ia kerjakan untuk menghilangkan rasa kantuk.

 

Hari ini Insya Allah akan menjadi hari yang penuh berkah.

 

* * *

 

Awan kehilangan warna putihnya, langit sudah pudar warna birunya, matahari sudah condong ke barat, rona merah mulai memenuhi langit Jakarta. Pengajian TPA anak-anak sudah selesai, tinggal menunggu waktu magrib saja.

 

Di selasar kanan masjid Al-Ma’ruf, anak-anak ramai berlari-larian, berkejar-kejaran, ada canda, ada tawa, semoga tidak ada tangisan yang menyela.

 

Dua orang pria sedang duduk-duduk di tangga kecil yang menuju ke dalam masjid.

 

“Sudah hampir tiga kali mas, mimpi yang seperti itu datang” Fatih Arya, salah satu pengajar di TPA itu memulai perbincangan.

 

Didi, lawan bicaranya, salah seorang pengajar di TPA itu juga, menoleh dan tersenyum ringan.

 

“Kira-kira apa ya artinya”, ia menambahkan.

 

“Artinya kamu harus cepat-cepat nikah!”, Didi, alumni UIN Jakarta, tertawa, “ha... ha… ha…”

 

“Yah mas, siapa sih yang ngga mau nikah, jodohnya aja yang masih gaib”, ia menjawab.

 

“Gaib.., emangnya makhluk gaib? Kalau gitu, jin dong jodohnya. Makanya, jangan kamu biarin nge-gantung aja tuh penggemar-penggemarmu”, Didi melanjutkan tawanya.

 

Semenjak novel Rembulan Merah di Langit Aussy-nya menjadi best seller, nama Fatih Arya memang mulai dikenal luas.

 

“Jangan salahin saya dunk kalau mereka suka. Belum klik mas. Kalau jodoh, pasti ketemu, dan dimudahkan jalannya kan”, sanggah Fatih.

 

Suara tawa Didi sudah mulai mereda.

 

“Fatih-fatih.., kamu ini kurang apa sih? Kerja sudah, penghasilan ada, tampang juga lumayan”, Didi menyandarkan tubuhnya kebelakang, bertopang pada kedua tangannya, pandangannya dilempar jauh kedepan, memperhatikan anak-anak didiknya.

 

“Ngga perlu uang banyak-banyak, ngga usah nunggu punya rumah dulu, ngga butuh mobil pribadi. Yang penting sudah cukup uang untuk akad-nikah, syukur-syukur kalau ada buat walimahannya”, Didi menambahkan.

 

“Kalau memulai pernikahan sudah mapan itu kurang enak, mending mulai dari nol, biar bisa sama-sama merasakan suka-duka awal-awal pernikahan, biar ada romantismenya, nanti setelah pernikahannya berjalan lama, kenangan-kenangan itu yang akan jadi memori indah, dan bisa jadi salah satu penguat pernikahan”, lanjut Didi, ayah dari dua orang anak yang telah menikah selama lima tahun.

 

“Ntahlah mas…”, sahut Fatih singkat, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

 

“Mimpi memang bisa dijadikan salah satu isyarat, sebagaimana Rasulullah SAW pernah berkata(1), tapi saya sarankan, jangan sampai terpaku dengan hal itu. Seperti cerita-cerita kamu sebelumnya, sudah ada beberapa perempuan yang bersedia menjadi istrimu. Bahkan kalau kamu mau, saya bisa bilang istri supaya mencarikan perempuan yang paling pas buat kamu, teman-teman pengajiannya banyak tuh”, Didi tersenyum.

 

Ada sebuah kaidah yang berbunyi seperti ini, ‘apa yang gaib atau tidak pasti atau masih belum jelas, tidak bisa membatalkan hal yang sudah qathi atau jelas dan pasti”, jabar alumni Fakultas Syariah.

 

Fatih diam seribu bahasa.

 

Mas Didi merupakan salah satu orang yang sering dijadikan tempat meminta pertimbangan. Orangnya bersemangat dalam da’wah, alim, cerdas, namun tetap asyik, gaul terhadap para remaja, dihormati para orang-orang tua karena keluasan ilmu agamanya, Fatih tahu betul cerita-cerita kehidupannya, perjuangan, pengalaman pahit, yang membuatnya menaruh hormat sekaligus menempatkan Didi di posisi yang berbeda dalam hatinya.

 

“Huff..”, hanya helaan nafas yang terdengar dari dirinya.

 

“Dikit lagi magrib, dah sana wudhu, terus adzan, dan doa deh, minta jodoh yang terbaik. Salah satu waktu yang mustajab buat berdoa adalan diantara adzan dan iqomat(2)”, Didi menepuk pundak Fatih, beranjak berdiri, dan mulai menggiring anak-anak TPA agar segera berwudhu.

 

Seorang bapak paruh baya, memasuki ruangan kecil di samping tempat imam, menyalakan kaset murattal. Suara Imam Musyari Rasyid terdengar merdu dari speaker masjid.

 

“Ah.., semoga malam ini dia tidak hadir lagi dalam mimpiku…”, suara Fatih terdengar lirih.

 

 

 

---000---

 

Samarinda, 1 Februari 2009

Syamsul Arifin

 

Thanks to Oryza for the inspiration ^_^

 

 

(1) Hadis riwayat Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah bersabda: Mimpi seorang mukmin adalah termasuk satu dari empat puluh enam bagian kenabian. (HR Bukhari-Muslim)

 

Hadis riwayat Abu Qatadah, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: Mimpi baik (rukyah) itu datang dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang dari setan. Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya sehingga mimpi itu tidak akan membahayakannya. (HR Bukhari-Muslim)

 

(2) Do'a yang diucapkan antara azan dan iqomat tidak ditolak (oleh Allah). (HR. Ahmad)

 

Saat-saat yang tepat dan suasana yang lebih afdhal untuk berdoa: hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga malam terakhir, waktu sahur, ketika sedang sujud, turun hujan, antara azan dan iqamat, ketika perang berkecamuk, ketika dalam ketakutan, atau sedang sedih. (Fiqh Sunnah, Said Sabiq Jilid 2 hal 244)

6 comments:

  1. Wahhhh....ngambil dari mana nih idenya ;D ? (Ge-er) Bayar royalti...:P

    ReplyDelete
  2. Iyalah Fatih....Hayu' cepetan...B-)
    He...he...he

    ReplyDelete
  3. P' didi bukannya alumni stan? (oh... bukan didi yg itu ya)

    ReplyDelete
  4. hehehe.. Sama2..
    [lhoh,mksudna??]
    *lari ah...*

    ReplyDelete
  5. terusin aja nulis cerbungnya, spa tau bsa jadi novel:D

    ReplyDelete