Saat ini, pesta demokrasi sedang mengalami pemanasan, peluit yang menandakan musim kampanye telah ditiup. Di berbagai tempat dan daerah, sama saja, ramai berpawai, ramai memasang media promosi di mana-mana.
Tua-muda-lelaki-perempuan, para caleg sibuk menjual dirinya semenarik-menariknya. Pilihlah saya, yang paling kompeten, yang paling aspiratif, yang paling berani menyuarakan suara rakyat, yang paling jujur, dan seterusnya, untungnya ngga ada yang ngaku paling ganteng atau paling cantik :P hehehe
Musim Buang-Buang Uang
Di jalanan, koran, televisi, radio, rumah-rumah, tidak lepas dari jeratan bentuk-bentuk marketing para caleg itu untuk memperkenalkan dirinya. Apalagi semenjak MK (Mahkamah Konstitusi) menyatakan bahwa yang terpilih adalah berdasarkan suara terbanyak dan bukan nomor urut, maka semakin bersemangatlah mereka untuk menjaring suara.
Belum lama kemarin, saya menerima email yang mengurutkan mengenai beberapa kejadian yang menghabiskan banyak uang, diantaranya adalah tenggelamnya kapal Titanic, kecelakaan
Luar biasa ya, dana sebesar itu menguap begitu saja, demi sebuah kursi kepemimpinan yang nanti di akhirat malah membuat mereka teramat menyesal.
Saya juga tidak tahu berapa anggaran yang digelontorkan pemerintahan kita untuk perhelatan demokrasi ini, yang uangnya juga diambil dari
Kalau saja dana-dana itu bisa dialokasikan untuk pendidikan bangsa, untuk jaminan kesehatan rakyat, pembangunan sarana-prasarana, bukanlah tidak mungkin, dalam waktu dekat, kita bisa menjadi bangsa yang besar. Bahkan kalau mau dibeliin kerupuk, walah, ngga kebayang deh, seberapa banyak kerupuk yang dibeli :D
Tidak ada istilah yang sia-sia katanya, karena itu buat sosialisasi. Well, kalau dari kacamata saya pribadi, malah jadi semakin eneg melihat keruwetan spanduk, baliho, billboard, pamflet, dll, juga begitu pendapat beberapa
Dan katanyanya pula, dengan begini
Tapi ya, terserah saja, toh itu uang mereka (dan uang yang saya amanati lewat pemerintah), biar nanti mereka yang bertanggungjawab atas itu semua.
Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan. (HR. Ahmad)
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Israa': 27)
Buanglah Sampah TIDAK Pada Tempatnya
Dari kecil kita sudah diajari slogan “buanglah sampah pada tempatnya”, begitu pula agama kita mengajarkan.
Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi)
Mulai masa-masa ini, kita harus bisa mengurut dada dan bersabar, karena jadi ruwet dan semrawut pemandangan kita, berantakan karena banyaknya “ornament dan hiasan tambahan” yang dipasang secara swadaya oleh para caleg dan partai.
Jatuh, robek, rusak, patah, tentu sudah tidak dipedulikan lagi, yang penting sudah pernah terpasang. Dan jadilah sampah media kampanye yang bertaburan di sepanjang jalan.
Kita doakan semoga petugas kebersihan tidak lelah dan selalu bersemangat mengerjakan tugasnya dengan tulus iklas. (Amin) Kasihan mereka, gajinya tetap, tapi pekerjaannya bertambah ^_^
Kita harapkan, suatu saat nanti bisa ada format kampanye yang lebih efektif, efisien, hemat, tidak boros, dan ramah lingkungan.
---000---
Syamsul Arifin
kykny mulai lapor SPT taon ini aja yah (ketawan bru pnya NPWP) mau ga mau kudu biayain pemilu ya
ReplyDeleteBerarti uangnya sebagian besar di gunakan untuk beli sampah...?
ReplyDeletemending nyampah di mp ajah..ga ngrepotin...paling bikin jengkel yang posting..wakkkakaa
ReplyDeleteYah begitulah Pemilu sebagai bentuk aplikasi Demokrasi dengan carut marutnya..
ReplyDeleteabis ini juga bakal banyak yang gangguan jiwa, stres duitnya yang milyaran udah berubah jadi spanduk dan ngga bisa dipake lagi
ReplyDeleteizin ya om...
ReplyDeletemau dibahas di radarfm...
akan diserahkan kepada Mba2 radarfm yang berwenang....
izinnya ditunggu....mau laporan neh...
@laurakhalida
ReplyDeletehehehe, ngga perlu SPT, kita beli baju, makanan, dll, kan udah kena pajak juga :D
@sespi
uangnya dihambur2kan jadi sampah :)
@sinyipooh
hehehe, mungkin klo calegnya kamu, MP jadi ajang kampanye yaw :D hehehe
@biasasajalah
ya, sepertinya perlu ada bentuk2
@pemikirulung
hehehe, itu yang jadi topik beberapa koran tuh :D
@radarfm
silakan, tapi tulisan ini (penegasan sekali lagi), cuma pendapat pribadi ajah, yang sangat mungkin salah besar :)
saya salut ama sukarelawan yang mau menyingkirkan SAMPAH-SAMPAH itu, saya sudah muak melihatnya!
ReplyDeleteIndonesiaku cinta, Indonesiaku malang, jadi negeri sampah semua jenis sampah.
ReplyDeletehhmmm....
ReplyDeleteiya, ya...
sedih juga kalo gini caranya...