26 September 2009

Ada Banyak Alasan Mengapa Kita Mencintai Allah

Berikut ini adalah jawabannya, semoga Allah memberi taufik. Pembahasan dalam masalah ini harus dibedakan antara cinta dalam alam kenyataan (realitas), cinta yang dibolehkan, cinta yang bermanfaat, dan cinta yang berbahaya.

Jangan terburu-buru mencela, memuji, menerima, atau menolak secara umum sebelum menjelaskan hukumnya dan menjelaskan hal-hal yang terkait. Karena cinta atau isyq itu sendiri tidak terpuji dan tidak tercela, artinya ia boleh-boleh saja dan hukum boleh atau tidak boleh tergantung pada faktor lainnya. Dan , kami sudah menjelaskan cinta yang bermanfaat, yang mengandung madharat, cinta yang dibolehkan, dan cinta yang haram.

Ketahuilah bahwa cinta yang paling bermanfaat, paling agung, paling diutamakan, paling tinggi secara mutlak adalah mencintai Allah. Karena cinta inilah langit dan bumi tegak dan disini pulalah rahasia syahadat laa ilaha illahllah, karena Tuhan adalah sesuatu yang dituju oleh hati dengan cinta, pengagungan, pengkultusan, dan kerendahan. Secara fitrah hati juga cenderung menghamba atau membutuhkan Tuhan yang diibadahinya. Ibadah adalah puncak kecintaan serta puncak ketundukan.

Dalam cinta ini, seseorang tidak boleh mendua atau menyekutukan Allah dengan sesuatu. Ini adalah jenis kezaliman yang paling besar yang tidak akan diampuni Allah. Allah dicintai karena zat-Nya sendiri dan bukan karena yang lain, berbeda dengan sesuatu yang dicintai selain Allah.

Manusia wajib mendahulukan cinta kepada Allah dengan dalil semua kitab-kitab suci, ajakan para Rasul, dan juga fitrah. Hati cenderung mencintai zat yang memberi nikmat dan mencintai zat yang berjasa kepadanya. Apalagi semua kebaikan dan kenikmatan yang dirasakan hanya dari Allah, tiada sekutu baginya. Allah berfirman,

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya)…” (An-Nahl: 53)

Allah layak dicintai lebih dari segalanya karena Allah memiliki nama dan sifat-Nya yang baik-baik, dan hati cenderung mencintai dan senang kepada yang baik-baik. Juga karena adanya tanda-tanda ciptaan Allah yang sempurna, apik, dan indah. Kalau ciptaan-Nya seperti itu, bagaimana dengan penciptanya.

Cinta akan timbul jika ada dua motivasi, yaitu kemuliaan dan keindahan pada yang dicintai. Keindahan dan kemuliaan Allah adalah mutlak. Allah maha indah dan mencintai keindahan, bahkan semua keindahan adalah milik-Nya dan dari-Nya serta tidak ada yang layak dicintai karena dirinya sendiri kecuali Allah.

Allah berfirman,

“Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu…” (Ali Imran: 31)

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah…” (Al-Maa’idah: 54)

Orang yang dicintai Allah dan mereka mencintai Allah adalah wali-Nya. Kewalian bermakna kecintaan maka tidak ada kewalian kecuali dengan cinta. Lawan kewalian adalah permusuhan, dan permusuhan berasal dari kebencian. Allah adalah wali orang-orang yang beriman, dan mereka adalah wali-wali Allah yang membela-Nya dan menolong dengan penuh cinta, dan Allah membela mereka dengan kecintaan-Nya.

Allah menolong hamba-Nya yang mukmin sesuai dengan kecintaan mereka. Oleh karena itu, Allah melarang hamba-Nya utk menjadikan selain Allah sebagai wali. Allah jg mengingkari penyamaan antara Allah dan yang lain dalam hal cinta, karena itu sama saja dengan menjadikan selain Allah sebagai tandingan Allah. Allah berfirman,

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah…” (Al-Baqarah: 165)

Orang yang melakukan kesyirikan ini berkata kepada sesembahan mereka tatkala mereka dalam neraka Jahim,

“Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata. Karena, kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam.” (Asy Syu’araa’: 97-98)

Dengan misi tauhid kecintaan inilah, Allah mengutus para Rasul dari yang paling awal hingga akhir dan karenanya langit dan bumi ditegakkan serta surga dan neraka diciptakan.

Rasulullah SAW bersabda bahwa seseorang tidak akan beriman dengan sempurna sampai ia mencintai beliau melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya, dan manusia semuanya. Apa lagi dengan mencintai Allah yang mengutus beliau sebagai Rasul. Umar berkata kepada Rasulullah SAW,

“Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada segalanya, kecuali terhadap diriku sendiri.” Beliau berkata, “Hai Umar, tidak, hingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Umar berkata, “Demi Zat yang mengutusmu, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Beliau berkata, “Sekarang (engkau benar) wahai umar.” (HR Bukhari)

Jika Rasulullah SAW adalah orang yang seharusnya lebih kita cintai daripada diri sendiri dan orang lain, maka seharusnya Allah Tuhan semesta alam jauh lebih kita cintai melebihi segala-galanya. Semua yang Allah lakukan kepada kita, seperti pemberian, penundaan pemberian, kesehatan, kesakitan, derita, cobaan, keadilan, penghidupan, kematian, dan juga pengijabahan doa, seharusnya menggugah hati kita untuk menuhankan dan mencintai Allah, baik pemberian itu disenangi maupun tidak oleh hamba yang diberi. Bahkan, meskipun terkadang ia melakukan kemaksiatan, Allah menutupi kesalahannya di hadapan manusia.

Jika ada seseorang yang mencintai sesamanya karena jasanya -meskipun sangat sedikit- lalu mengapa ia tidak mencintai Allah dengan sepenuh hati dan semua organ tubuhnya, karena Allahlah yang berbuat baik kepadanya sepanjang waktu, sejumlah hembusan napasnya. Meski kadang ia berbuat maksiat, namun kebaikan Allah tetap ada.

Setiap orang yang anda cintai atau mencintai anda adalah karena menginginkan sesuatu dari orang yang dicintai. Akan tetapi, Allah mencintai anda untuk anda sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,

“Wahai hamba-Ku setiap orang yang menginginkanmu adalah untuk dirinya, akan tetapi Aku menginginkanmu untuk dirimu sendiri.”

Mengapa seseorang tidak malu berpaling dari Allah dan sibuk mencintai selain-Nya, padahal Allah tidak memiliki kepentingan sedikit pun darinya.

Setiap orang yang anda ajak interaksi maka ia harus mendapat keuntungan, apa pun bentuknya. Sementara Allah berinteraksi dengan kita karena Allah menginginkan agar kita yang untung dengan keuntungan yang paling besar, dan bukan Allah yang untung. Karena itulah Allah membalas satu dirham dengan sepuluh dirham kemudian dilipatgandakan menjadi tuju ratus dan dilipatgandakan kepada orang yang dikehendaki. Sebaliknya, satu keburukan dibalas oleh Allah dengan satu balasan, dan Allah lebih cepat menghapusnya.

Allah menciptakan anda untuk Allah, dan Ia menciptakan semua yang ada di dunia dan akhirat untuk anda, karenanya Allah adalah yang paling layak kita cintai dengan sungguh-sungguh.

Semua kebutuhan dan kepentingan anda, bahkan semua kebutuhan makhluk berada di sisi Allah, karena Ialah Yang Maha Mulia dan Dermawan. Ia memberi sebelum diminta dengan pemberian yang tidak pernah dibayangkan oleh yang meminta. Ia berterima kasih untuk setiap perbuatan kita meskipun perbuatan kita sedikit, bahkan Allah melipatgandakan amal tersebut. Ia mengampuni dosa yang banyak dan menghapusnya, semua yang ada di langit memintanya setiap hari dan setiap saat.

Allah menguasai segala urusan, namun tidak disibukkan dengan mendengar permintaan yang banyak. Allah tidak bosan dengan rengekan hamba-Nya yang meminta, bahkan justu mengabulkan permintaannya. Allah harus diminta dan murka bila tak diminta. Allah malu kepada hamba-Nya, namun hamba-Nya tidak malu kepada-Nya dengan melakukan maksiat dan mengungkapnya di depan umum, padahal sebelumnya Allah menutupinya karena malu. Allah mengasihi hamba-Nya dengan memanggilnya untuk menuju keridhaan-Nya, namun ia tak mengasihi dirinya sendiri dan enggan, maka Allah mengutus para Rasul agar meminta kepada Allah bersama mereka, kemudia Allah turun sendiri dan berkata,

“Barangsiapa yang meminta maka Aku beri, barangsiapa yang meminta ampun maka Aku ampuni, engkau Kuajak mendekat kepada-Ku namun engkau enggan maka Aku utus utusan-Ku agar ia meminta bersamamu. Aku turun sendiri dan berjumpa denganmu dalam tidur.”

Allah adalah yang paling berhak dipuji, yang paling luas pemberiannya, yang paling berhak disembah, yang paling berhak dicintai, yang paling demawan ketika diminta, yang paling cukup bagi orang yang bertawakal kepada-Nya, dan yang paling senang ketika hamba-Nya bertobat, melebihi kesenangan orang yang ontanya hilang dan menemukannya kembali. Allah paling sayang melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya. Allah adalah raja dan tiada sekutu bagi-Nya. Allah Maha Esa dan tidak ada tandingannya. Segala sesuatu akan hancur binasa kecuali wajah-Nya, tidak ada yang ditaati kecuali dengan izin-Nya, dan tidak ada yang bermaksiat kepada-Nya melainkan dalam pengetahuan-Nya.

Allah berterima kasih bila ditaati dengan taufik dan nikmat-Nya. Allah ditaati dan dimaksiati kemudian Allah mengampuninya, padahal hak-Nya disia-siakan. Allah adalah saksi dan penjaga yang paling dekat, paling menepati janji, dan yang paling adil dalam memutuskan dan menghukum. Allah berada di antara hamba dan jiwanya, Ia memegang ubun-ubun hamba-Nya, menulis bekas-bekas perbuatan hamba-Nya, menghapus ajal sebagian manusia, hati-hati manusia terbuka bagi-Nya, yang rahasia sangat jelas bagi-Nya, yang terang-terangan dan yang gaib terbuka bagi-Nya.

Semua makhluk memerlukan-Nya, semua wajah tunduk kepada-Nya. Semua hati tak kuasa mengetahui hakikat-Nya, fitrah membuktikan bahwa tidak mungkin ada kesamaan antara Allah dan makhluk-Nya. Kegelapan menjadi bercahaya karena wajah-Nya, langit dan bumi terang benderang dan mendapat kebaikan dengan wajah-Nya. Allah tak tidur dan tak layak tidur. Allah yang menjaga keseimbangan dan menariknya sekehendak-Nya, amal-amal malam naik kepada-Nya sebelum siang menjelang. Hijab (tabir) antara Ia dengan makhluk-Nya adalah cahaya. Jika cahaya itu disingkap, maka cahaya wajah-Nya akan membakar semua mahkluk sejauh pandangan Allah. Benar kata seorang penyair,

Orang yang mencurahkan cintanya kepada Allah
Tidak akan menemukan pengganti selain-Nya
Meski pengganti itu memiliki segala yang ada



Disalin dari buku “Penawar Hati yang Sakit”, karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, hal 251-254

10 comments:

  1. lalu bgmn dgn kecenderungan cinta pada lawan jenis ? seharusnya tak menjadi cinta yg membutakan, tp terkadang susah lol memanage-nya

    ReplyDelete
  2. Mencintai-Mu harus menjelma aku
    (potongan puisi SDD dalam 'Sajak-sjak Kecil Tentang Cinta')

    ReplyDelete
  3. @sunnyndra
    baca bukunya deh, disitu dijelasin tentang cinta yang dibolehkan, cinta yang bermanfaat, dan cinta yang berbahaya, biar makin mantab penjelasannya :)

    @musimbunga
    maksud puisinya..?

    ReplyDelete
  4. mau dibahas annati insyaAloh.. sedang nyari kaitan yng pas ;)

    ReplyDelete
  5. thanks ipin untuk artikelnya...benar2 memberikan pencerahan...

    ReplyDelete
  6. subhanallah... izin copas ya... jazakallah

    ReplyDelete
  7. kalau saya... karena Allah sudah bikin saya masuk Islam... hufff... itu keren lho..

    ReplyDelete
  8. Masih suka menggerutu...

    Jazakallah khairan katsir kak ipin

    ReplyDelete
  9. read the book already.....powerful banget....

    ReplyDelete