11 March 2009

Berbagi Pengalaman Menyunting Naskah: Kesalahan Paling Umum (oleh: thefool)

Sumber: http://forum.blogfam.com/index.php?topic=2333.0 oleh: thefool (user ID) *link tersebut hanya bisa dilihat oleh member blogfam.com makanya, gabung yuks ^_^


Dalam penulisan kreatif, penyuntingan adalah 90% kerja. Saat naskah selesai, kita baru mencapai 10% dari sasaran.

Terdengar berlebihan? Tidak. Coba tanyakan pada teman yang sudah menerbitkan buku, kapan ia selesai menyusun draft pertama naskah. Lalu bandingkan dengan tanggal terbit bukunya. Hitungannya dalam bulan. Minimal setengah dari ini, biasanya melibatkan proses penyuntingan.

Di sini, saya mau berbagi kesalahan penulisan yang umum dibuat oleh para penulis. Dan seharusnya, penulis dapat memperbaiki kesalahan ini sendiri.

(1) Penulisan Tanda Baca dalam Dialog
-------------------------------------------

"Dialog dapat diakhiri dengan koma," ujar si penyunting. "Atau dengan titik."

Seorang penulis tiba-tiba muncul, "Bagaimana dengan kalimat tanya?" Ia melemparkan gulungan kertas toilet di lantai dan mulai menulisinya.


"Kami ingin dialog seperti ini!", seru para pencinta koma, "Kami juga cinta tanda seru!!!!!!! Dan kami suka membuat bingung pembaca dengan jalinan tanda seru serta tanya yang entah bagaimana dibacanya??!!!??!!??? Belum ditam--"


"Cukup!" tahan si penyunting. Ia merebut pena dari tangan si penulis. "Benda ini berbahaya di tanganmu." Napasnya memburu. Tangannya bergetar. Urat-uratnya menonjol. Tak tahan, ia pun merobek-robek kertas toilet itu.

"Jangan!" ratap si penulis. "Apa salah si kertas toilet? Apa pula dosa pena? Mereka hanyalah alat!"

"Betul," desah si penyunting antara engahan napas. "Sebagaimana tanda baca juga alat." Kedua tangan berpangku pada lutut, tarikan napasnya memanjang. "Alat untuk penulis mengomunikasikan cerita." Ia terduduk lemas, "Jadi, gunakanlah agar pembaca menangkap cerita yang sama dengan kamu."

"Memang itu yang kulakukan!" potong si penulis. "Tanda seru banyak menunjukkan volume yang lebih keras. Makin banyak, makin berteriak! Sederhana, kan?"

"Kalau gitu, coba suarakan dialog dengan dua tanda seru serta satu tanda tanya," si penyunting merangkul kedua lututnya. "Lalu coba suarakan dialog dengan empat tanda tanya dan satu tanda seru. Bagaimana bedanya?"

Si penulis membuka mulutnya... lalu menutupnya lagi. "Ya, beda aja."

"Kalau begitu, terserah," si penyunting bangkit disertai lenguhan pelan. "Asal ingat saja, semakin pembaca bingung bagaimana membaca kalimat kamu, semakin jauhlah kemungkinan mereka menangkap ide cerita kamu."

 

Ringkasan Penulisan Berkaitan Dialog
------------------------------------------------

1) Koma, titik, tanda seru, atau tanda baca berada dalam kurungan tanda kutip ("), bukan di luarnya.

Contoh benar: "Kira-kira seperti ini," ujar si Raru.

Contoh salah: "Bukan seperti ini toh.", si Siuk menggaruk-garuk kepala.


2) Jika sudah ada titik, koma, tanda seru, atau tanda baca dalam tanda kutip, jangan diberi tanda koma lagi.

Contoh benar: "Seperti ini?" tanya si penyunting.

Contoh salah: "Ngaco, yang bener itu yang ini!", ujar si pencinta koma.


3) Penulisan dialog terpisah yang dua-duanya menggunakan tanda koma hanya boleh jika dialog tersebut adalah kalimat tunggal.

Contoh benar: "Siapa," si Matupang menoleh, "itu?"
Benar karena "Siapa itu?" adalah kalimat tunggal.

Catatan: dengan sendirinya, "itu" ditulis dengan huruf kecil, karena merupakan bagian kalimat.

Contoh salah: "Siapa," lirik si Sikananjalan, "Bukan aku, kok!"
Salah karena kalimat aslinya adalah "Siapa? Bukan aku, kok!"


4) Untuk penggunaan tanda kutip yang tidak menyangkut dialog, tanda baca diletakkan setelah tanda kutip.  

Contoh: Di halaman depan tertera "Makalah Tanpa Judul".


5) Dialog hanya bisa diakhiri dengan tanda koma jika ada keterangan aksi karakter yang menyambung dialog tersebut.

Contoh: "Singkat aja," angguk si Sikikan.


6) Untuk prosa yang mengikuti dialog berakhir titik, huruf pertama harus ditulis besar.

Contoh: "Sip, lah." Si Rikdanjuwita mengorek lubang hidungnya.


7) Catatan: Secara pembacaan, dialog yang yang diakhiri koma umumnya diucapkan karakter sambil melaksanakan aksi. Sementara akhiran titik pada dialog berarti diucapkan dulu, baru melaksanakan aksi (kalau ada).

Bedakan antara: "Awas kaki," tendangan si Pitung menyapu kaki para serdadu Kumpeni.  

dengan: "Awas kaki." Tendangan si Pitung menyambar tempat kosong.

Terutama dalam cerita laga, pewaktuan sangat penting. Musuh bisa menghindar dengan mudah pada contoh kedua.

Kata kunci di poin tujuh ini adalah "umumnya". Jadi ada aja pendapat yang berbeda.


8) Tidak boleh ada dua karakter berbicara pada paragraf yang sama. Jika A sudah selesai bicara dan diganti dengan B, maka harus menggunakan alinea baru.

Ini adalah konvensi yang berfungsi untuk menjelaskan siapa yang bicara. Jadi dalam beberapa kasus, walaupun penulis tidak memberikan deskripsi, bisa ketahuan.

Contoh:
Toni melempar penghapus pada Felix. Dengan lentur, penghapus karet tersebut membal dari jidat temannya.

"Apaan, sih!" bentak Felix.

"Nggak apa-apa. Kita lagi perlu contoh dialog."

"Pake cara lebih sopan dikit, nape!"

Toni terdiam. Ia mengambil penghapus karet yang terpental balik ke dekat kakinya. "Permisi," ujarnya, sebelum melontarkan penghapus yang sama pada jidat Felix.


9) Tidak ada spasi antara kata terakhir dengan tanda baca (titik, koma, tanda seru, tanda tanya, dll).  

Benar: "Begini, ya?"  

Salah: "Bolehkah saya memberikan contoh salah ?"

 

Sumber: http://forum.blogfam.com/index.php?topic=2333.0 oleh: thefool (user ID) *link tersebut hanya bisa dilihat oleh member blogfam.com makanya, gabung yuks ^_^

1 comment: