13 April 2009

Umara dan Ulama

Kebaikan itu harus disokong oleh orang-orang yang kuat, dan kekuasaan itu harus diisi oleh orang-orang yang baik.

 

Salah satu komponen sistem masyarakat Islam yang ideal yaitu adanya pemimpin yang adil dan ulama yang hanif.

 

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)

 

Setelah membaca majalah Tarbawi edisi 201 “Kita Tak Hanya Perlu Orang Baik, tapi Juga Perlu Orang Kuat”, terbersit dalam pikiran saya mengenai salah satu bentuk kekuatan yang harus juga dimiliki oleh kebaikan, kekuatan politis atau payung kekuasaan yang kuat.

 

Yang cukup unik, pada halaman 36, ada rubrik Waqofat yang memberikan contoh mengenai kombinasi yang luar biasa ini. Sisi kebaikan yang digawangi oleh Imam Malik rahimahullah, ulama Madinah pengarang Al-Muwattha yang terkenal, dan sisi kekuatan/kekuasaan yang ketika itu dijabat oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dari dinasti Abbasiyah.

 

Bukan pula menjadi sebuah kebetulan, bahwa kita, bangsa Indonesia, baru saja menyelesaikan salah satu hajatan demokrasi besar-besaran untuk mengisi kursi-kursi badan-badan perwakilan rakyat, baik di DPR RI, DPRD tingkat I, tingkat II maupun DPD.

 

Melalui kesempatan pemilu itulah, kita seharusnya bisa memaksimalkan hak-hak kebaikan, yaitu untuk mendapatkan kekuatannya, agar bisa menjaga, mengarahkan dan mendidik masyarakat (dan juga para pemimpin) ke arah kebaikan.

 

Ada kekuatan besar yang ada pada ranah politik, yang bisa mengikat seluruh masyarakat, dari sabang sampai merauke, sehingga mungkin akan sangat baik, jika kita mengisi pos-pos kekuasaan/kekuatan itu dengan orang-orang yang baik.

 

Akan sangat indah sekali, jika ada ulama yang selalu bisa mengoreksi/mengawasi/memantau sang umara/penguasa/pemimpin agar tetap memerintah di dalam jalur kabaikan; dan begitu pula sebaliknya, ada umara/penguasa yang selalu bisa menegakkan/menjaga agar kebaikan tetap tegak di tengah masyarakat yang ia pimpin.

 

* * *

 

Bagaimanapun juga, kita sebagai seorang individu tetap dituntut menjadi seorang yang memiliki kebaikan dan -disisi yang lain, memiliki kekuatan untuk menjaga kebaikan tersebut.

 

“Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

 

Untuk mengubah kemungkaran diperlukan kekuatan, kekuatan kekuasaan, tenaga, usaha, ataupun yang levelnya dibawah itu, yaitu kekuatan dan keberanian untuk mampu mengatakan kebenaran dan menunjukkan kesalahan –lewat pembicaraan atau lisan maupun juga lewat perantara tulisan, dan di level yang lebih rendah dari itu, yaitu sikap membenci kemungkaran. Namun, apakah kita ingin hanya memiliki iman yang lemah..?

 

Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk dapat membedakan kebaikan/kebenaran dari keburukan, dan diberi kekuatan untuk mengikuti dan membelanya, dan semoga kita semua diberikan kekuatan untuk dapat membedakan keburukan dari kebaikan, dan diberi kekuatan untuk menghindari dan menghancurkannya (amin).

 

 

 

---000---

 

Jakarta, 13 April 2009

Syamsul Arifin

2 comments: