Khutbah Idul Fithri 1428 H
SEKALI SHAUM TETAP SHAUM
Oleh: KH. DR.
الله أكبر 9 مرات, لا اله الاالله والله أكبر الله أكير ولله الحمد.
الحمد لله غافر الذنب وقابل التوب شديد العقاب ذي الطول لا اله الا هو واليه المصير. أشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له, له الملك وله الحمد يحي ويميت وهو علي كل شيء قدير. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الأسوة الحسنة لمن كان يرجواالله واليوم الآخر. فصلوات الله وتسليماته عليه وعلي آله وآصحا به والذين اتبعوهم بإحسان الي يوم تشخص فيه الأبصار. أما بعد فياأيها المؤمنون اتقواالله حق تقاته في أنفسكم وأهليكم ليل نهار وفي العلانية والإسرار.
Allahu Akbar 3 X walillahil hamd
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat ‘ied rahimakumullah
Dengan mengagungkan asma Allah, marilah kita bertahmid, memuji serta bersyukur kehadiratNya. Karena atas taufiqNyalah kita telah dapat menuntaskan shiyamu ramadhan sebulan penuh, menyelesaikan qiyamu ramadhan tanpa bolong, merampungkan khatmul quran sekali atau lebih, menunaikan zakatul fithri dan zakatul mal dengan baik, serta mendukungnya dengan shadaqah dan shilaturahim kepada orang tua, guru, saudara, tetangga dan handai taulan.
Berkat kebesaran Asma Allah serta keluasan rahmatNya, para shaimin wal shaimat, yang sekaligus para mujahidin wal mujahidat, telah mampu menundukkan hawa nafsu untuk sepenuhnya tunduk diri pada perintah Allah SWT, menetapkan pilihan yang tepat yaitu ridha Allah meskipun abstrak daripada memperturutkan kesenangan nafsu hedonistik belaka, meski nampak dalam kasat mata berupa tumpukan harta atau kenaikan takhta, sebab tanpa ridha Allah semua itu selain tetap besifat fana juga akan berakhir menjadi bala bencana. Pada hari nan fithri ini Allah kembali mengkaruniakan kepada kita hari yang teramat istimewa, yaumul ‘id hari raya dan bersuka cita, yamul fithri hari kembali secara total pada kesucian fithrah, yaumul jaizah hari pembagian pahala dan piala kepada para alumnus pendidikan ramadhan. Semoga pada hari kemenangan ini kita mendapatkan yang terbaik (al afdhal) dari semua yang Allah sediakan bagi para shaimin wal shaimat, sehingga kita menikmati suasana ‘iedul fithri dengan penuh rasa syukur.
WALITUKMILUL ‘IDDATA WALITUKABBIRULLAHA ‘
“Dan hendaklah kamu sekalian menyempurnakan bilangan shiyam sebulan penuh, dan mengagungkan asma Allah sesuai dengan petunjukNya, mudah-mudahan kamu sekalian bersyukur” (QS2 al Baqarah: 184)
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Dengan rasa gembira bercampur sedih, atau dengan lelehan air mata bahagia kita melepas bulan puasa yang penuh berkah, magfirah serta rahmat Allah. Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita, sebagai pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah kita jadikan modal untuk meraih “shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta kebaikan puasa sepanjang masa. Agar hidup kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari maghfirah dan rahmat Allah SWT.
Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan ummatnya untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di bulan syawal. Sebagaimana sabda beliau:
( مَنْ صَامَ رَمَضَان ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر )
“Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada bulan syawal, maka nilainya seperti puasa sepanjang masa” (HR Muslim)
Kecuali melanjutkan ramadhan dengan puasa syawal, adalah penting meneruskan jiwa serta moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit shiyam dan qiyamu ramadhan adalah “imanan wahtisaban”, yaitu al tashdiq wal inqiyad, membenarkan segala yang datang dari Allah baik perintah maupun larangan dan mematuhinya; dengan semata-mata mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha, maka rahmatNya yang tak terhingga akan dicurahkan, kendatipun kita tersalah maka ampunanNya yang tak terbatas akan menutupinya” ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih” diampuni semua dosanya yang telah lalu.
Ramadhan telah mengupgrade pribadi muslim menjadi pribadi mu’min, dari keislaman yang bersifat status atau pengakuan menjadi keislaman komitmen dan kepatuhan. Dengan menghadirkan serta meneguhkan basis iman, setiap muslim mampu menjaga diri dari pelbagai kema’siatan. Seseorang tidak akan melakukan kedustaan/kebohongan dalam bentuk apapun selagi iman bersamanya, tidak ada kriminalitas pencurian atau korupsi dan manipulasi sebesar apapun selagi orang yang tergoda untuk melakukannya masih dikontrol dengan iman, dan tidak bisa terjadi penyimpangan susila oleh siapapun juga yang imannya masih bertahan di dalam dada.
Allahu Akbar 3X walillahilhamd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Adapun akhlaqiyah atau moralitas ramadhan yang penting untuk tetap dipertahankan pasca ramadhan paling tidak ada
1. Al shidqu yakni kejujuran.
Kejujuran merupakan bukti paling niscaya bahwa seseorang dalam suasana taqwa. Sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (التوبة :119)
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan pastikanlah kamu sekalian bersama orang-orang yang jujur”
Kejujuran adalah gerbang menuju segala kebaikan, sedangkan ketidak jujuran akan membawa kepada pelbagai penyimpangan dan kejahatan. Orang harus berlatih untuk jujur, sekali dua kali tiga kali dan seterusnya, sehingga ia dicatat oleh Allah sebagai pribadi yang jujur (AL SHIDDIEQ). Kemudian telah ada jaminan dari Allah, bahwa orang jujur akan mujur, sedang yang tidak jujur cepat atau lambat akan hancur. Bukti empirik telah begitu banyak membenarkan korelasi ini.
2. Al tathahhur yakni membersihkan diri
Ramadhan memang bulan suci, dan bagi yang menjalankannya dengan baik akan membersihkan dirinya dari segala noda dan dosa, sebab sebulan penuh orang yang puasa menjalani proses pembersihan yang menyeluruh. Hanya dengan cara demikian puasa seseorang diterima, dan do’anya dikabulkan. Kemudian bersama ‘idul fithri sepenuhnya kembali kepada kondisi fithrah. Adalah penting kita ingatkan kepada diri, janganlah apa yang sudah suci kita nodai lagi, sikap perilaku yang sudah bersih jangan kita kotori lagi.
Penghasilan yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri lagi dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas haram. Puasa ramadhan melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar, dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah kuat menahan panasnya api neraka.
3. Al ijabiyah, bersikap positif
Sikap positif menuntut kita untuk selektif dalam memilih lingkungan, dalam mengambil langkah, kegiatan dan mata pencaharian. Itu dilakukan untuk memastikan bahwa sebagai alumnus pendidikan ramadhan, kita tidak melakukan kecuali pekerjaan yang baik, maslahat bagi kehidupan dan tanpa melanggar syari’ah. Sebab puasa yang benar menuntun dan menuntut kita untuk menjauhi “allaghwi wal rafatsi” yakni perkara yang sia-sia dan perkataan yang tidak pantas. Shiyamu ramadhan mendidik pribadi muslim untuk berorientasi kepada nilai, memilih aktivitas yang wajib, atau yang dianjurkan, atau setidaknya yang dibolehkan (jaiz) menurut tuntunan Islam. Dengan begitu insan yang shaim semakin mampu mengambil jarak dengan hal-hal yang makruh, semakin menjauhi yang syubhat apalagi yang haram.
4. Al mujahadah, membanting tulang
Dalam keadaan lapar dan dahaga shiyamu ramadhan memacu insan beriman untuk lebih giat lagi melakukan aktifitas taqarrub ilallah seperti shalat, tilawatil quran dan kegiatan yang bemanfaat bagi kehidupan sosial, seperti shilaturahim, infaq shadaqah, mengajarkan ilmu, memberi makanan berbuka bagi yang puasa, bahkan berjihad di jalan Allah menumpas pelbagai bentuk agresi terhadap Islam dan ummat Islam. Wajarlah sejarah mencatat di antara hasil mujahadah ramadhan berupa kemenangan gemilang di perang badar pada tahun ke-2 Hijriyah, pembebasan Makkah (fathu Makkah) pada tahun ke-6 Hijriyah, dan kemenangan perang Amoria yang meluluh lantahkan pasukan Romawi di Byzantium pada tahun 214 H pada masa Al Mu’tashim Billah. Memang semangat ramadhan adalah semangat juang untuk meraih pelbagai kemenangan.
5. Mempertahankan surplus spiritual (Al faidhu wal insyirah)
Shiyamu ramadhan mendidik surplus spiritual dan moral, menjaga diri agar tidak terjebak pada kekerdilan jiwa dan kenihilan moral. Mendidik para shaimin untuk mengokohkan jiwanya serta melapangkan dadanya. Dengan menegaskan pada dirinya “inni shaimun” aku ini sedang puasa, ia mampu menggagalkan setiap provokasi negatif yang akan merusak hubungan sosial menjadi konflik yang menghancurkan semua pihak. Bahkan semakin surplus jiwanya insan puasa yang telah memantapkan statusnya sebagai “’ibadurrahman/hamba Allah yang Rahman” sanggup membalas hal-hal yang buruk dengan kebaikan, tarikan negatif dengan ajakan yang positif. Ketika orang-orang jahil yang sedang jadi hamba syetan atau hawa nafsunya menyerang dengan ucapan yang tidak baik, maka hamba Arrahman membalasnya dengan do’a keselamatan.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Demikianlah dengan mempertahankan jiwa shiyamu ramadhan serta moralitasnya, maka kehidupan kita pasca ramdhan selama sebelas bulan akan tetap disinari dengan cahaya ramadhan, sehingga kerahmatan Allah dan maghfirahnya akan senantiasa diberikan kepada siapa saja yang mampu mempertahankannya. Curahan berkah dari langit selama bulan ramadhan akan berlanjut manakala kita memenuhi faktor-faktor yang menghadirkannya.
Suatu tingkatan ketaqwaan yang telah kita raih harus kita pertahankan, jangan sampai mengalami degradasi apalagi peluruhan dan peluluhan. Karena hanya dengan ketaqwaanlah kita dapat menggapai kebahagiaan (al falah) yang sesungguhnya, sebagaimana firman Allah dalam banyak ayat:
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah supaya kamu sekalian mendapat kemenangan/kebahagiaan” (QS 2/189, 3/130, 200)
Adapun fasilitas duniawi berupa harta atau tahta dan fasilitas lainnya, yang diraih tidak melalui jalan taqwa merupakan jebakan (istidraj) yang bila tidak dikoreksi akan terus meluncur dan berujung dengan azab Allah di dunia sebelum di akhirat kelak. Allah telah memperingatkan dengan firmanNya dalam Surah Taubah ayat 55 dan 85:
وَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
“Dan janganlah kamu silau dengan harta dan anak buah (pengikut) mereka, sejatinya Allah hendak mengazab mereka dengan itu semua di dunia, dan mereka mati dalam keadaan ingkar kepada Allah”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dengan memelihara spirit dan moralitas shiyamu ramadhan, insya Allah kita tidak akan mengalami degradasi ketaqwaan apalagi peluruhan hingga tidak berbekas sama sekali. Dan dengan dipertahankannya kondisi ketaqwaan maka keberkahan dapat diharapkan, keberkahan individual dengan ketaqwaan individual, sedang keberkahan kolektif dengan ketaqwaan sosial. Allah SWT berfirman dalam surah al A’raf ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa niscaya Kami bukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan maka Kami siksa mereka karena apa yang telah mereka usahakan”.
Dengan adanya kewajiban da’wah serta amar ma’ruf-nahi munkar, setiap muslim/muslimah harus berupaya menghadiran ketaqwaan sosial di lingkungan masing-masing. Terutama apabila kita mempunyai posisi kepemimpinan di lingkungan tertentu, maka segenap potensi dan fasilitasi yang tersedia harus dikerahkan untuk membangun ketaqwaan/kesalehan sosial. Ini merupakan visi da’wah para anbiya, yang dinyatakan dalam do’a Nabiyullah Ibrahim a.s “RABBI HABLI HUKMAN WA ALHIQNI BISSHALIHIN” – Ya Rabbi, karuniakanlah kepadaku kebijaksanaan dan gabungkanlah aku dengan lingkungan orag-orang soleh. Kemudian do’a Nabi Yusuf a.s “TAWAFFANI MUSLIMA WA ALHIQNI BISSHALIHIN” Wafatkanlah aku dalam keadaan islam dan gabungkanlah aku dengan para solihin. Ketika kesalehan sosial dapat dihadirkan maka kehidupan yang serba baik (hayatan thayyibah) dapat diwujudkan, kemudian “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” menjadi kenyataan.
Do’a
Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami, telah menciptakan kami selaku hambaMu, Kami telah berjanji kepadaMu dan berupaya menepatinya. Kami berlindung kepadaMu dari keburukan yang telah kami perbuat, kami akan kembali menghadapMu untuk mempertanggug jawabkan segala ni’mat yang telah Engkau berikan, dan kami akan kembali dengan banyak membawa dosa. Maka berilah kami ampunan , karena hanya Engkaulah Dzat yag Maha Pengampun.
Rabbana, berikanlah kepada kami kepandaian mensyukuri ni’mat yang Engkau berikan kepada kami dan kepada kedua orang tua kami, agar dengan ni’mat itu kami mampu ber’amal shaleh demi ridhaMu, kami dapat mendidik dengan baik anak keturunan kami, dan masukkanlah Kami dengan kasih-sayangMu kedalam lingkungan hamba-hambaMu yang shaleh di dunia ini dan akhirat nanti.
Ya Allah, kami memohon kepadaMu petunjuk yang selalu membimbing hidup kami, ketaqwaan yang senantiasa memperkaya jiwa kami, kebersihan dalam tutur kata,pada harta serta kehormatan kami, serta ketidak tergantungan dalam hidup kami kecuali kepadaMu.
Rabbana, ampunilah segala dosa dan salah kami, segala dosa dan kesalahan kedua orang tua kami, serta curahkan kasih sayangMu kepada kedua sebagaimana mereka telah membesarkan/mendewasakan kami dengan curahan kasih sayangnya
Sumber: www.pk-sejahtera.org
No comments:
Post a Comment