29 December 2008

[cerpen] Kado Akhir Tahun

Namaku Najwa, umur sebelas tahun, tahun ini, aku baru saja naik kelas lima Madrasah Ibtidaiyah. Aku tinggal bersama paman dan bibiku beserta ketiga anak mereka di kota Gaza-Palestina. Sudah biasa jika para anak dan orangtua berpisah di kota ini, penjara, rumah sakit, atau kematian, itu saja yang menjadi penyebabnya, sedangkan alasan aku dan orangtuaku tidak tinggal bersama adalah karena..., ah, ngga mau cerita ah, sedih lagi nanti aku dibuatnya.

Oh ya, aku belum cerita ya kalau aku juara kelas lho. Hari ini paman Amir sedang ke pasar untuk membeli hadiah istimewa buat kenaikan kelas dan prestasi belajarku. Aku senang tinggal bersama paman, bibi dan anak-anak mereka, mereka semua bersikap sangat baik kepadaku, aku sudah dianggap seperti bagian dari keluarga, dan sudah seperti anak mereka sendiri.

Hari ini hari Sabtu tanggal 29 Dzulhijjah 1429 Hijriyah, akhir tahun kalender Islam, sekolahanku libur. Bu guru Asma mengatakan bahwa kita libur sampai awal tahun depan. Aku tidak begitu suka liburan sekolah, aku senang belajar, eh senang bermainnya deh. Sekolahan ini baru tiga tahun yang lalu dibangun oleh Hamas. Kalau lihat di televisi, Hamas digambarkan sebagai kelompok teroris, tapi bagiku mereka bukan teroris, mereka telah membangun sekolahan An-Nahl ku, dan menggaji bu guru Asma yang selalu bisa membawakan keceriaan kepada kami. Dan mereka juga yang secara resmi memenangkan pemilu tahun 2006 kemarin, hanya saja banyak orang yang tidak senang kepada mereka, terutama Amerika dan Israel, hingga akhirnya dirongrong terus, begitu kata bu guru Asma.

Aku ingat ketika pa Ismail Haniyah berkunjung ke sekolahan ini, beliau mengajarkan mengenai sirah Nabawi, hihihihi, ternyata beliau orangnya lucu ya, bisa membuat kami semua tertawa. Beliau menyemangati kami agar bisa terus belajar sebagai bentuk jihad para pelajar.

Hari baru saja beranjak terang. Ketika aku mendengar deru pesawat melintasi rumah kami. Banyak, bukan hanya satu-dua. Seperti bunyi pesawat jet dan helikopter yang dulu pernah merenggut nyawa ayah dan ibuku. Deummmm, suara ledakan. Bibi mengumpulkan kami semua ke ruangan tengah keluarga. Aku menangis, kami berpelukan. Berkali-kali suara dentuman bom terdengar nyaring memekakkan telinga. "Ammaa..", aku berteriak ketakutan. Suara bangunan runtuh, desingan rudal melesat. Burrrrrr, meledak sangat dekat. Dekat sekali

Bibi berteriak, "Allahu akbar!"

Suasana kacau. Bau bom yang pecah, suara tangisan, teriakan takbir membahana sekeliling kota Gaza.

Aku masih menangis dalam pelukan bibi.

Kematian terasa dekat begitu dengan kami. Ketakutan mencekam. Dededede, suara baling-baling helikoter terdengar mengancam. Blarrr, kami semua jatuh di lantai dingin. Allahu Akbar..!

Serangan ini terasa begitu lama, atmosfir kepanikan terasa sampai kedalam tulang. waktu berjalan begitu lambat. Aku ingin semua ini berakhir. Aku membaca surat-surat pendek alquran yang kuhapal, "Bismillahhirahmanirrahim...", dengan suara yang bergetar diiringi tangisan.

Suara api berkobar dari gedung di sebelah rumah, atap rumah yang runtuh menimpa Ali, kakakku.

Bunyi sirine ambulan meraung-raung di jalanan luar.

Setelah sekian lama, akhirnya reda juga.

Kami keluar rumah, dan tertegun melihat kekacauan yang telah terjadi dalam waktu singkat. Jalan-jalan, rumah-rumah, bangunan-bangunan, hancur-berantakan. Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan, banyak orang terluka, darah dan air mata terlihat dimana-mana.

Oh ya, dimana paman Amir. Beliau seharusnya sudah sampai rumah. Kami menyusuri jalan menuju pasar. tergesa-gesa, khawatir, gugup. Pagi ini menjadi pagi yang gelap-kelam-dan kelabu. Aku berharap paman tidak ada diantara mayat dan korban yang bergelimpangan dijalanan ini. Sungguh aku sangat tidak ingin hal itu terjadi.

Sweater garis-garis merah-hitam terlihat dikenakan oleh seseorang yang ada di sisi jalan. Kuharap itu bukan paman, meskipun aku tahu bahwa paman mengenakan baju itu.

"Innalilahi", bibi menutup mulutnya. Terduduk disampingnya. Aku berdiri disamping, kebas. Ditangan kanannya tergenggam sebuah bros kupu-kupu yang bercampur darah, sepertinya itu kado buat diriku.


---000---

29 Desember 2008
Syamsul Arifin
"Allahummansturna ikhwana mujahidina fi Falestina..."

11 comments:

  1. Mohon bantuannya bagi saudara-saudarai kita disana, minimal dengan doa-doa kita…

    Salurkan Infaq Peduli Al Aqsha
    Ke Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Slipi
    No. Rek. 311.01856.22 an Nurdin QQ KISPA

    KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina)
    http://www.kispa.org/index.php

    ReplyDelete
  2. Apapun...harus berkontribusi...insyaallah...syukron.

    ReplyDelete
  3. Saya merasakan seakan berada dianatar mereka..
    T_T

    ReplyDelete
  4. Ya baca cerpen ini rasanya benar2 berada di antara mereka.:(( suasana itu.. Ya Robb...

    ReplyDelete
  5. hasbunallah...pertolongan Allah slalu buat saudara-saudara kita di Palestine.

    ReplyDelete
  6. Subhanallah, cerita yang menarik tapi pembaca masih belum masuk. Tapi cukup bagus.

    ReplyDelete