Jatuh cinta di luar pernikahan sebenarnya bukan hanya problema kita. Tetapi hal yang sama juga pernah dirasakan oleh seorang Nabi sekalipun. Sebutlah Nabi Yusuf as misalnya. Beliau pun pernah merasakan jatuh cinta. Bahkan dengan seorang wanita yang sudah jadi istri seseorang. Kalau bukan jatuh cinta, paling tidak tertarik dan terpesona kepadanya.
Dalam surat ke-12 yaitu surat Yusuf, romatika kisah beliau diceritakan dengan tuntas. Bagaimana awal prosesnya, konfliknya hingga klimaks dan endingnya. Jadi bila kita merasakan hal-hal seperti itu, justru hal itu sangat manusiawi sekali. Dan orang sekaliber nabi pun bisa saja saja mengahadapi konflik seperti itu.
Justru apa yang dialami oleh seorang nabi itu menjadi pelajaran buat kita untuk bagaimana bertindak dan menghadapinya. Apa yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as tidak lain adalah beliau sadar dan mengerti betul bahwa hal itu terlarang, meski ada gejolak dalam hati. Bahkan dorongan itu dinyatakan dalam Al-Quran:
Dan sungguh wanita itu telah bermaksud melakukan perbuatan itu dengan Yusuf dan Yusuf pun telah bermaksud melakukan pula dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. (QS. Yusuf: 24)
Tapi memang kondisi itu tidak terjadi begitu saja. Sebelumnya Yusuf pun telah berusaha untuk menolaknya ketika wanita itu terus merayunya.
Yusuf berkata, “Aku belindung kepada Allah. Sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesunggunya orang zalim tidak akan beruntung”. (QS Yusuf: 23).
Dan ketika gejolak nafsu sudah tak tertahan lagi di dada wanita itu, maka nabi Yusuf pun dikejarnya. Langkah yang dilakukan oleh beliau tidak lain adalah mengambil langkah seribu.
Kisah Nabi Yusuf ini menjadi pelajaran yang sangat penting buat kita manakala kita dihadapkan pada situasi yang sama.
1. Bahwa setiap orang pasti memiliki rasa tertarik dengan lawan jenisnya. Rasa itu sebenarnya sangat manusiawi dan merupakan fithrah dan sekaligus anugerah.
2. Namun gejolak itu harus diatur sedemikian rupa agar tidak membawa diri ini ke jurang kenistaan. Seseorang tidak boleh diperbudak oleh gejolak jiwanya. Merana karena angan-angan semu. Karena gejolak jiwa itu selalu mengajak kepada keburukan. “Innan nafsa la ammaaratun bis-suu”.
Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak kepada kejahatan kecuali nafsu nafsu yang diberi rahmat oleh Allah (Yusuf: 53)
3. Sebenarnya pada titik dimana seseorang jatuh cinta pada lawan jenisnya dan mengharapkan terbalas cintanya, ada sebagian dari akal dan logikanya yang hilang. Sekian banyak pertimbangan akal sehat yang tadinya dimikili menjadi disfunction, ngadat dan tidak jalan. Fenoma ini baru akan terasa manakala misalnya seseorang sudah menikah dan berumah tangga dengan orang yang tadinya dicintainya dan dikejarnya setengah mati. Tetapi begitu pasangan ini sudah memasuki dunia rumah tangga yang sebenarnya, cinta dan nafsu yang dulunya menggebu itu menjadi sesuatu yang biasa saja.
Kalau dulu, pagi sore siang malam yang muncul di benak hanya namanya, tepi setelah masuk ke dunia yang sesungguhnya gejolak itu hilang sudah berganti dengan rutinitas dan bisa jadi kebosanan. Dan itulah sifat manusia. Sebelum dimiliki dikejar setengah mati, begitu dimiliki hilanglah pesonanya. Biar seganteng atau secantik apapaun dia.
Karena itu bila mencintai seseorang, cintailah dengan sewajarnya, karena siapa tahu nanti kita akan membencinya. Dan sebaliknya, bila membenci seseorang, bencilah sewajarnya, karena siapa tahu nanti kita akan mencintainya.
4. Tidak semua yang diinginkan itu harus terpenuhi. Tidak semua cita harus terkabul. Dan tidak semua gejolak harus dituruti. Dunia adalah sejumlah pilihan. Bila tidak bisa menggapai salah satunya, maka pilihan yang lain masih banyak, bahkan bisa jadi lebih baik.
5. Tidak semua yang kita anggap baik itu baik dan tidak semua yang kita anggap indah itu indah. Segala sesuatu pasti ada cacat dan cela. Saat jatuh cinta, cacat dan cela tiada. Padahal bisa jadi cacat dan celanya jauh lebih banyak dari baik dan indahnya.
6. Puncak masalah pernikahan itu bukan lah pada siapa yang akan jadi pasangan kita, tapi bagaimana kita bisa survive di dalamnya, siapa pun pasangan kita.
Sumber: syariahonline.com (dengan sedikit modifikasi)
hmm... (good posting,though...)
ReplyDelete