07 September 2007

[cerpen] Bila Momongan Tak Kunjung Datang

Seperti biasa, jika memungkinkan, hampir setiap malam minggu tiba, ku selalu sempatkan diri tuk bercengkrama dengan sang istri tercinta sembari menikmati hiburan kotak ajab dengan berleha di karpet, bersandar di sofa dan menikmati keripik singkong yang dijual di ujung jalan rumah kami.

“Bang…” tiba-tiba istriku menyeletuk, “Ingat tidak sudah berapa lama kita menikah?”, deng, jantungku langsung berdegup keras, sambil bertanya dalam hati kenapa dia menanyakan pertanyaan seperti itu. Rasa-rasanya hari ini bukan hari jadi pernikahan kami, sebab pasti handphoneku akan memberikan reminder pagi tadi kalau memang benar hari ini merupakan hari jadi pernikahan kami, sebab semua hari-hari penting dalam kehidupanku selalu ku masukan kedalam reminder handphone, maklum pelupa, tanggal lahir istriku saja terkadang aku masih suka lupa. Dan setiap hari-hari penting tersebut selalu ke sempatkan untuk di rayakan, meskipun dengan membeli hanya sekedar martabak telor sepulang bekerja.

Kutatap lembut wajah istriku yang teduh. Tidak terasa sudah lebih dari 5 tahun yang lalu ku jabat tangan ayahnya sambil berulang kali mengikrarkan perjanjian yang kuat itu. “Iya, ingat, sudah lima tahun” sahutku, “Memangnya kenapa?” ujarku santai.
“Maukah kamu mengadopsi anak, supaya kita juga bisa cepat punya momongan?” dia melanjutkan. Hah, setengah tidak percaya aku mendengarkan ucapannya.

Memang kami sudah lama mengikuti program kesuburan untuk pasangan suami-istri, hasil tes kesuburan kami berdua pun normal, dan sudah hampir bosan kami mendatangi acara aqiqahan pasangan yang juga ikut dalam program tersebut. Bukan hanya cara modern, bahkan cara tradisional pun telah ditempuh kami berdua. Yang aku lucu dan terus tersenyum jika mengingatnya adalah, istriku rela dan mau meminum air perasan tauge setiap pagi, hanya karena ada seorang ibu penjual sayuran yang menyarankannya, biar cepat punya anak katanya, padahal bisa jadi motifnya ekonomi belaka, he2x.

Namun belum kusadari bahwa keadaannya sedemikian parah, mungkin karena tekanan orang tua kami yang sangat menginginkan cucu mengingat usia mereka yang sudah sepuh dan kamilah anak satu-satunya, atau juga karena iri melihat teman-taman sepengajiannya sudah memiliki anak semua, yang kalau mereka saling curhat, pembahasannya pasti tidak jauh dari seputar anak dan permasalahannya; atau mungkin karena latar belakang medis yang ia miliki, karena katanya kalau hamil di usia lebih dari 40 tahun bisa membahayakan ibu dan anaknya, entahlah.

Ku palingkan seluruh badanku menghadapnya, ku matikan sejenak siaran pertandingan bola klub kegemaranku.

“Dik, mengadposi anak itu merupakan hal yang mulia, karena bisa meringankan beban ekonomis keluarga anak yang yang diadopsi, namun bukan dengan tujuan supaya cepat dapat anak” ujarku pelan.
“Pena telah diangkat dan tintapun telah kering” ku berikan perumpamaan yang paling ku sukai jika membicarakan mengenai ketetapan Ilahi

“Nabi Ibrahim Alaihi Salam, belum memperoleh seorang anakpun sampai usianya lanjut dari istri beliau, Sarah. Namun apakah kita mendengar dalam sejarah bahwa sang Kalilullah berdoa memohon seorang anak”
“Yang ada adalah nabi Zakaria yang memohon agar diberikan anak, agar dapat meneruskan tugasnya sebagai pemberi peringatan terhadap kaumnya, itupun ketika usianya beranjak 90 tahun”. Ku ambil sejenak terjemahan Al Quran yang biasa ia baca dan ku buka surat Maryam, lalu ku minta ia membacakan terjemahannya.

“Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai". Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua". Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali".

“Nabi Muhammad pun tidak memiliki seorang anak pun dari istri-istrinya yang lain selain dari Khadijah, namun apakah kita pernah membaca sirah bahwa beliau pernah bahkan untuk sekedar berdoa diberikan anak, padahal doa merupakan sesuatu amalan yang beliau sebut sebagai senjatanya seorang muslim. Kalaupun beliau berdoa, mas yakin doanya pun pasti mustajab” aku melanjutkan.

“Istri ku sayang”, ku genggang tangannya erat dan ku tatap wajahnya mesra, “Memiliki seorang anak bukanlah suatu rezeki, namun ia merupakan amanah yang berat. Dan sebelum meningkat dalam tahapan tersebut, diperlukan banyak kemampuan dan persiapan. Sampai hari ini saja, abang masih perlu banyak belajar untuk menjadi seorang suami, mungkin inilah persiapan yang sedang Allah siapkan bagi kita untuk membesarkan seorang anak, ketawakalan dan kesabaran ekstra”.

Sejenak kami berdua terdiam. Kulihat air mukanya yang seperti merasa bersalah, ku kecup keningnya, lalu ku berbalik lagi menghadap televisi untuk mengikuti gempuran sepak terjang The Red Devils membantai Aston Villa, untuk mencairkan suasana.

“Tapi tetap boleh adopsi anak kan?” dia bertanya lagi setelah suasana kembali mencair, “Ehm.. pikir-pikir dulu deh” jawabku, “Aku punya bude yang punya seorang puteri, katanya kalau mau boleh diadospi sementara atau minimal tinggal di sini” balasnya. “Wuih, punya satu orang perempuan dalam rumah saja sudah repot apalagi ada dua” ujar batinku dalam hati sambil tersenyum.


---
14 Maret 2007

Teruntuk saudara/i ku yang sedang bersabar menanti datangnya seorang mujahid/ah muda hasil persilangan antara gen X dan Y kalian. Isbiru wa sobiru…

11 comments:

  1. Thanks buat sharingnya, btw, kami sudah 8 tahun menikah, dan terakhir jalan yang kami tempuh adalah mengadopsi anak. Oke, selamat berjuang dan bersabar buat saudara2 yang menanti datangnya makluk mungil.

    ReplyDelete
  2. :) Sabar ya mba... Insya Allah, Dia maha mengetahui dan maha bijaksana...

    Btw juga, klo saya mah masih belum berjuang untuk dapatin "makhluk mungil", dapetin "makhluk yang besar"nya aja dulu belum ada kok :D he3x...

    ReplyDelete
  3. adopsi anak jg gpp, yg penting niatnya aja yg diluruskan :-D

    ReplyDelete
  4. saranku sih... banyak berdoa saja... adopsi anak.. gak ada konsepnya dalam Islam, bukan? anak asuh sih iya ada...

    ReplyDelete
  5. Allah swt masih memperkenankan kalian 'berpacaran' tuh... enjoy aja.. (easy for you to say, Mira) tapi qt2 ikutan mendo'akan kok...Insyaallah..

    ReplyDelete
  6. cowok2 tuh pelupa ya..(termasuk pacarQ) ? tapi kalo birthday-nya sendiri inget...huh!

    ReplyDelete
  7. :) emang mba, karena kan cowo ngga suka memperhatikan detail, dia sukanya global, sedang si perempuan sukanya yang detail2...
    tapi bagusnya kan jadi saling melengkapi :)

    ReplyDelete
  8. saya mah baru teori doang mba... :D

    ReplyDelete
  9. Akhi ini high quality jomblo ya? Hehe...

    ReplyDelete
  10. Semoga Allah melebihkan saya dari apa yang anda ucapkan, dan mengampuni atas segala apa yang tidak anda ketahui dari diri saya... amin :)

    ReplyDelete