17 September 2007

[cerpen] Maaf Akh, Saya Tidak Bisa Menerimamu

Pagi itu, Senin 6 Agustus 2007, pukul 9.30, handphone CDMA-ku berdering, tampil di layarnya sebuah nama yang sudah sangat ku kenal.

"Assalamualaikum", aku sapa duluan dengan ramah, "wa'alaikumsalam" ia menyahut, "ada apa akh?", aku bertanya melanjutkan. Sejenak ia tertegun. "Hani, saya telpon jam segini, ganggu ngga?", dia mulai melanjutkan pembicaraan, "ngga kok", sahut diriku singkat, "begini, mau tanya, Hani sekarang sedang dalam proses ta'aruf dengan seseorang ngga?", suaranya terdengar gugup, "emang kenapa?", responku pelan dengan sedikit terkejut yang kusembunyikan, "ya mau tau dulu", dia menjawab, "ya kenapa dulu" aku berbalik bertanya, he3x... memang aku ini agak keras kepala ya... "Hmmm... kalau tidak sedang proses ta'aruf dengan seseorang, saya mau mengajukan diri untuk berproses denganmu", suaranya terdengar sangat grogi, "sudah yakin?", aku memastikan, "sudah istikhara dulu belum?", aku tambahkan, "Ya Allah ni, ini juga dah beberapa kali mau telp tapi ngga jadi jadi melulu" dia menyahut, "ya udah kalau gitu, saya minta waktu dulu ya", dan ngga usah tegang gitu dong", aku sedikit mencandainya, "he he he, ya udah, silakan dipikirkan dulu". Lalu pembicaraan via telpon itu terhenti.

Sejurus kemudian ada SMS yang masuk.
"Assalamualaikum. Wuih ngga nyangka, akhirnya bisa juga terucap kata-kata itu. Itu serius ya ni, jadi mohon dipikirkan baik-baik. Saya memberikan waktu satu minggu, jika Hani berkenan, nanti kita berproses lewat perantara aja, saya minta nomor telpon dan nama perantara yang Hani punya. Semoga Allah memberikan limpahan kebaikan bagi kita."

Ya Allah... perasaan hati ini bergejolak. Saya bahkan tidak tahu apa yang sedang saya rasakan sekarang. Apakah senang, gembira, terkejut, marah, kecewa, atau mati rasa...

---

Akh Ipin adalah salah seorang teman sekelasku. Dulu, sewaktu masih mahasiswa, kami memang sudah sering beraktivitas bersama, meskipun secara resmi saya beraktivitas di Senat Mahasiswa Fakultas dan dia salah seorang anggota Badan Pengurus Harian Rohis Fakultas, kami memang sudah beberapa kali beraktivitas bersama, baik di acara-acara umum maupun dalam acara-acara kelas. Kami dan beberapa teman yang lain memang memiliki kesamaan visi agar bisa membuat kelas yang kami tempati menjadi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan keislaman teman-teman kelas yang lain.

Saya pun mengetahui bagaimana transformasi besar yang terjadi pada dirinya. Jika dulu sewaktu ia masuk ke kampus dengan gaya yang unik, jeans belel dan rambut gondrong yang tidak terurus, namun karena komitmen terhadap mentoring yang ia ikuti merubah banyak hal dalam dirinya. Lambat laun ia menjadi salah satu bagian dari mesin penggerak dawah di fakultas kami.

Dan ia pun merupakan pribadi yang unik. Kombinasi antara komitmen keislamannya dipadu dengan kecerdasan intelektual dan hubungannya yang baik dengan teman-teman non Rohis telah banyak membawa kebaikan.

Namun sudah satu tahun kami berpisah, kami wisuda tahun 2006, dan setelah itu masing-masing sibuk dengan aktivitasnya profesinya masing-masing. Ia memilih bergelut di jalur swasta sedang saya tetap berada di kampus sebagai asisten dosen dan bekerja di bagian Mutu untuk program Magister Administrasi Pelayanan Kesehatan.

Berapa kali saja kami pernah bertemu dalam acara nikahan teman, acara kumpul-kumpul kelas dan saat dia sedang berada di kampus tuk mengikuti forum komunikasi mahasiswa dan alumni departemen tempatnya mengambil studi sewaktu kuliah dulu.

---

Tiga hari setelah telpon itu, ia berkirim SMS menanyakan jawabannya:
"Assalamualaikum. gimana Hani? Apakah sudah ada jawaban?"

Aku kirim balik SMS jawaban:
"Wassalam. Saya kan masih punya waktu tiga hari lagi. Pernikahan bukan hal yang sembarangan, sehingga saya butuh pertimbangan yang matang. Sampai selama ini, mohon antum tadaburi kembali Hadits Arba'ain nomor 1. Afwan."

Lalu ku dapat lagi SMS dari akh Ipin lagi:
"Iya, afwan, bukan bermaksud tergesa-gesa/terburu-buru, tapi kemarin Hp sedang ada problem, dan ada SMS yang masuk tapi tidak terbaca, saya khawatir itu dari kamu. Ya sudah, silakan ambil waktunya, tapi jika sampai melewati waktu tersebut tidak ada keputusan, maka saya akan menganggap Hani tidak berkenan tuk melanjutkan proses, dan saya akan akan berikhtiar dengan cara lain tuk mencari pasangan hidup."

Hmmm, kenapa ya ia sepertinya tergesa-gesa, apakah ini merupakan pertanda yang tidak baik? Keraguan segera menyelimuti diriku.

---

Apakah dulu saya pernah mengotori hatinya dalam beramal..? Aduh... pertanyaan ini membuatku sesak. Memang beberapa teman telah sering memperingati diriku bahwa hal ini lambat laun pasti akan terjadi, dan aku harus mempersiapakan hal ini. Tapi saya tidak menyangka bahwa hal itu terjadi pada dirinya...

Tidak bisa kupungkiri bahwa diriku memang tidak cantik cantik amat, tapi kalau untuk dibilang jelek, akan sangat susah.

Apakah setan telah bermain dalam dirinya.... Aduh....

----

Hari ini saya dan teman-teman satu pengajian baru saja menghadiri acara kajian yang dibawakan oleh ustadz Anis Matta LC di Masjid At-Taqwa Pasar Minggu, tema yang dibawakan adalah mengenai Persiapan Menuju Pernikahan.

Beliau berkata bahwa bekal persiapan menikah ada empat macam, persiapan pengetahuan, persiapan psikologis, persiapan fisik dan persiapan finansial.

Persiapan pengetahuan meliputi pengetahuan mengenai ideologi keislaman, pengetahuan visi pribadi, pengenalan mengenai konsep diri (yang nantinya akan mengarah kepada pemilihan pasangan yang tepat untuk diri kita, dan penerimaan terhadap kelebihan-kekurangan pasangan), hak-hak suami-istri, pengetahuan dasar kesehatan dan seksual, serta pengetahuan pendidikan anak. Persiapan psikologis mengenai kematangan emosi. Persiapan fisik mencakup kematangan organ reproduksi dan kesiapan fisik. Sedang persiapan finansial menceritakan mengenai kemampuan dalam hal keuangan keluarga.

Hmmm, sepertinya masih ada banyak hal nih yang perlu kubenahi sebelum melangkah lebih jauh ke jenjang pernikahan nih, aku bergumam pelan dalam hati.

---

Setelah beberapa hari ini saya shalat istikhara dan berkonsultasi dengan pembimbing keislaman yang selama ini membina diri saya, ku buat sebuah jawaban dalam bentuk email kepada akh Ipin.

"Asssalamualaikum wr wb

Apa kabar iman? Semoga selalu menapak maju.
Apa kabar hati? Semoga tetap bersih dari kelabu.
Apa kabar jasad? Semoga terus berpeluh meraih Ridho-NYA.

Pertama-tama saya mohon maaf jika baru bisa memberikan jawabannya sekarang, karena pernikahan adalah suatu hal yang besar, makanya Quran menyebutnya dengan ungkapan "Perjanjian yang Kuat" (QS. 4: 21)

Yang kedua, mohon maaf sekali lagi akh, karena sampai sekarang saya belum diberikan kemantapan hati tuk melanjutkan proses ini dengan antum.

Dengan dua alasan utama, pertama karena ada perhatian lebih yang harus saya curahkan kepada keluarga dan kedua masih ada banyak hal yang perlu saya persiapkan sebelum menapaki biduk rumah tangga.
Sekali lagi mohon maaf, Semoga tidak ada kekecewaan yang berlebihan dalam diri antum dan saya yakin bahwa antum kan mendapatkan pasangan yang jauh lebih baik dari saya.

Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. 6: 18)

Astagfirullah hal adzim
Wassalamualaikum wr wb"

Ku tekan tombol send yang ada di layar komputer ku dengan tangan yang sedikit bergetar.
Sebetulnya ada beberapa paragraf yang ku hilangkan dari dalam surat tersebut. Paragraf tersebut adalah sebagai berikut.

"Terus terang saya kecewa terhadap diri saya sendiri, mengapa akhirnya engkau, orang yang ku kagumi malah menjadi seperti ini.
Apakah diriku telah memberikan fitnah yang cukup besar tuk dirimu lawan wahai akhi...
Apakah perjuangan yang dulu tlah kita lalui bersama terkotori oleh bisikan setan yang terkutuk wahai akhi...
Sungguh saya pun manusia biasa seperti dirimu. Dan sungguh sudah cukup keras usaha yang ku lakukan dalam menghalangi munculnya rasa ini dalam dada ketika kita berjibaku dalam amal nyata.

Dan terlebih lagi, saya kecewa terhadap dirimu...
Jika saja kau mau bersabar, tentu kau kan bisa mendapatkanku...
Jika saja cara-cara yang kau gunakan tidak meragukan diriku, tentu kan kuterima tawaranmu dengan hati yang penuh suka cita perjalanan sunnah yang mulia ini.

Dan sungguh kau pun tahu bahwa sesungguhnya aku tidak punya alasan yang berarti dalam menolakmu.
Namun harus kuambil keputusan yang berat ini.
Entah apa yang telah merubah dirimu, namun ku merasa engkau tidak lagi satu visi dengan diriku.
Kau bukanlah orang yang tepat tuk diriku. Pergilah jauh dari diriku, agar tidak sia-sia amalku selama ini...

(Jawaban yang kutulis dengan linangan air mata)
-Hani binti Azkam-

---000---

Catatan:
Dalam cerpen ini, taaruf adalah sebuah istilah yang mengalami penyempitan makna. Makna aslinya adalah berkenalan, namun di cerpen ini, taaruf yang dimaksud adalah sebuah proses perkenalan/saling mengeksplore yang lebih intensif/terbuka antara seorang wanita dan pria untuk tujuan pernikahan.

Jakarta, 18 Agustus 2007
Syamsul Arifin
Alhamdulillah… Akhirnya, sampai juga ke titik (.) Maafkan aku ya…
*Cerpen ini bersambung ke cerpen "Kegigihan adalah Nafas dari Cinta"

10 comments:

  1. Cerpen ini bersambungan ke cerpen setelahnya ("Kegigihan adalah Nafas dari Cinta").
    Di cerpen ini pakai sudut pandang wanitanya, sedang di cerpen setelahnya ("Kegigihan adalah Nafas dari Cinta") pakai sudut pandang si laki2nya

    Enjoy :)

    ReplyDelete
  2. pin, mbacanya entar yaa... lagi gak banyak waktu nih...panjang juga ceritanya... assalamu'alaikum

    ReplyDelete
  3. iya, ngga pa2 kok mba..
    ditunggu ya komentar setelah membacanya :)

    ReplyDelete
  4. berat juga ya :) tapi masih ganjel kenapa mesti ditolak :-?

    ReplyDelete
  5. :D hmmm... coba di pikir2 lagi :)

    ReplyDelete
  6. kok its funny... bukanya sedih...
    :)

    ReplyDelete
  7. btw ini cerpen kok kayak kisah nyata, dengan tokoh, yang sengaja atw gak rasanya aq sangat kenal secara nyata...?? ini fiksi kan, mudah2an jika tidak terjadi beneran, antm gak bikin cerita ini sambil ngebayangin someone, yg menurutku sangat mirip dg HANI'akhwat dlm cerpen'

    ReplyDelete
  8. ooooo.. ini too kisahnya koh...

    ya ya ya

    ReplyDelete