Seorang wanita itu dinikahi karena empat hal: kecantikannya, kekayaaannya, keturunan/keluarganya, atau karena agamanya, dan sungguh beruntunglah orang yang menikahi wanita karena kebaikan agamanya.
Umar bin Khattab, saat menjabat sebagai khalifah, menikahkan anaknya dengan anak seorang penjual susu yang jujur.
Seorang pemilik kebun, menikahkan puterinya (yang bisu, buta, tuli, dan lumpuh -sebuah kiasan yang ia gunakan untuk menggambarkan keadaan anaknya yang tidak pernah berbicara, melihat, mendengar, dan melangkah menuju tempat perbuatan maksiat) dengan seseorang jujur yang mengaku telah memakan buahnya yang terhanyut sungai.
Dari kedua pasangan tersebut lahirlah tokoh terbaik sepanjang sejarah umat Islam. Dari yang pertama terlahir sang khalifah ke lima kaum muslimin, Umar bin Abdul Aziz; sedang dari cerita kedua terlahir Imam Abu Hanifah (ada riwayat yang mengatakan demikian-namun saya masih belum mengetahui validitas informasi ini), seorang ulama cerdas yang menerangi umat dengan ilmunya.
Dan banyak lagi kisah nyata yang menggambarkan keberkahan dari pengutamaan pemilihan jodoh yang hanya berdasarkan keutamaan agama/akhlak.
Padahal saat itu Umar bin Khattab sedang menjabat sebagai khalifah, dimana semua bapak yang jauh lebih terpandang pasti akan menerima beliau sebagai besanan. Lagi pula Umar hanya mendengar pembicaraan antara ibu dan anak tersebut saja, tidak melihat bagaimana rupa dan penampilannya secara langsung, beliau tidak mengetahui apakah perempuan tersebut memiliki cacat atau hal lain yang bisa jadi kurang berkenan. Beliau hanya pulang ke rumah dan menyuruh anaknya untuk melamar wanita tersebut keesokan harinya. Subhanallah.
Begitulah orang-orang terbaik umat ini dahulu menyelaraskan ilmu (Quran dan nasihat Nabi) dengan amal mereka, dan mengutamakan kehidupan akhirat atas kehidupan dunia, sehingga terbit fajar kemenangan dan terlimpah kebaikan bagi kaum muslimin.
Hari ini kita menyaksikan bahwa kita telah bergeser jauh dari jejak langkah yang telah ditempuh orang-orang tersebut.
Banyak sekali kriteria dan persyaratan yang harus dilewati dalam melakukan penseleksian calon istri atau suami. Yang lebih parah ialah jika kriteria yang termasuk wajib sangatlah bersifat keduniaan sekali, seperti bentuk rambut, mata, tinggi, atau mungkin berat badan.
Melakukan pemilihan adalah suatu hal yang wajar, bukankah suami/istri yang akan kita pilih menjadi pasangan seumur hidup kita (jika memungkinkan). Namun jangan sampai hal tersebut malah akhirnya mengendalikan atau menguasai diri kita.
Sadarilah bahwa dunia akan binasa, kecantikan akan memudar, kulit yang lembut akan berkerut, dan tubuh yang kuat atau indah akan melemah. Inner beautylah yang akan lebih berkekalan.
Jika kita telah tua, bukan tubuh indahnya yang akan menemani kita, namun lebih banyak tutur kata yang kan menemani kita duduk di kursi malas sambil memandangi senja di sore hari. Jika lisan yang dimilikinya sekasar dan setajam belati, akankah kita kan bertahan?
Pilihlah pasangan karena keutamaan akhlaknya, niscaya engkau akan mendapatkan berkahnya (bertambah kebaikan), insya Allah.
---
Teruntuk saudara/i ku yang sedang memburu pasangan hidupnya, semoga Allah memudahkan urusanmu dan memberikan yang terbaik untukmu.
No comments:
Post a Comment